TUGAS MAKALAH ZAT PENGATUR TUMBUHAN
PENGARUH KONSENTRASI GIBBERELLIN TERHADAP PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum L.) var. Granola
Disusun Oleh:
NAMA : ULFI SETYANINGRUM
NIM : 1410401047
KELAS : A
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kentang merupakan tanaman sumber makanan terbesar ke empat di dunia setelah padi, gandum, dan jagung. Di Indonesia, kentang merupakan komoditas yang mendapat prioritas tinggi di bidang penelitian dan pengembangan sayuran. Hal ini disebabkan kandungan kalori dan gizi kentang yang sangat berimbang yaitu terdiri dari karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin C. Selain itu, kentang juga merupakan komoditas ekspor.
Permintaan kentang di Indonesia semakin meningkat baik untuk konsumsi maupun industri. Namun permintaan yang semakin tinggi ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Produksi kentang masih terkendala kelangkaan dan tingginya harga umbi benih. Kendala utama produksi kentang di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan bibit ukuran M. Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan umbi benih kentang sebesar 4,79 % yaitu sekitar 5.508 ton dari total kebutuhan umbi benih kentang sebesar 114.894 ton sedangkan sisanya impor dari luar. Disamping itu, sekitar 95%-nya masih berasal dari benih asalan yang tidak diketahui asal-usulnya. Bibit merupakan variabel ongkos terbesar dalam produksi kentang yaitu berkisar antara 36% -50% dari total biaya produksi. Spesifikasi bibit yang diinginkan petani di Indonesia adalah bibit ukuran M dengan ukuran 31 - 60 gram. Kendala di penangkar adalah sulitnya menghasilkan bibit yang berukuran 31 – 60 gram dan sebagian besar bibit hasil perbanyakan berukuran lebih besar dari 60 gram.
Granola merupakan varitas favorit di Indonesia yang mencakup 80% dari total areal penanaman dan merupakan satu-satunya varitas yang ditanam di Bali. Hal tersebut merupakan alasan utama pemilihan varitas dalam penelitian ini. Alasan konsumen memilih Granola karena hasil panennya tinggi, mudah dibudidayakan, dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan, misalnya untuk sup, perkedel, dan keripik. Granola juga resisten terhadap beberapa hama dan penyakit.
Perbanyakan umbi bibit yang bertujuan untuk meningkatkan proporsi bibit ukuran 31 - 60 gram mengalami kendala karena adanya dominansi apical dalam keadaan ini, hanya tunas apikal yang tumbuh dan menghambat pertumbuhan tunas tunas lateral. Gibberellin (GA3) adalah zat pengatur tumbuh yang mempunyai efek fisiologis berupa pengurangan dominansi apical.
Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi gibberellin (GA3) terhadap produksi bibit kentang ukuran M. Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Gibberellin. Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa gibberellin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa gibberellin dalam jumlah berlebihan. Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa gibberellin yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya misalnya GA6 . Gibberellin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan.
Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA. Efek gibberellin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji.
BAB 2
TINJUAN PUSTAKA
Kentang (S. tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Tanaman ini berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes Amerika Utara. Daerah yang cocok untuk budi daya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1.000-1.300 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata harian 18-21oC, serta kelembaban udara 80-90 persen. Tanaman kentang adalah salah satu tanaman semusim. Kentang membentuk umbi di bawah permukaan tanah dan menjadi sarana perbanyakan secara vegetatif (Gklinis, 2009).
Kentang merupakan tanaman dikotil bersifat musiman, berbentuk semak/herba dengan filotaksis spiral. Tanaman ini pada umumnya ditanam dari umbi (vegetatif) sehingga sifat tanaman generasi berikutnya sama dengan induknya. Stolon tumbuh secara horizontal sepanjang 12,5-30 cm, menebal bagian ujungnya untuk membentuk umbi. Periode inisiasi pembentukan umbi terjadi pada 5-7 minggu setelah tanam. Pada saat ini, tinggi bagian tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah berkisar antara 15-30 cm. Jumlah umbi yang tinggi memerlukan kondisi yang baik selama minggu pertama dan kedua periode inisiasi pembentukan umbi (Adiyoga, 2004).
Ukuran umbi kentang baik untuk umbi benih maupun konsumsi sesuai standar kelas mutu umbi kentang yang berlaku di pasaran yaitu ukuran SS (7 - 10 g), S (11 - 30 g), M (31 - 60 g), L1 (61 - 90 g), L2 (91 - 120 g) dan ukuran konsumsi LL (> 121 g). Pemakaian umbi benih ukuran L pada budidaya kentang di dataran tinggi menghasilkan produksi umbi yang relatif sama dengan umbi benih ukuran M (Gunarto, 2003).
Secara morfologis, umbi kentang adalah modifikasi dari batang dan merupakan organ penyimpanan makanan utama bagi tanaman. Sebuah umbi mempunyai dua ujung, yaitu heel yang berhubungan dengan stolon dan ujung lawannya disebut apical/distal/rose. Mata tunas umbi kentang sebenarnya adalah buku dari batang. Jumlah mata umbi 2 - 14, tergantung pada ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral pada permukaan umbi dan berpusat pada ujung umbi (apical). Mata tunas umbi tersebut terletak pada ketiak dari daun yang berbentuk seperti sisik atau disebut alis (eyebrows) (Soelarso, 1997).
Umbi yang berasal dari ujung batang di bawah tanah yang disebut stolon, memiliki sifat-sifat batang normal, termasuk tunas dorman (“mata tunas”) yang terbentuk pada pangkal daun (dalam hal ini bersifat belum sempurna) dengan guratan daun yang mudah dikenali (“alis mata”). Lentisel atau pori batang dimana udara masuk ke bagian dalam batang juga ditemui pada umbi. Mata tunas terbentuk dalam pola spiral pada umbi, dengan jumlah yang sedikit pada pangkal umbi dan kebanyakan pada ujung umbi yang disebut ujung apikal. Tunas apikal yang memiliki dominansi akan secara normal tumbuh lebih dulu. Ketika tunas apikal dihilangkan, atau mati, tunas yang lain akan terstimulasi untuk tumbuh (Horton, 1987).
Penanaman benih umbi dapat dilakukan dengan pembelahan. Pembelahan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Pembelahan dapat menghemat benih namun umbi yang dibelah menghasilkan umbi yang lebih sedikit dari pada yang tidak dibelah (Mangdeska, 2009).
Umbi yang ukurannya besar (diatas 60 g) bila akan dipakai sebagai benih dapat dibelah menjadi 2 - 4 belahan dengan jumlah mata 2 - 4 buah/belahan. Umbi belahan didiamkan terlebih dahulu untuk merangsang terjadinya penggabusan pada bidang-bidang luka. Pada waktu pemotongan, tunas diusahakan berada di tepi pemotongan. Tunas yang banyak akan menghasilkan ukuran umbi yang relative kecil-kecil. Sedangkan tunas yang sedikit akan menghasilkan ukuran umbi relative besar (Soelarso, 1997).
Pembelahan umbi benih kentang merupakan salah satu upaya penghematan untuk menekan biaya produksi kentang. Namun pembelahan umbi benih kentang ini menyebabkan adanya bagian umbi yang terbuka yang memungkinkan masuknya cendawan. Serangan yang berat menimbulkan adanya penyakit pada umbi benih tersebut. Penyakit yang sering menyerang umbi benih kentang di gudang penyimpanan adalah penyakit busuk kering (Dry Hot). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Gejala pada umbi diawali dengan adanya bercak coklat pada kulit umbi. Bercak kemudian meluas menjadi busuk kering, keriput dan muncul serbuk putih (miselia) pada bagian busuk (Soelarso, 1997).
Masalah luka umbi benih kentang akan lebih parah pada belahan umbi yang lebih besar karena dengan pembelahan bagian terbuka semakin lebar. Dengan demikian, energi simpanan akan lebih banyak digunakan untuk penyembuhan luka dan sisanya untuk mendukung pertumbuhan baru. Kemunculan tunas akan lebih lambat dan tanaman menjadi tidak vigor. Hal yang harus dilakukan adalah meminimalkan permukaan yang terluka pada tiap belahan umbi (Johnson, 2008).
Gibberellin merupakan pengatur pertumbuhan paling aktif. Efeknya yang paling nyata adalah memodifikasi pertumbuhan. Senyawa gibberellin dapat diurai menjadi serangkaian senyawa yang aktif secara fisiologis. Secara kimia gibberellin memiliki bagian penting yaitu rangka gibban. Aktivitas GA3 dalam daun tinggi pada saat pembentukan stolon kentang, kemudian turun drastis pada saat inisiasi umbi. Rendahnya kadar GA3 pada tanaman dapat
disebabkan oleh adanya hari pendek (Nurma, 2009).
Samanhudi (2008) mengemukakan bahwa pada inisiasi umbi, peranan fitohormon dalam dormansi dapat ditentukan oleh gibberellin. Terdapat bukti bahwa dormansi umbi selama penyimpanan dapat dipatahkan dengan aplikasi GA3 secara eksogen. ABA yang diketahui sebagai anti GA3 pada akhir periode konsentrasinya menurun. Pada fase pertumbuhan tanaman selanjutnya, konsentrasi GA3 menurun selama induksi umbi, dan tanaman yang pengumbiannya distimulasi oleh lingkungan, proses pengumbian dapat dihambat oleh aplikasi GA3 secara eksogen. Kegiatan meristem apikal tidak seluruhnya terpisah dari gibberellin. Dibawah kondisi lingkungan tertentu, tunas apikal pada banyak tanaman tahunan menjadi dorman dan kegiatan mitosis terhenti. Dormansi ini dapat dipatahkan dengan penambahan gibberellin. (Cleland, 1989).
Gibberellin dapat menyebabkan sintesis de novo α-amilase, dan juga menstimulasi aktivitas hidrolase yang lain seperti: ribonuklease, protease, ATPase, GTPase dan phytase. Dalam hubungannya dengan α-amilase, dalam selambat-lambatnya 5 - 6 jam, gibberellin menginduksi sintesis α-amilase dan diperlukan dalam keberlangsungan pengaturan peningkatan aktivitas enzim. Pertumbuhan yang didorong oleh GA3 tidak secara langsung melalui perubahan tingkat respirasi, besarnya respirasi sebanding dengan pertumbuhannya. Terjadinya peningkatan respirasi pada pemberian perlakuan GA3 dikarenakan oleh reaksi sintetik metabolisme pertumbuhan yang menghasilkan phosphat berenergi tinggi dalam bentuk ATP, dan tingkat respirasi minimal yang dibutuhkan GA3 untuk menginduksi respon pertumbuhan (Krishnamoorthy, 1975).
Karbohidrat yang dapat larut, khususnya sukrosa, sangat diyakini sebagai inducer yang sangat kuat terhadap pengumbian. Untuk mengendalikan mikrotubul, konsentrasi GA3 dapat mengontrol metabolisme karbohidrat dan mengatur penggunaan sukrosa menuju tempat penyimpanan (pembentukan umbi pada GA3 rendah) atau sintesis dinding sel (dilanjutkan dengan pertumbuhan stolon pada GA3 tinggi) (Samanhudi, 1999).
Gibberellin sangat efektif dalam mematahkan dormansi umbi kentang. Rapport Weaver (1972), menemukan bahwa dormansi mata tunas kentang ‘White Rose’, ‘Kenebec’ dan ‘Russet Burbank’ dipatahkan dengan perlakuan perendaman GA3 selama 5 - 90 menit pada konsentrasi 50 sampai 2000 ppm. Terjadi percepatan sprouting hingga 2 - 3 minggu. Uji yang dilakukan baik dengan kentang dorman maupun bertunas menunjukkan bahwa kemunculan tunas lebih cepat dari umbi yang diberi perlakuan giberelin daripada yang tidak diberi perlakuan (Weaver, 1972). Meskipun demikian, vigor tunas dari umbi yang bertunas mendapatkan pengaruh gibberellin yang lebih kecil daripada umbi yang dorman (Weaver, 1972).
BAB 3
PEMBAHASAN
Gibberellin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat. Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh gibberellin. Hal ini karena gibberellin diberikan pada umbi bibit sebelum ditanam sehingga pengaruhnya hanya pada fase awal pertumbuhan yaitu berupa pemacuan pertumbuhan tunas lateral. Pengaruh tersebut tidak terbawa ke fase pertumbuhan selanjutnya sehingga tinggi tanaman tidak terpengaruh. Gibberellin meningkatkan jumlah batang per tanaman dan konsentrasi paling optimum adalah 15 mg/L dari 3,7 menjadi 5,7. Peningkatan jumlah batang oleh gibberellin mungkin melalui pengurangan dominansi apical. Tunas - tunas apical pada umbi kentang menghambat pertumbuhan tunas-tunas lateral. Pemberian gibberellin mengurangi dominansi apical yang menyebabkan tunas lateral bisa tumbuh lebih banyak sehingga jumlah batang meningkat.
Gibberellin mampu memecahkan dormansi mata tunas pada kentang. Pada penelitian ini digunakan bibit yang belum semua matanya bertunas. Hal ini karena pertunasan kentang dari tiap-tiap mata terjadi pada waktu yang tidak bersamaan. Gibberellin mendorong pertunasan dari mata yang belum bertunas sehingga dihasilkan lebih banyak batang per tanaman. Gibberellin meningkatkan jumlah total umbi per tanaman dan konsentrasi 15 mg/L menghasilkan umbi terbanyak. Peningkatan jumlah umbi disebabkan oleh peningkatan jumlah batang. Pangkal batang merupakan tempat tumbuhnya stolon dan stolon merupakan tempat inisiasi umbi. Jadi semakin banyak batang dan semakin banyak stolon yang tumbuh, semakin banyak pula umbi yang diproduksi oleh tanaman kentang. Terdapat korelasi positif antara jumlah batang dan jumlah umbi.
Gibberellin mempengaruhi distribusi ukuran umbi ke arah peningkatan jumlah umbi ukuran kecil serta penurunan jumlah umbi ukuran besar. Umbi ukuran M (31 - 60 g) yang merupakan ukuran ideal untuk bibit utuh dan yang paling banyak diminati petani, persentasenya paling tinggi. Peningkatan total jumlah umbi per tanaman dan peningkatan jumlah umbi ukuran M per tanaman yang disebabkan oleh pemberian gibberellin ada hubungannya dengan peningkatan jumlah batang dan peningkatan jumlah umbi per tanaman yang selanjutnya menimbulkan kompetisi. Semakin banyak jumlah batang, kompetisi antar batang terhadap hara, air, dan cahaya meningkat. Peningkatan jumlah batang meningkatkan jumlah umbi. Peningkatan jumlah ubi menimbulkan kompetisi antar umbi terhadap fotoasimilat sehingga dihasilkan lebih banyak ubi berukuran kecil (ukuran M) yang merupakan ukuran ideal untuk bibit.
BAB 4
KESIMPULAN
1. Gibberellin mempercepat munculnya tunas pada batang didekat permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat.
2. Gibberellin mampu memecahkan dormansi mata tunas pada kentang. Hal ini karena pertunasan kentang dari tiap-tiap mata terjadi pada waktu yang tidak bersamaan. Gibberellin mendorong pertunasan dari mata yang belum bertunas sehingga dihasilkan lebih banyak batang per tanaman
3. Peningkatan total jumlah umbi per tanaman dan peningkatan jumlah umbi ukuran M per tanaman yang disebabkan oleh pemberian gibberellin ada hubungannya dengan peningkatan jumlah batang dan peningkatan jumlah ubi per tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Gklinis. 2009. Kentang : Sumber Vitamin C dan Pencegah Hipertensi. http:// www.gizi.net/ cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1084847086,80496.
Adiyoga, W., et al. 2004. Profil Komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. http://www.scribd.com/ doc/15249535/Profil-komoditas kentang?autodown=pdf.
Gunarto, A. 2003. Pengaruh penggunaan ukuran bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu umbi kentang bibit G 4 (Solanum tuberosum L.). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(5):173-179 Agustus. Humas-BPPT/ANY.
Soelarso, B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius, Jogjakarta.
Mangdeska. 2009. Tugas Budidaya Tanaman Hortikultura. http://mangdeskablog. blogspot.com/2009/08/tugas-budidaya-tanaman-hortikultura.html.
Horton, D. 1987. Potatoes; Production, Marketing, and Programs for Developing Country. Westview Press, USA.
Johnson, S.B. 2008. Selecting, cutting and handling potato seed. The University of Maine Bulletine number 2412. http://www.umext.maine.edu/onlinepubs/htm pubs/2412.htm.
Nurma. 2009. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/nurmayulibab2. pdf.
Samanhudi. 2008. Perkembangan umbi: studi pada pembentukan umbi kentang (Solanum tuberosum L). Agrosains, Jurnal Penelitian Agronomi 10(1):34-40. Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Cleland, R.E. 1989. Gibberellins, hal.53-96. dalam M.B. Wilkins (edt.). Physiology of Plant Growth. Diterjemahkan oleh M.M. Suteja dan A.G. Kartasapoetra. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.
Krishnamoorthy, H.N. 1975. Gibberellins and Plant Growth. Haryana Agricultural University, Hissar.
Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. W. H. Freeman and Company, San Francisco.
Selasa, 31 Mei 2016
KEHIDUPAN MIKORIZA DI DALAM TANAH
TUGAS MAKALAH PENELITIAN
KEHIDUPAN MIKORIZA DI DALAM TANAH
I.PENDAHULUAN
Tanah merupakan tempat tumbuh bagi tanaman yang perlu dijaga. Karena di dalam tanah terdapat banyak jasad mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu contoh dari mikroorganisme tersebut adalah cendawan. Cendawan dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Cendawan ini dapat menghasilkkan material yang mampu mendorong agregasi tanah sehingga tanaman dapat meningkatkan proses aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Selain itu, cendawan mikoriza dapat berperan dalam mengendalikan penyakit pada tanaman. Hal ini disebabkan karena cendawan mampu memanfaatkan karbohidrat lebih banyak yang diperoleh dari akar sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, memacu perkembangan mikroba saprofiti di sekitar perakaran, dan menghasilkan antibiotik.
Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, baik ditempat pemberian pupuk maupun di lokasi akumulasi bahan kimia tersebut. Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema,di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan.
Meningkatnya kesadaran manusia terhadap terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas pertanian telah mendorong timbulnya paradigma baru dalam sistem pertanian yang merupakan koreksi terhadap paradigma sebelumnya. Dimana paradigma sebelumnya menekankan pada hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan bahan kimia sebanyak-banyaknya. Maka paradigma baru mulai memikirkan cara bagaimana mendapatkan hasil pertanian secara maksimal tanpa merusak lingkungan, salah satu cara untuk menggantikan sebagian atau seluruh fungsi pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfatkan pupuk hayati Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular.
II. PEMBAHASAN
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan.Jamur mikoriza pertama kali ditemukan oleh Frank, seorang ilmuwan dari Eropa pada tahun 1885 dan diartikan sebagai root fungus (jamur akar) karena kemampuannya mengambil unsur hara seperti layaknya fungsi akar tanaman.
Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)
Mikoriza yang umum ditemukan adalah mikoriza vesikula arbuskula. Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) adalah suatu simbiosis yang ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar, dan merupakan salah satu tipe beberapa tipe mikoriza yang dikenal. Beberapa jenis mikoriza yang telah ditemukan adalah ectomycoorhizae (ECM), vesikular-arbuskular mycoorhizae (VAM/endomikoriza), ectendomycoorhizae, Ericoid mycoorhizae, Orchid mycoorhizae, dan Arbutoid mycoorhizae (didasarkan pada struktur mikoriza).
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008).
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari hasil fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006).
CMA termasuk fungi divisi Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari Glomus,Entrophospora,Acaulospora,Archaeospora,Paraglomus,Gigaspora dan Scutellospora. Hifa memasuki sel kortek akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah, membentuk chlamydospores (Morton, 2003).
Marin (2006) mengemukakan bahwa lebih dari 80% tanaman dapat bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman. Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
Hampir sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga (family) pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir bersimbiosa dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti, kruing, kamper (jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus, beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum. Struktur anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM memiliki struktur khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat pertukaran sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur.
Hifa jamur EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar yang bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan. Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah. Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas, 1998).
Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terinfeksi hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum. Tanaman perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh, tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati, 2003).
Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belum berhasil. Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004). 1. Vesikel (Vesicle) Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu, 2004). 2. Arbuskul Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004).
Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman inang.
Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut. 3. Spora Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981).
Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-kadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar. Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan akhirnya spora (Mosse, 1981).
Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota.Taksonomi CMA berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp.
CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu, jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
CMA beradaptasi secara edaphoclimatic serta dengan kondisi kultur teknis tanaman. CMA yang beradaftasi dengan baik tersebut merupakan fungi indigen yang terseleksi dari ekosistem pada tanaman tersebut. Selanjutnya fungi indigen yang terisolasi harus dievaluasi dalam kaitan respon inokulasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang berbeda. (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
Hal ini sejalan dengan penelitian lapangan yang dilakukan Lukiwati (2007) dan Sieverding (1991) bahwa keberhasilan inokulasi CMA tergantung kepada spesies CMA indegen serta potensi dari inokulan sendiri. Lebih jauh dikemukakan bahwa keefektifan populasi CMA indigen berhubungan dengan beberapa faktor seperti status hara tanah, tanaman inang, kepadatan propagula, serta kompetisi antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya. Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah. Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 – 5 cm. Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002).
Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding, 1991).
JENIS MIKORIZA
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara simbiosisnya, Mikoriza terbagi ke dalam 3 golongan besar, yaitu:
1. EKTOMIKORIZA
Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
Ciri dari Ektomikoriza
• Struktur organ fungi dapat dilihat tanpa mikroskop (terlihat ada mantel hifa yang menyelimuti ujung akar tanaman).
• Infeksi tidak menembus sel-sel akar (hanya pada rongga antar sel) membentuk Hartig net.
• Bersimbiosis dengan tanaman tertentu: Pinus, Ekaliptus, Merbau, Dipterocarpaceae (keluarga meranti) Saninten, dan Melinjo.
• Dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman (Miselia dapat ditumbuhkan pada media kultur agar dan cair).
2. ENDOMIKORIZA
Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antar sel. Jenis mikoriza ini banyak ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan komoditi pertanian penting, seperti kacang-kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran dan tanaman hias. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
Berdasarkan tipe infeksinya, dikenal tiga kelompok endomikoriza: ericaceous (Ericales dengan sejumlah Ascomycota),orchidaceou(Orchidaceae dengan sekelompok Basidiomycota), dan vesikular arbuskular (sejumlah tumbuhan berpembuluh dengan Endogonales, membentuk struktur vesikula (gelembung) dan arbuskula dalam korteks akar) disingkat MVA.
Ciri dari Endomikoriza
• Struktur organ fungi = mikro.
• Hifa internal dan eksternal, arbuskula, vesikula dan spora umumnya terbentuk di dalam / menembus akar.
• Bersimbiosis dengan 90% famili tanaman darat kehutanan, pertanian (pangan dan hortikultura),perkebunan, dan tanaman pakan ternak.
• Belum dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman.
• Genus (berdasarkan morfologi spora dan DNA)
• Glomus,Acaulospora,Entrophospora,Gigaspora,Scutellospora,Archaeospora, Paraglomus,Geosiphon,Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora.
3. EKTENDOMIKORIZA
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas.
Mikoriza vesikular-arbuskular
Kita sudah mengenal Mikoriza Vesikular Arbuskular sebagai salah satu pupuk hayati yang mampu meningkatkan serapan unsur hara makro P dalam tanah, bahkan dapat meningkatkan pula serapan terhadap unsur hara mikro seperti Cu dan Zn. Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan asosiasi antara cendawan tertentu dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar.Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Pospat (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baikcendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yanglebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang.
Menurut Siti dalam Wikipedia, 2011,Vesikular merupakan suatu struktur berbentuk lonjongatau bulat yang mengandungcairan lemak dan berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembangmenjadi klamidospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan strukturtahan. Sedangkan yang dimaksud dengan Arbuskular adalah struktur hifa yangbercabang-cabang seperti pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk poladikotom) berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inangdengan jamur. Endomikoriza tidak membentuk mantel yang menyelimuti akar, karenajamur ini berada di dalam korteks akar. Tipe jamur ini, adalah dengan adanyaarbuskula yang berada di dalam korteks akar. Arbuskula ini digunakan untukmenyerap nutrisi yang berada di area perakaran.
Mikoriza Viscular Arbuskula (MVA) dan ektomikoriza berguna bagi pertanian dan kehutanan. Ektomokoriza dapat ditumbuhkan secara aksenik di laboratorium sehingga mudah dikembangkan. MVA sulit ditumbuhkan secara aksenik (media buatan) sehingga MVA dianggap merupakan simbion obligat (wajib).
Vesikula berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma yang mengandung lipid dan menjadi alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya bila sel pecah akibat rusaknya korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa yang menembus plasmalema dan membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan. Pembentukan vesikula dan arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama dengan mikoriza berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari dalam tanah.
Selain vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu memperluas ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang hifa eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa dapat membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi.
MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S). Selain itu, MVA memperluas ruang tanah yang dapat dijangkau oleh tanaman inang. Jeruk, umpamanya, dikenal responsif terhadap inokulasi MVA. Inokulasi ini dapat mengarah pada menurunnya penggunaan pupuk P. Selain meningkatkan ketersediaan hara, MVA meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa di tanah membantu akar menyerap air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang terhadap serangan penyakit. MVA, tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh serangan jamur patogen. Demikian pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda. Sebaliknya, tumbuhan yang terinfeksi MVA menurun ketahanannya terhadap serangan virus.
Pengaruh MVA lain yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis antara bakteri bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella mosseae, memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi tanah.
Manfaat Umum MVA
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003) :
1. Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara
Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu dan Akbar, 2003). De la Cruz (1981) dalam Atmaja(2001) dalam Rahayu dan Akbar, 2003 melaporkan lebih banyak lagi unsur hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsur hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bisa diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
2. Tahan Terhadap Serangan Patogen
Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya patogen
2.Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.
3. Fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.
Menurut Ridiah, 2010, terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat.Mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya,sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak,cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen.
Demikian pula mikoriza telah dilaporkan dapat mengurangi serangan nematoda. Jika terhadap jasad renik berguna, MVA memberikan sumbangan yang menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit MVA justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar. Interaksi sebenarnya antara MVA, patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan MVA dalam melindungi tanaman terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan MVA dan tanaman yang terserang
3. Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan
Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polysakarida yang dihasilkan cendawan pembentuk mikoriza., karena bukan merupakan bahan kimia pupuk ini tidak mencemari lingkungan.
4. Mikoriza dapat Memproduksi Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh
Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.
Manfaat Tambahan
Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro. Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik disuatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari yang tanpa mikoriza. Mikoriza selain dari segi fisik dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang.
MEKANISME PENYERAPAN FOSPAT OLEH MIKORIZA
Peranan MVA tersebut dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P dan unsur hara lainnya melalui proses sebagai berikut :
1. Modifikasi Kimia oleh mikoriza dalam proses kelarutan P tanah Pengaruh Mikoriza Arbuskula Pada Ketersediaan dan Penyerapan Unsur Hara Pada tahap ini, terjadi modifikasi kimia oleh mikoriza terhadap akar tanaman, sehingga tanaman mengeksudasi asam-asam norganik dan enzim fosfatase asam yang memacu proses mineralisasi P. Eksudasi akar tersebut terjadi sebagai respon tanaman terhadap kondisi tanah yang kahat P, yang mempengaruhi kimia rizosfer.
2. Perpendekan jarak difusi oleh tanaman bermikoriza. Mekanisme utama bagi pergerakan P ke permukaan akarah melalui difusi yang terjadi akibat adanya gradien konsentrasi, serta merupakan proses yang sangat lambat. Jarak difusi ion-ion fosfat tersebut dapat diperpendek dengan hifa eksternal CMA, yang juga dapat berfungsi sebagai alat penyerap dan translokasi fosfat.
3. Penyerapan P tetap terjadi pada tanaman bermikoriza meskipun terjadi penurunan konsentrasi minimum P. Konsentrasi P yang ada di larutan tanah dapat menjadi sangat rendah dan mencapai konsentrasi minimum yang dapat diserap akar, hal ini terjadi sebagai akibat terjadinya proses penyerapan ion fosfat yang ada di permukaan akar. Di bawah konsentrasi minimum tersebut akar tidak mampu lagi menyerap P dan unsur hara lainnya, sedangkan pada akar bermikoriza, penyerapan tetap terjadi sekalipun konsentrasi ion fosfat berada di bawah konsentrasi minimum yang dapat diserap oleh akar. Proses ini ini terjadi karena afinitas hifa eksternal yang lebih tinggi atau peningkatan daya tarikmenarik ion-ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa MVA
MANFAAT / FUNGSI MIKORIZA BAGI TANAMAN
1. Fungsi yang pertama dan yang paling utama adalah bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan adanya mikoriza diperakaran, tanaman akan tumbuh lebih subur. Bahkan ada peneliti yang mengatakan jika pada akan tanaman tahunan tertentu diberi mikoriza maka tanaman tersebut bisa tumbuh 6-15 kali lebih besar pada umur 2 tahun. Demikian juga tanaman yang lain juga akan tumbuh lebih subur jika diberikan mikoriza seperti jagung, kedelai, padi, cabai, tomat, terong dll.
2. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit akar/ penyakit tanah dan serangan nematoda akar (hewan sejenis cacing kecil yang merusak tanaman). Dengan pemberian mikoriza biasanya tanaman akan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme yang merugikan tanaman seperti Fusarium sp penyebab layu, Phytopthora sp penyebab layu, Pytium sp penyebab rebah kecambah pada pembenihan. Mikoriza mampu menghasilkan minyak atsiri yang bersifat racun bagi jamur penyakit. Selain itu mikoriza juga akan mengambil persediaan makanan bagi jamur penyebab penyakit tersebut.
3. Meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kerjasama yang saling menguntungkan antara mikoriza dan tanaman dilakukan dengan cara tanaman memberikan sisa karbohidrat dan gula yang tidak terpakai kepada mikoriza, dan ditukar dengan unsur-unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K dan Mg oleh mikoriza.
4. Mikoriza menghasilkan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh) di perakaran tanaman sehingga tanaman bisa tumbuh lebih subur dan tidak mudah stres ketika mendapat cekaman lingkungan. Cuma ZPT apa saja yang diberikan mikoriza maspary juga belum tahu, tapi menurut penelitian demikian adanya.
5. Mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh akar karena dibantu oleh miselium jamur mikoriza eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar. Miselium mikoriza mampu masuk dalam celah/ pori tanah yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dimasuki bulu-bulu akar tanaman.
6. Mengurangi stres tanaman dalam kondisi kekurangan air, karena akar tanaman dibantu mikoriza dalam penyerapan air sehingga akar memiliki jangkauan lebih panjang dalam tanah. Menurut informasi jangkauan miselium mikoriza bisa mencapai 10-15 m. Sehingga mikoriza sangat bagus digunakan untuk budidaya tanaman perkebunan seperti jabon, jati, akasia dll
7. Mikoriza dapat meningkatkan aerasi (ketersediaan udara) dalam tanah. Menurut maspary fungsi ini berhubungan dengan kemampuan mikoriza dalam memperbaiki agregat tanah.
8. Memacu perkembangan mikroba saprofitik non patogenik disekitar perakaran sehingga tanaman lebih sehat dan lebih subur
PERANAN MIKORIZA
Mikoriza memberikan berbagai macam manfaat bagi tanaman inang. Menurut Imas et al. (1989) ; Fakuara (1988) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar. Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran, selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematoda (Paul dan Clark, 1996).
Menurut Imas et al. (1989) mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa yang tebal, peningkatan metabolisme akar akibat peningkatan konsumsi oksigen, dan enzim phospatase. Mikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentasinya rendah dalam larutan tanah (Fakuara, 1988). Mikoriza dengan adanya selubung hifa tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan bidang penyerapan (Islami dan Utomo, 1995). Menurut Dighton (2003) adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih ketcil, serta memberikan bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.
Mikoriza dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air (Imas et al., 1989). Sitokinin dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor ion (Paul dan Clark, 1996).
Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Menurut Zak (1967) dalam Imas et al. (1989), ada tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang dihasilkan cendawan.
Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang. Logam berat tersebut diikat dan dikelilingi oleh gugus karboksil dari senyawa pektat (hemiselulose) yang dihasilkan diantara matriks cendawan dan tanaman inang (Paul dan Clark, 1996).
a. Bagi Tanaman:
1. Meningkatkan penyerapan hara, khususnya P
2. Meningkatkan penyerapan air di daerah kering
3. Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
4. Meningkatkan toleransi tanaman terhadap tanah salin atau terkontaminasi logam berat
5. Mempercepat umur berbunga/berbuah dan memperlama masa berbuah
b. Bagi Ekosistem
1. Sebagai indikator lingkungan
2. Membantu dalam siklus hara, konservasi hara
3. Memperbaiki struktur tanah
4. Menyalurkan karbohidrat dari tanaman ke mikroba tanah lainnya (populasi dan diversitas bakteri yang hidup di rizosfir tanaman bermikoriza lebih tinggi dibandingkan pada rizosfir tanaman tidak bermikoriza
5. Dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang
c. Bagi manusia
1. Bahan pangan (edible mycorrhiza)
2. Sebagai Sumber Daya Alam (bermanfaat bagi tanaman dan ekosistem = bagi manusia
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKORIZA
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza, antara lain:
1. Suhu
Suhu yang relative tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora ditanah, penetrasi hifa kedalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
2. Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapa tmeningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air.
3. pH tanah
Perubahan pH tanah melalui Pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora MVA berhubungan erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Intensitas cahaya yang tinggi, kekahatan sedang, nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA.
6. Logam berat dan unsure lain
Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng(Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.
7. Fungisida
Fungisida dapat membunuh mikoriza, dimana pemakaian fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.
PERAN MIKORIZA DAN FAUNA DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI (LAHAN PASCA TAMBANG)
Degradasi lahan merupakan sebuah proses yang diakibatkan oleh ulah manusia atau alam yang berdampak negative terhadap kapasitas lahan untuk dapat berfungsi secara efektif di dalam suatu ekosistem (Nawir, 2008). Indonesia merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong sangat rentan terhadap degradasi jika pengelolaannya tidak tepat. Kegiatan pertambangan batubara merupakan suatu kegiatan yang potensial di Indoneisa dan tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi nasional. Namun kegiatan ini mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, sebagai sumber ekonomi dan perusak lingkungan. Tanah bekas tambang batubara menjadi tidak dapat ditanami dan dapat menimbulkan resiko bencana alam serta bentuk degredasi lingkungan lainnya (Siregar, 2009).
Untuk mengurangi dampak negatif dari lahan terdegradasi pasca tambang, maka pengembalian produktivitas lahan bekas tambang yang pada umumnya dalam kondisi rusak berat harus dilakukan upaya perbaikan lahan (direklamasi). Selain itu, reklamasi juga diperlukan karena pertambahan penduduk dan sebagai etika konservasi (Ferdinand, 2005). Reklamasi harus sudah diperhitungkan pada lahan terdegradasi seperti dalam kegiatan pasca tambang, sehingga areal bekas penambangan tidak ditinggalkan begitu saja dalam keadaan rusak. Sebelum kegiatan revegetasi dilakukan terlebih dahulu dilakukan penataan lahan agar siap untuk ditanami (Ernawati, 2008).
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sebagian wilayahnya telah rusak akibat penambangan batubara, masih minim melakukan upaya reklamasi. Di Kalimantan Selatan, hanya sekitar 30% dari total lahan bekas tambang batubara yang seharusnya direklamasi. Lahan yang dibuka perusahaan pertambangan batubara seluas 3.446 hektar, namun hanya 1.274 hektar yang sudah direklamasi (Siregar, 2009).
Upaya perbaikan lahan bekas tambang batubara di Indonesia mungkin telah banyak dilakukan masyarakat dan pemerintah, seperti penanaman sejumlah pohon akasia. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang optimal. Salah satu metode untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan cara mengeliminasi kontaminan yaitu dengan pemanfaatan mikroorganisme seperti fungi atau jamur yang ramah lingkungan (Widyati, 2007).
Terhadap lahan yang terdegradasi diperlukan suatu tindakan rehabilitasi dengan perbaikan sifat kimia dan biologi tanah. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10 Mg/ha dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, yaitu meningkatkan aktivitas mikroba (Andriani, E. 2009). Kemampuan mikroorganisme dalam mendekomposisi polutan telah banyak dicoba secara luas baik berupa bakteri dan jamur. Imanudin (2010) menyatakan bahwa masalah logam berat yang banyak terdapat di lahan bekas tambang dan berbahaya bagi manusia, dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mampu mengurainya dapat dilakukan sebagai upaya mencegah degradasi lingkungan atau pencemaran tanah.
Filosofi dasar yang dianut untuk memperbaiki ekosistem yang terdegradasi adalah kembali ke alam (back to nature) dan ramah terhadap lingkungan. Prinsip kembali kepada alam berupa pemanfaatan kekayaan mikoriza sebagai salah satu mikroorganisme bermanfaat serta menggunakannya kembali mikoriza dan fauna telah diseleksi dan diinokulasi kembali ke bibit tanaman untuk rehabilitasi lahan terdegradasi.
A. Mikoriza Dalam Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas atau kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman. Beberapa fungi juga mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan yang dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke dalam tubuh tanaman, seperti mikoriza yang bersimbiosis mutualisme dengan tanaman (Faad et al., 2010).
Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian, hampir satu abad lebih menjadi inspirasi peneliti di bidang mikrobiologi hutan, bagaimana teknologi mikoriza turut memberikan andil menjadi input teknologi dalam mempercepat pertumbuhan pohon dan merehabilitasi lahan hutan terdegradasi akibat pembukaan hutan untuk kegiatan pertambangan, illegal logging, dan kebakaran hutan. Teknologi mikoriza merupakan terknologi pemanfaatan jenis-jenis cendawan yang hidup dalam jaringan korteks akar atau sering disebut cendawan mikoriza dan keberadaannya sangat berlimpah di lantai-lantai hutan tropis Indonesia.
Pada saat ini introduksi mikoriza merupakan teknologi yang tidak bisa ditawar lagi untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi di Indonesia. Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik. Penggunaan mikoriza akan bermanfaat apabila telah diketahui tingkat efektivitas jenis mikoriza yang terbentuk pada setiap jenis pohon yang akan diproduksi.
Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006). Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang ber¬peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam rehabilitasi habitat adalah penggunaan mikoriza. Fungi Mikoriza Arbuskulu (FMA) yang berperan dalam penyerapan unsur hara fosfor yang tidak dapat diserap oleh tanaman karena diikat oleh Fe dan Al, melalui bantuan enzim alkalin fosfat yang dihasilkan oleh FMA. Menurut Karyaningsih (2009), Ketahanan tanaman terhadap patogen akar akan meningkat dengan adanya lapisan hifa mikoriza yang merupakan pelindung fisik masuknya patogen. Dalam proses kolonisasinya cendawan ini akan melepaskan antibiotik mematikan selain itu pula semua hasil eksudat tanaman yang dikeluarkan akan dimanfaatkan sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen.
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman- CMA ini memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun, dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.
Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu, disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar (rambut akar), kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan rambut akar, dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah (setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar). CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P-tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akartanaman. CMA juga berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal.
Satu spesies CMA dapat berasosiasi dengan berbagai tanaman sehingga satu macam CMA dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Pada saat ini telah dihasilkan berbagai inokulan CMA,umumnya dari spesies Glomus, Gigaspora, dan Acaulospora (Nursanti et al, . 2009).
B. Aplikasi mikoriza
Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan, diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam bentuk produk inokulum. Cendawan mikoriza merupakan salah satu alternatif teknologi rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi yang dapat diterapkan di Indonesia. Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang (pohon) yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak. Sebagai contoh Pinus merkusii yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit dengan mikoriza pada perakarannya.
Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman. Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sampai dewasa (Novriani dan Madjid, 2011).
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji akan mendukung pula untuk perkecambahan spora mikoriza. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim dan selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman.
Suhu yang relatif tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikoriza. Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hal ini menguntungkan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Pada umumnya infeksi oleh cendawan mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40°C. Jadi, suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktivitas mikoriza. Justru sebaliknya, suhu yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang(Kurnianto,2009).
III.PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan antara lain:
1. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak.
2. Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
3. Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
4. Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
5. Cendawan mikoriza sangat bermafaat bagi tanaman terutaman pada tanah kering antara lain : 1. Meningkatkan transportasi air ke akar, 2. Ketersediaan unsur P tanaman meningkat, 3. Hifa eksternal ( jamur mikoriza ) membuat tanaman lebih mampu mendapatkan ait dan P, 4. Kebutuhan air untuk memproduksi bobot kering lebih sedikit, 5. tanaman lebih tahan kekeringan, 6. secara tidak langsung menigkatkan kemampuan tanah menyimpan air
6. Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P.
7. MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S).
8. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza antara lain: 1) Suhu, 2) Kadar air tanah, 3) pH tanah, 4) Bahan organic, 5) Cahaya dan ketersediaan hara, 6) Logam berat dan unsure lain, 7) Fungisida.
9. Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia.
10. Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006).
11. Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Dedikurniawan.2013.bioteknologi pertanian mikoriza. http://dedykurniawan88.blogspot.co.id/2013/06/bioteknologi-pertanian-mikoriza.html di unduh 15 september 2015
Syib’li. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Eksistensi Hutan dan Ekonomi Indonesia.
Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan. Mikoriza Arbuskula. Karya Tulis. Departemen. Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera.
Morton. 2012. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Vol 1. Jakarta. EGC.
Anas. 1998. Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Cetakan keempat. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Amalia, Rachmawati. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persen Lemak Tubuh Pada.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Sesuai Kaidah Ekologi.
Anas, I., E. Premono dan R. Widyastuti. 1997. Peningkatan Efisiensi Pemupukan P Dengan Menggunakan Mikroorganisme Pelarut P. IPB Press. Bogor.
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang Sesuai Kaidah Ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana, IPB : Bogor
Mosse, S. 1981. Vesicular Arbuscular Mycorizarescarh for Tropical Agriculture. Ress. Bull
Lukiwati, D. R. 2007. Peningkatan produksi bahan kering dan kecernaan Pueraria phaseoloides dan Centrosema pubescensdengan batuan fosfat dan inokulasi Mikoriza arbuskular.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9: 1-5.
Sieverding, E. 1991. Vesicular Arbuscular Mychorrhiza Management in Tropical Agrosystem. Eschbom: Deutsche GHTZ Gmbh
Siti Kabirun dalam Wikipedia, 2011, Mikoriza, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza, pada tanggal 15 September 2015
Rahayu, Novi., dan Ade Kusuma Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan Bahan Organik Dalam Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penambangan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak
Imas et al. 1989. Mikrobiologi Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Paul, E. A. dan F. E. Clark. 1996. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc, California.
Widyati, E. 2007. Formulasi inokulum mikroba: MA, BPF dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit Acacia crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Biodiversitas, 8 (3):238-241.
Andriani, E. 2009. Lingkungan hidup bumiku, bumimu, bumi kita degradasi tanah. https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/degradasi-tanah/.
Kurnianto, Mundirun. 2009. Mikoriza, Pupuk Hayati Super. http://www.Harian Pikiran Rakyat.
KEHIDUPAN MIKORIZA DI DALAM TANAH
I.PENDAHULUAN
Tanah merupakan tempat tumbuh bagi tanaman yang perlu dijaga. Karena di dalam tanah terdapat banyak jasad mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu contoh dari mikroorganisme tersebut adalah cendawan. Cendawan dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Cendawan ini dapat menghasilkkan material yang mampu mendorong agregasi tanah sehingga tanaman dapat meningkatkan proses aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Selain itu, cendawan mikoriza dapat berperan dalam mengendalikan penyakit pada tanaman. Hal ini disebabkan karena cendawan mampu memanfaatkan karbohidrat lebih banyak yang diperoleh dari akar sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, memacu perkembangan mikroba saprofiti di sekitar perakaran, dan menghasilkan antibiotik.
Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, baik ditempat pemberian pupuk maupun di lokasi akumulasi bahan kimia tersebut. Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema,di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan.
Meningkatnya kesadaran manusia terhadap terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas pertanian telah mendorong timbulnya paradigma baru dalam sistem pertanian yang merupakan koreksi terhadap paradigma sebelumnya. Dimana paradigma sebelumnya menekankan pada hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan bahan kimia sebanyak-banyaknya. Maka paradigma baru mulai memikirkan cara bagaimana mendapatkan hasil pertanian secara maksimal tanpa merusak lingkungan, salah satu cara untuk menggantikan sebagian atau seluruh fungsi pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfatkan pupuk hayati Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular.
II. PEMBAHASAN
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan.Jamur mikoriza pertama kali ditemukan oleh Frank, seorang ilmuwan dari Eropa pada tahun 1885 dan diartikan sebagai root fungus (jamur akar) karena kemampuannya mengambil unsur hara seperti layaknya fungsi akar tanaman.
Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)
Mikoriza yang umum ditemukan adalah mikoriza vesikula arbuskula. Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) adalah suatu simbiosis yang ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar, dan merupakan salah satu tipe beberapa tipe mikoriza yang dikenal. Beberapa jenis mikoriza yang telah ditemukan adalah ectomycoorhizae (ECM), vesikular-arbuskular mycoorhizae (VAM/endomikoriza), ectendomycoorhizae, Ericoid mycoorhizae, Orchid mycoorhizae, dan Arbutoid mycoorhizae (didasarkan pada struktur mikoriza).
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008).
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari hasil fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006).
CMA termasuk fungi divisi Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari Glomus,Entrophospora,Acaulospora,Archaeospora,Paraglomus,Gigaspora dan Scutellospora. Hifa memasuki sel kortek akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah, membentuk chlamydospores (Morton, 2003).
Marin (2006) mengemukakan bahwa lebih dari 80% tanaman dapat bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman. Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
Hampir sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga (family) pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir bersimbiosa dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti, kruing, kamper (jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus, beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum. Struktur anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM memiliki struktur khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat pertukaran sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur.
Hifa jamur EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar yang bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan. Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah. Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas, 1998).
Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terinfeksi hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum. Tanaman perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh, tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati, 2003).
Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belum berhasil. Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004). 1. Vesikel (Vesicle) Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu, 2004). 2. Arbuskul Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004).
Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman inang.
Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut. 3. Spora Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981).
Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-kadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar. Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan akhirnya spora (Mosse, 1981).
Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota.Taksonomi CMA berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp.
CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu, jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
CMA beradaptasi secara edaphoclimatic serta dengan kondisi kultur teknis tanaman. CMA yang beradaftasi dengan baik tersebut merupakan fungi indigen yang terseleksi dari ekosistem pada tanaman tersebut. Selanjutnya fungi indigen yang terisolasi harus dievaluasi dalam kaitan respon inokulasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang berbeda. (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
Hal ini sejalan dengan penelitian lapangan yang dilakukan Lukiwati (2007) dan Sieverding (1991) bahwa keberhasilan inokulasi CMA tergantung kepada spesies CMA indegen serta potensi dari inokulan sendiri. Lebih jauh dikemukakan bahwa keefektifan populasi CMA indigen berhubungan dengan beberapa faktor seperti status hara tanah, tanaman inang, kepadatan propagula, serta kompetisi antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya. Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah. Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 – 5 cm. Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002).
Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding, 1991).
JENIS MIKORIZA
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara simbiosisnya, Mikoriza terbagi ke dalam 3 golongan besar, yaitu:
1. EKTOMIKORIZA
Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
Ciri dari Ektomikoriza
• Struktur organ fungi dapat dilihat tanpa mikroskop (terlihat ada mantel hifa yang menyelimuti ujung akar tanaman).
• Infeksi tidak menembus sel-sel akar (hanya pada rongga antar sel) membentuk Hartig net.
• Bersimbiosis dengan tanaman tertentu: Pinus, Ekaliptus, Merbau, Dipterocarpaceae (keluarga meranti) Saninten, dan Melinjo.
• Dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman (Miselia dapat ditumbuhkan pada media kultur agar dan cair).
2. ENDOMIKORIZA
Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antar sel. Jenis mikoriza ini banyak ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan komoditi pertanian penting, seperti kacang-kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran dan tanaman hias. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
Berdasarkan tipe infeksinya, dikenal tiga kelompok endomikoriza: ericaceous (Ericales dengan sejumlah Ascomycota),orchidaceou(Orchidaceae dengan sekelompok Basidiomycota), dan vesikular arbuskular (sejumlah tumbuhan berpembuluh dengan Endogonales, membentuk struktur vesikula (gelembung) dan arbuskula dalam korteks akar) disingkat MVA.
Ciri dari Endomikoriza
• Struktur organ fungi = mikro.
• Hifa internal dan eksternal, arbuskula, vesikula dan spora umumnya terbentuk di dalam / menembus akar.
• Bersimbiosis dengan 90% famili tanaman darat kehutanan, pertanian (pangan dan hortikultura),perkebunan, dan tanaman pakan ternak.
• Belum dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman.
• Genus (berdasarkan morfologi spora dan DNA)
• Glomus,Acaulospora,Entrophospora,Gigaspora,Scutellospora,Archaeospora, Paraglomus,Geosiphon,Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora.
3. EKTENDOMIKORIZA
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas.
Mikoriza vesikular-arbuskular
Kita sudah mengenal Mikoriza Vesikular Arbuskular sebagai salah satu pupuk hayati yang mampu meningkatkan serapan unsur hara makro P dalam tanah, bahkan dapat meningkatkan pula serapan terhadap unsur hara mikro seperti Cu dan Zn. Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan asosiasi antara cendawan tertentu dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar.Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Pospat (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baikcendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yanglebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang.
Menurut Siti dalam Wikipedia, 2011,Vesikular merupakan suatu struktur berbentuk lonjongatau bulat yang mengandungcairan lemak dan berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembangmenjadi klamidospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan strukturtahan. Sedangkan yang dimaksud dengan Arbuskular adalah struktur hifa yangbercabang-cabang seperti pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk poladikotom) berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inangdengan jamur. Endomikoriza tidak membentuk mantel yang menyelimuti akar, karenajamur ini berada di dalam korteks akar. Tipe jamur ini, adalah dengan adanyaarbuskula yang berada di dalam korteks akar. Arbuskula ini digunakan untukmenyerap nutrisi yang berada di area perakaran.
Mikoriza Viscular Arbuskula (MVA) dan ektomikoriza berguna bagi pertanian dan kehutanan. Ektomokoriza dapat ditumbuhkan secara aksenik di laboratorium sehingga mudah dikembangkan. MVA sulit ditumbuhkan secara aksenik (media buatan) sehingga MVA dianggap merupakan simbion obligat (wajib).
Vesikula berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma yang mengandung lipid dan menjadi alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya bila sel pecah akibat rusaknya korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa yang menembus plasmalema dan membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan. Pembentukan vesikula dan arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama dengan mikoriza berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari dalam tanah.
Selain vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu memperluas ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang hifa eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa dapat membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi.
MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S). Selain itu, MVA memperluas ruang tanah yang dapat dijangkau oleh tanaman inang. Jeruk, umpamanya, dikenal responsif terhadap inokulasi MVA. Inokulasi ini dapat mengarah pada menurunnya penggunaan pupuk P. Selain meningkatkan ketersediaan hara, MVA meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa di tanah membantu akar menyerap air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang terhadap serangan penyakit. MVA, tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh serangan jamur patogen. Demikian pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda. Sebaliknya, tumbuhan yang terinfeksi MVA menurun ketahanannya terhadap serangan virus.
Pengaruh MVA lain yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis antara bakteri bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella mosseae, memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi tanah.
Manfaat Umum MVA
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003) :
1. Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara
Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu dan Akbar, 2003). De la Cruz (1981) dalam Atmaja(2001) dalam Rahayu dan Akbar, 2003 melaporkan lebih banyak lagi unsur hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsur hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bisa diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
2. Tahan Terhadap Serangan Patogen
Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya patogen
2.Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.
3. Fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.
Menurut Ridiah, 2010, terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat.Mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya,sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak,cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen.
Demikian pula mikoriza telah dilaporkan dapat mengurangi serangan nematoda. Jika terhadap jasad renik berguna, MVA memberikan sumbangan yang menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit MVA justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar. Interaksi sebenarnya antara MVA, patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan MVA dalam melindungi tanaman terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan MVA dan tanaman yang terserang
3. Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan
Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polysakarida yang dihasilkan cendawan pembentuk mikoriza., karena bukan merupakan bahan kimia pupuk ini tidak mencemari lingkungan.
4. Mikoriza dapat Memproduksi Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh
Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.
Manfaat Tambahan
Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro. Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik disuatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari yang tanpa mikoriza. Mikoriza selain dari segi fisik dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang.
MEKANISME PENYERAPAN FOSPAT OLEH MIKORIZA
Peranan MVA tersebut dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P dan unsur hara lainnya melalui proses sebagai berikut :
1. Modifikasi Kimia oleh mikoriza dalam proses kelarutan P tanah Pengaruh Mikoriza Arbuskula Pada Ketersediaan dan Penyerapan Unsur Hara Pada tahap ini, terjadi modifikasi kimia oleh mikoriza terhadap akar tanaman, sehingga tanaman mengeksudasi asam-asam norganik dan enzim fosfatase asam yang memacu proses mineralisasi P. Eksudasi akar tersebut terjadi sebagai respon tanaman terhadap kondisi tanah yang kahat P, yang mempengaruhi kimia rizosfer.
2. Perpendekan jarak difusi oleh tanaman bermikoriza. Mekanisme utama bagi pergerakan P ke permukaan akarah melalui difusi yang terjadi akibat adanya gradien konsentrasi, serta merupakan proses yang sangat lambat. Jarak difusi ion-ion fosfat tersebut dapat diperpendek dengan hifa eksternal CMA, yang juga dapat berfungsi sebagai alat penyerap dan translokasi fosfat.
3. Penyerapan P tetap terjadi pada tanaman bermikoriza meskipun terjadi penurunan konsentrasi minimum P. Konsentrasi P yang ada di larutan tanah dapat menjadi sangat rendah dan mencapai konsentrasi minimum yang dapat diserap akar, hal ini terjadi sebagai akibat terjadinya proses penyerapan ion fosfat yang ada di permukaan akar. Di bawah konsentrasi minimum tersebut akar tidak mampu lagi menyerap P dan unsur hara lainnya, sedangkan pada akar bermikoriza, penyerapan tetap terjadi sekalipun konsentrasi ion fosfat berada di bawah konsentrasi minimum yang dapat diserap oleh akar. Proses ini ini terjadi karena afinitas hifa eksternal yang lebih tinggi atau peningkatan daya tarikmenarik ion-ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa MVA
MANFAAT / FUNGSI MIKORIZA BAGI TANAMAN
1. Fungsi yang pertama dan yang paling utama adalah bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan adanya mikoriza diperakaran, tanaman akan tumbuh lebih subur. Bahkan ada peneliti yang mengatakan jika pada akan tanaman tahunan tertentu diberi mikoriza maka tanaman tersebut bisa tumbuh 6-15 kali lebih besar pada umur 2 tahun. Demikian juga tanaman yang lain juga akan tumbuh lebih subur jika diberikan mikoriza seperti jagung, kedelai, padi, cabai, tomat, terong dll.
2. Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit akar/ penyakit tanah dan serangan nematoda akar (hewan sejenis cacing kecil yang merusak tanaman). Dengan pemberian mikoriza biasanya tanaman akan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme yang merugikan tanaman seperti Fusarium sp penyebab layu, Phytopthora sp penyebab layu, Pytium sp penyebab rebah kecambah pada pembenihan. Mikoriza mampu menghasilkan minyak atsiri yang bersifat racun bagi jamur penyakit. Selain itu mikoriza juga akan mengambil persediaan makanan bagi jamur penyebab penyakit tersebut.
3. Meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kerjasama yang saling menguntungkan antara mikoriza dan tanaman dilakukan dengan cara tanaman memberikan sisa karbohidrat dan gula yang tidak terpakai kepada mikoriza, dan ditukar dengan unsur-unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K dan Mg oleh mikoriza.
4. Mikoriza menghasilkan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh) di perakaran tanaman sehingga tanaman bisa tumbuh lebih subur dan tidak mudah stres ketika mendapat cekaman lingkungan. Cuma ZPT apa saja yang diberikan mikoriza maspary juga belum tahu, tapi menurut penelitian demikian adanya.
5. Mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh akar karena dibantu oleh miselium jamur mikoriza eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar. Miselium mikoriza mampu masuk dalam celah/ pori tanah yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dimasuki bulu-bulu akar tanaman.
6. Mengurangi stres tanaman dalam kondisi kekurangan air, karena akar tanaman dibantu mikoriza dalam penyerapan air sehingga akar memiliki jangkauan lebih panjang dalam tanah. Menurut informasi jangkauan miselium mikoriza bisa mencapai 10-15 m. Sehingga mikoriza sangat bagus digunakan untuk budidaya tanaman perkebunan seperti jabon, jati, akasia dll
7. Mikoriza dapat meningkatkan aerasi (ketersediaan udara) dalam tanah. Menurut maspary fungsi ini berhubungan dengan kemampuan mikoriza dalam memperbaiki agregat tanah.
8. Memacu perkembangan mikroba saprofitik non patogenik disekitar perakaran sehingga tanaman lebih sehat dan lebih subur
PERANAN MIKORIZA
Mikoriza memberikan berbagai macam manfaat bagi tanaman inang. Menurut Imas et al. (1989) ; Fakuara (1988) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar. Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran, selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematoda (Paul dan Clark, 1996).
Menurut Imas et al. (1989) mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa yang tebal, peningkatan metabolisme akar akibat peningkatan konsumsi oksigen, dan enzim phospatase. Mikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentasinya rendah dalam larutan tanah (Fakuara, 1988). Mikoriza dengan adanya selubung hifa tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan bidang penyerapan (Islami dan Utomo, 1995). Menurut Dighton (2003) adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih ketcil, serta memberikan bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.
Mikoriza dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air (Imas et al., 1989). Sitokinin dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor ion (Paul dan Clark, 1996).
Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Menurut Zak (1967) dalam Imas et al. (1989), ada tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang dihasilkan cendawan.
Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang. Logam berat tersebut diikat dan dikelilingi oleh gugus karboksil dari senyawa pektat (hemiselulose) yang dihasilkan diantara matriks cendawan dan tanaman inang (Paul dan Clark, 1996).
a. Bagi Tanaman:
1. Meningkatkan penyerapan hara, khususnya P
2. Meningkatkan penyerapan air di daerah kering
3. Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
4. Meningkatkan toleransi tanaman terhadap tanah salin atau terkontaminasi logam berat
5. Mempercepat umur berbunga/berbuah dan memperlama masa berbuah
b. Bagi Ekosistem
1. Sebagai indikator lingkungan
2. Membantu dalam siklus hara, konservasi hara
3. Memperbaiki struktur tanah
4. Menyalurkan karbohidrat dari tanaman ke mikroba tanah lainnya (populasi dan diversitas bakteri yang hidup di rizosfir tanaman bermikoriza lebih tinggi dibandingkan pada rizosfir tanaman tidak bermikoriza
5. Dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang
c. Bagi manusia
1. Bahan pangan (edible mycorrhiza)
2. Sebagai Sumber Daya Alam (bermanfaat bagi tanaman dan ekosistem = bagi manusia
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKORIZA
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza, antara lain:
1. Suhu
Suhu yang relative tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora ditanah, penetrasi hifa kedalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
2. Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapa tmeningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air.
3. pH tanah
Perubahan pH tanah melalui Pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
4. Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora MVA berhubungan erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah.
5. Cahaya dan ketersediaan hara
Intensitas cahaya yang tinggi, kekahatan sedang, nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA.
6. Logam berat dan unsure lain
Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng(Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.
7. Fungisida
Fungisida dapat membunuh mikoriza, dimana pemakaian fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.
PERAN MIKORIZA DAN FAUNA DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI (LAHAN PASCA TAMBANG)
Degradasi lahan merupakan sebuah proses yang diakibatkan oleh ulah manusia atau alam yang berdampak negative terhadap kapasitas lahan untuk dapat berfungsi secara efektif di dalam suatu ekosistem (Nawir, 2008). Indonesia merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong sangat rentan terhadap degradasi jika pengelolaannya tidak tepat. Kegiatan pertambangan batubara merupakan suatu kegiatan yang potensial di Indoneisa dan tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi nasional. Namun kegiatan ini mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, sebagai sumber ekonomi dan perusak lingkungan. Tanah bekas tambang batubara menjadi tidak dapat ditanami dan dapat menimbulkan resiko bencana alam serta bentuk degredasi lingkungan lainnya (Siregar, 2009).
Untuk mengurangi dampak negatif dari lahan terdegradasi pasca tambang, maka pengembalian produktivitas lahan bekas tambang yang pada umumnya dalam kondisi rusak berat harus dilakukan upaya perbaikan lahan (direklamasi). Selain itu, reklamasi juga diperlukan karena pertambahan penduduk dan sebagai etika konservasi (Ferdinand, 2005). Reklamasi harus sudah diperhitungkan pada lahan terdegradasi seperti dalam kegiatan pasca tambang, sehingga areal bekas penambangan tidak ditinggalkan begitu saja dalam keadaan rusak. Sebelum kegiatan revegetasi dilakukan terlebih dahulu dilakukan penataan lahan agar siap untuk ditanami (Ernawati, 2008).
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sebagian wilayahnya telah rusak akibat penambangan batubara, masih minim melakukan upaya reklamasi. Di Kalimantan Selatan, hanya sekitar 30% dari total lahan bekas tambang batubara yang seharusnya direklamasi. Lahan yang dibuka perusahaan pertambangan batubara seluas 3.446 hektar, namun hanya 1.274 hektar yang sudah direklamasi (Siregar, 2009).
Upaya perbaikan lahan bekas tambang batubara di Indonesia mungkin telah banyak dilakukan masyarakat dan pemerintah, seperti penanaman sejumlah pohon akasia. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang optimal. Salah satu metode untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan cara mengeliminasi kontaminan yaitu dengan pemanfaatan mikroorganisme seperti fungi atau jamur yang ramah lingkungan (Widyati, 2007).
Terhadap lahan yang terdegradasi diperlukan suatu tindakan rehabilitasi dengan perbaikan sifat kimia dan biologi tanah. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10 Mg/ha dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, yaitu meningkatkan aktivitas mikroba (Andriani, E. 2009). Kemampuan mikroorganisme dalam mendekomposisi polutan telah banyak dicoba secara luas baik berupa bakteri dan jamur. Imanudin (2010) menyatakan bahwa masalah logam berat yang banyak terdapat di lahan bekas tambang dan berbahaya bagi manusia, dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mampu mengurainya dapat dilakukan sebagai upaya mencegah degradasi lingkungan atau pencemaran tanah.
Filosofi dasar yang dianut untuk memperbaiki ekosistem yang terdegradasi adalah kembali ke alam (back to nature) dan ramah terhadap lingkungan. Prinsip kembali kepada alam berupa pemanfaatan kekayaan mikoriza sebagai salah satu mikroorganisme bermanfaat serta menggunakannya kembali mikoriza dan fauna telah diseleksi dan diinokulasi kembali ke bibit tanaman untuk rehabilitasi lahan terdegradasi.
A. Mikoriza Dalam Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas atau kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman. Beberapa fungi juga mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan yang dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke dalam tubuh tanaman, seperti mikoriza yang bersimbiosis mutualisme dengan tanaman (Faad et al., 2010).
Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian, hampir satu abad lebih menjadi inspirasi peneliti di bidang mikrobiologi hutan, bagaimana teknologi mikoriza turut memberikan andil menjadi input teknologi dalam mempercepat pertumbuhan pohon dan merehabilitasi lahan hutan terdegradasi akibat pembukaan hutan untuk kegiatan pertambangan, illegal logging, dan kebakaran hutan. Teknologi mikoriza merupakan terknologi pemanfaatan jenis-jenis cendawan yang hidup dalam jaringan korteks akar atau sering disebut cendawan mikoriza dan keberadaannya sangat berlimpah di lantai-lantai hutan tropis Indonesia.
Pada saat ini introduksi mikoriza merupakan teknologi yang tidak bisa ditawar lagi untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi di Indonesia. Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik. Penggunaan mikoriza akan bermanfaat apabila telah diketahui tingkat efektivitas jenis mikoriza yang terbentuk pada setiap jenis pohon yang akan diproduksi.
Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006). Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang ber¬peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam rehabilitasi habitat adalah penggunaan mikoriza. Fungi Mikoriza Arbuskulu (FMA) yang berperan dalam penyerapan unsur hara fosfor yang tidak dapat diserap oleh tanaman karena diikat oleh Fe dan Al, melalui bantuan enzim alkalin fosfat yang dihasilkan oleh FMA. Menurut Karyaningsih (2009), Ketahanan tanaman terhadap patogen akar akan meningkat dengan adanya lapisan hifa mikoriza yang merupakan pelindung fisik masuknya patogen. Dalam proses kolonisasinya cendawan ini akan melepaskan antibiotik mematikan selain itu pula semua hasil eksudat tanaman yang dikeluarkan akan dimanfaatkan sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen.
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman- CMA ini memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun, dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.
Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu, disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar (rambut akar), kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan rambut akar, dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah (setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar). CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P-tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akartanaman. CMA juga berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal.
Satu spesies CMA dapat berasosiasi dengan berbagai tanaman sehingga satu macam CMA dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Pada saat ini telah dihasilkan berbagai inokulan CMA,umumnya dari spesies Glomus, Gigaspora, dan Acaulospora (Nursanti et al, . 2009).
B. Aplikasi mikoriza
Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan, diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam bentuk produk inokulum. Cendawan mikoriza merupakan salah satu alternatif teknologi rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi yang dapat diterapkan di Indonesia. Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang (pohon) yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak. Sebagai contoh Pinus merkusii yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit dengan mikoriza pada perakarannya.
Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman. Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sampai dewasa (Novriani dan Madjid, 2011).
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji akan mendukung pula untuk perkecambahan spora mikoriza. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim dan selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman.
Suhu yang relatif tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikoriza. Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hal ini menguntungkan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Pada umumnya infeksi oleh cendawan mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40°C. Jadi, suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktivitas mikoriza. Justru sebaliknya, suhu yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang(Kurnianto,2009).
III.PENUTUP
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan antara lain:
1. Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak.
2. Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
3. Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
4. Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
5. Cendawan mikoriza sangat bermafaat bagi tanaman terutaman pada tanah kering antara lain : 1. Meningkatkan transportasi air ke akar, 2. Ketersediaan unsur P tanaman meningkat, 3. Hifa eksternal ( jamur mikoriza ) membuat tanaman lebih mampu mendapatkan ait dan P, 4. Kebutuhan air untuk memproduksi bobot kering lebih sedikit, 5. tanaman lebih tahan kekeringan, 6. secara tidak langsung menigkatkan kemampuan tanah menyimpan air
6. Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P.
7. MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S).
8. Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza antara lain: 1) Suhu, 2) Kadar air tanah, 3) pH tanah, 4) Bahan organic, 5) Cahaya dan ketersediaan hara, 6) Logam berat dan unsure lain, 7) Fungisida.
9. Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia.
10. Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006).
11. Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Dedikurniawan.2013.bioteknologi pertanian mikoriza. http://dedykurniawan88.blogspot.co.id/2013/06/bioteknologi-pertanian-mikoriza.html di unduh 15 september 2015
Syib’li. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Eksistensi Hutan dan Ekonomi Indonesia.
Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan. Mikoriza Arbuskula. Karya Tulis. Departemen. Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera.
Morton. 2012. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Vol 1. Jakarta. EGC.
Anas. 1998. Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Cetakan keempat. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Amalia, Rachmawati. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persen Lemak Tubuh Pada.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Sesuai Kaidah Ekologi.
Anas, I., E. Premono dan R. Widyastuti. 1997. Peningkatan Efisiensi Pemupukan P Dengan Menggunakan Mikroorganisme Pelarut P. IPB Press. Bogor.
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang Sesuai Kaidah Ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana, IPB : Bogor
Mosse, S. 1981. Vesicular Arbuscular Mycorizarescarh for Tropical Agriculture. Ress. Bull
Lukiwati, D. R. 2007. Peningkatan produksi bahan kering dan kecernaan Pueraria phaseoloides dan Centrosema pubescensdengan batuan fosfat dan inokulasi Mikoriza arbuskular.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9: 1-5.
Sieverding, E. 1991. Vesicular Arbuscular Mychorrhiza Management in Tropical Agrosystem. Eschbom: Deutsche GHTZ Gmbh
Siti Kabirun dalam Wikipedia, 2011, Mikoriza, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza, pada tanggal 15 September 2015
Rahayu, Novi., dan Ade Kusuma Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan Bahan Organik Dalam Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penambangan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak
Imas et al. 1989. Mikrobiologi Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Paul, E. A. dan F. E. Clark. 1996. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc, California.
Widyati, E. 2007. Formulasi inokulum mikroba: MA, BPF dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit Acacia crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Biodiversitas, 8 (3):238-241.
Andriani, E. 2009. Lingkungan hidup bumiku, bumimu, bumi kita degradasi tanah. https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/degradasi-tanah/.
Kurnianto, Mundirun. 2009. Mikoriza, Pupuk Hayati Super. http://www.Harian Pikiran Rakyat.
Kamis, 12 Mei 2016
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum L)
LAPORAN PRAKTIKUM AGROEKOLOGI
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )
Disusun Oleh:
Nama : Ulfi Setyaningrum
Kelompok : II E
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L ) “ . Penulisan laporan hasil praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )” dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agroekologi.
Dalam pelaksanaan praktikum dan penulisan hasil praktikum, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tidar.
2. Dosen Pengampu mata kuliah Agroekologi.
3. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu, baik dalam pelaksanaan maupun penulisan laporan praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )”.
Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Magelang, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR LAMPIRAN 4
I. PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang Praktikum 5
B. Tujuan Praktikum 6
C. Manfaat Praktikum 6
II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Tanaman Tomat .................................................................................. 12
B. Tempat penanaman ............................................................................ 12
C. Berat basah dan berat kering tanaman............................................... 12
III. METODE PERCOBAAN 13
A. Waktu dan Tempat percobaan 13
B. Bahan dan alat percobaan 13
C. Metode percobaan 13
D. Tahapan percobaan ............................................................................. 14
E. Parameter pengamatan ....................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17
V. KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 3
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel Pengukuran Rata-rata Tinggi Tanaman per minggu(Cm)
Lampiran 2 : Tabel Rata-rata Jumlah daun Tanaman per minggu(helai)
Lampiran 3 : Tabel Pengamatan Visual
Lampiran 4 : Tabel Distribusi Pengakaran
BAB I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tanaman tomat termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan bekas sawah dan lahan kering. Tanaman dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur, sarang, subur, banyak mengandung humus dan pH tanah berkisar antara 5-6. Temperatur optimum untuk pertumbuhan tomat antara 21-240C. Waktu tanam diperhitungkan berdasarkan kemungkinan bahwa waktu berbunga dan berbuah jatuh dimusim kemarau tetapi masih ada sedikit hujan.
Faktor-faktor lingkugan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat,terutama fungsi fisiologis dan morfologis tanaman,apabila faktor tersebut bisa mengalami dormansi / dorman yaitu berhenti melakukan aktifitas hidup.Faktor-faktor lingkungan dibedakan menjadi 2 yaitu:faktor biotik dan abiotik.Lingkungan biotik terdiri atas organisme-organisme hidup di luar lingkungan abiotik (manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme).Namun pada pengaruh faktor lingkungan faktor abiotik merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.Tanaman secara umum dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman berdasarkan karakter sifat interval (genetik) dari tanaman tersebut,sehingga keberhasilan suatu tanaman dalam melangsungkan aktifitas hidupnya sangat ditentukan oleh kelangsungan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor genetik.Faktor lingkungan abiotik terdiri dari tanah,air,udara,kelembaban udara,angin,cahaya matahari dan suhu.
Dalam pertumbuhan tanaman tomat, memerlukan media dan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah cahaya. Sehubungan dengan adanya tomat yang dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh cahaya, pada penelitian ini akan membahas mengenai perlakuan yang akan ditimbulkan dari pemberian intensitas cahya yang berbeda. Untuk mengetahui secara detail, maka perlu diketahui bahwa cahaya merupakan energi yang berbentuk gelombang dan membantu kita untuk melihat. Tumbuhan hijau termasuk tomat, memerlukan cahaya tidak hanya untuk membuat makanan, tetapi juga untuk pertumbuhan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu sumber cahaya di bumi ini adalah matahari.
B. Tujuan Percobaan:
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman Tomat.
2. Untuk mengetahui perbedaan yang timbul pada pertumbuhan tanaman Tomat yang ditanam di rumah kaca, naungan dan terbuka.
3. Untuk mengetahui aspek yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat
C.Manfaat Percobaan :
1. Dalam praktikum ini dapat mengetahui keadaan pertumbuhan fisik tanaman tomat terhadap faktor lingkungan
2. Mahasiswa dapat lebih selektif dalam memilih lingkungan untuk menanam tanaman tomat.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A .TANAMAN TOMAT
a.Klasifikasi tanaman Tomat
Tanaman tomat termasuk dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas Asteridae , Ordo Solanales, Famili Solanaceae (suku terung-terungan), Genus Solanum, Spesies Solanum lycopersicum L. (Chandra, 2013)
b.Morfologi tanaman Tomat
Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus kedalam tanah dan akar serabuat yang tumbuh ke arah samping tetapi dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam ditanah yang gembur dan porous(Dra,Riana Rakartika 2003).
Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambuat halus dan diantara bulu – bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas – ruas batang mengalami penebalan, dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Selain itu, batang tanaman tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang banyak yang menyebar secara merata(Dra,Riana Rakartika 2003).
Daun tanaman tomat (berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan mambentuk celah – celah menyirip agak melengkung kedalam. Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7. Ukuran daun sekitar (15 – 30 cm) x (10 x 25 cm) dengan panjang tangkai sekitar 3 – 6 cm. diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman(Dra,Riana Rakartika 2003).
Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2cm dan berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian lain pada bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari bunga tomat Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah, berjumlah sekitar 6 buah dan berukuran sekitar 1 cm. bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari atau tepung sari dan kepala benang sari atau kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunganya memiliki 6 buah tepung sari dengan kepala putik berwarna sama dengan mahkota bunga, yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang cabang yang masih muda(Dra,Riana Rakartika 2003).
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwarna hijau muda, bila sudah matang warnanya menjadi merah(Dra,Riana Rakartika 2003).
c. Syarat tumbuh tanaman Tomat
● Syarat Tumbuh.
a. Iklim
Tanaman tomat bisa tumbuh baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, tergantung varietasnya(Tugiyono Hery, 2002). Tanaman tomat dapat tumbuh baik di dataran tinggi (lebih dari 700 m dpi), dataran medium (200 m - 700 m dpi), dan dataran rendah (kurang dari 200 m dpl). Faktor temperatur dapat mempengaruhi warna buah(Tugiyono Hery, 2002). Pada temperatur tinggi (di atas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur tidak tetap warna buah cenderung tidak merata(Tugiyono Hery, 2002). Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah tomat adalah antara 24°C - 28°C yang umumnya merah merata(Tugiyono Hery, 2002) . Keadaan temperatur dan kelembaban yang tinggi, berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas buah tomat(Tugiyono Hery, 2002). kelembaban yang relatip diperlukan untuk tanaman tomat adalah 80 %. Tanaman tomat memerlukan intensitas cahaya matahari sekurang–kurangya 10-12 jam setiap hari (Sastrahidayat. 1992).
b.Tanah
Tanaman tomat merupakan tanaman yang bisa tumbuh disegala tempat, dari daerah dataran rendah sampai daerah dataran tinggi (pegunungan) untuk pertumbuhan yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar keasaman pH antara lain 5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai tanam sampai tanaman mulai dari panen. Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate(Tugiyono Hery, 2002). Tanaman tomat bertipe determinate mempunyai pola pertumbuhan batang secara vertikal yang terbatas dan diakhiri dengan pertumbuhan organ vegetatif (akar, batang daun), sedangkan tomat bertipe indeterminate mempunyai kemampuan untuk terus tumbuh dan tandan bunga tidak terdapat pada setiap buku serta pada ujung tanaman senantiasa terdapat pucuk muda(Tugiyono Hery, 2002). Bunga tanaman tomat berjenis dua dengan lima buah kelopak berwarna hijau berbulu dan dua buah daun mahkota (Tugiyono Hery, 2002). Pembuahan terjadi 96 jam setelah penyerbukan dan buah masak 45 hari sampai 50 hari setelah pembuahan. Persentase penyerbukan sendiri pada tanaman tomat adalah 95% - 100%(Tugiyono Hery, 2002).
B. TEMPAT PENANAMAN
a.TERBUKA
Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia. Bagi manusia dan hewan cahaya matahari adalah penerang dunia ini. Selain itu , bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil cahaya matahari sangat menentukan proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Dengan demikian cahaya dapat menjadi faktor pembatas utama di dalam semua ekosistem(Wirakusumah, S. 2003).
Suhu juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme(Wirakusumah, S. 2003).
Kelembaban udara adalah banyaknya kadar uap air yang berada di udara. Kelembaban udara mempengaruhi pemanjangan sel. Kondisi yang lembab menyebabkan banyak air yang diserap dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi tersebut mendukung pemanjangan sel sel. Ruangan yang terbuka memungkinkan banyak oksigen yang berdifusi sehingga air yang diserap oleh tanah semakin sedikit sehingga udara kurang lembab. Air sangat dibutuhkan dalam fotosintesis ,banyak sedikitnya air mempengaruhi kelembaban udara di sekitar lingkungan. Semakin besar kadar air yang di berikan semakin banyak air yang diserap oleh tanah sehingga suhu udara menurun dan lingkungan menjadi lembab(kusuma,2011).
Intensitas cahaya pada ruang terbuka pertumbuhan tanamanya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek , daun berkembang baik lebih lebar, lebih hijau , tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh (Wirakusumah, S. 2003).
b. NAUNGAN
Hale dan Orchut (1987) menejelaskan bahwa adaptasi terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direflesikan. Adaptasi anatomi dan morfologi tanaman. Dari sudut ini, karateristik tanaman yang beraklimatisasi terhadap intensitas cahaya rendah telah dijelaskan oleh Anderson (1986) dan Evans (1988). Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil(Sahardi, 2000). Intensitas cahaya juga mempengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil(Sahardi, 2000). Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun(Sahardi, 2000). Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000).
Perubahan Kandungan klorofil daun. Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan. Proses perbaikan ini bergantung pada cahaya, sehingga bila tanaman dinaungi kemampuan ini akan menjadi terbatas. Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas perluas daun dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas(Sahardi, 2000).
Hasil pengukuran intensitas kehijauan daun menggunakan Klorofil meter (FJK Chlorophyll Tester dan SPAD-502) menunjukkan bahwa daun yang menerima intesitas cahaya rendah mengalami peningkatan kehijauan. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien (Soepandie et al, 2006).
c.RUMAH KACA
Di dalam rumah kaca menunjukan bahwa rata-rata suhu di rumah kaca lebih tinggi di bandingkan di luar rumah kaca. Tinggi tanaman di dalam rumah kaca lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang diluar rumah kaca. Tetapi berat biomassa tanaman diluar rumah kaca lebih berat daripada yang didalam rumah kaca. Intensitas cahaya juga berpengaruh dalam hal ini. Semakin rendah intensitas cahaya maka pertumbuhan tanaman akan semakin cepat. Hal ini disebabkan karena hormon-hormon yang terdapat dalam tumbuhan bekerja lebih optimal dengan intensitas cahaya yang rendah. Bila intensitas cahaya tinggi, maka hormon-hormon tidak bekerja secara optimal akibatnya pertumbuhan tanaman lebih lambat. Pengaruh biologis langsung dari pengaruh peningkatan CO2 pada produktifitas tanaman, sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dengan efisiensi fotositensis, efisiensi penggunaan air, penyerapan nitrogen biologis terkait dengan sumberdaya iklim seperti cahaya, suhu dan kelembaban ( Sowasono, Haddy. 2001).
Pengaruh dari rumah kaca ini terjadi sebagai akibat diserapnya gelombang pendek yang memiliki energi yang tinggi oleh rumah kaca. Gelombang yang sudah masuk, akan berbenturan dengan benda-benda yang ada di dalam rumah kaca, sehingga energi gelombang tersebut menurun dan gelombang itu tidak dapat keluar dari rumah kaca. Hal itu menyebabkan panas atau intensitas cahaya di dalam rumah kaca stabil( Sowasono, Haddy. 2001).
Selain itu, rumah kaca juga berfungsi menurunkan dan melindungi tanaman dari hama dan penyakit tanaman. Akan tetapi, hama tersebut tidak hanya menyerang tanaman di luar rumah kaca, tetapi juga di dalam rumah kaca, dilihat dari daunnya yang berlubang ataupun bagian tepi daun yang tidak rata. Hal itu mungkin terjadi karena hama tersebut toleransi terhadap pengaruh rumah kaca dalam pertumbuhan tanaman( Sowasono, Haddy. 2001).
Temperatur siang hari di dalam rumah kaca menjadi lebih tinggi daripada suhu di luar rumah kaca. Sedangkan pada malam hari (dini hari) perbedaan temperatur dalam dan luar rumah semakin kecil (vikifaatihah,2013).
Pada rumah kaca,sinar matahari dapat masuk dengan karena dinding dan atap pada rumah kaca di rancang khusus dari bahan kaca yang transparan. Sehingga dapat dikatakan cahaya yang berasal dari matahari dapat dimanfaatkan secara optimal. Telah disebutkan bahwa cahaya matahari mutlak diperlukan oleh setiap jenis tumbuhan untuk fotosintesis. Dengan adanya cahaya matahari pada rumah kaca maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan pada rumah kaca dapat berlangsung dengan baik dan tanaman juga dapat menghasilkan produksi yang baik pula(vikifaatihah,2013).
C.BERAT BASAH DAN BERAT KERING TANAMAN
pada tanaman berat basah adalah berat mula-mula setelah dilakukanya proses pemanenan. Berat kering adalah berat bahan setelah dilakukan pengeringan. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara mengoven bahan sehingga seluruh hingga airnya menguap. Saat air menguap, otomatis berat bahan akan berkurang. Jumlah pengurangan ini dianggap sebagai selisih antar berat basah dan berat kering. Perbandingan dari pengurangan berat dan berat awal inilah yang kemudian diubah menjadi persen dan kadar air ditemukan. Pada organ tumbuhan, kadar air sangat bervariasi, tergantng dari jenis tumbuhan, struktur dan usia dari jaringan organ(Hermansah Reza,2013).
Bobot Kering Tanaman :
• Bahan basah dibagi menurut jenis organ : daun, batang, akar (bila mungkin), buah, biji, kulit biji dll, bila terlalu banyak disubsampel (Hermansah Reza,2013).
• Bahan basah di jemur sampai kering matahari – dioven pada suhu 65-85o C sampai berat tetap, setelah 48 jam(Hermansah Reza,2013).
• Ditimbang dengan timbangan ketelitian 2 angka dibelakang koma dalam gram
Berat kering tanaman adalah berat suatu tanaman setelah melewati beberapa tahapan proses pengeringan. Berat kering tanaman menjadi salah satu parameter pertumbuhan tanaman. Berat kering tanaman mengindikasikan pola tanaman mengakumulasi produk dari proses fotosintasis, selain itu, merupakan integrasi dengan faktor lingkungan lainnya(Hermansah Reza,2013).
Cara mengukur berat kering tanaman (dikeringkan dengan oven) adalah :
a. Tanaman yang akan diukur berat keringnya, dekeringkan terlebih dahulu, dimasukkan ke dalam amplop, kemudian diberi identitas (pelabelan) yang jelas (Hermansah Reza,2013).
b. Oven dinyalakan, di setting 60-850C(Hermansah Reza,2013).
c. Tanaman di dalam amplop dimasukkan ke dalam oven dengan posisi “berdiri” (bukan terpapar) (Hermansah Reza,2013).
d. Tanaman yang sekiranya sudah kering, diambil kemudian ditimbang. Lakukan 3 kali pengulangan penimbangan (ditimbang, oven, ditimbang, oven kembali, ditimbang, oven kembali) lakukan kalibrasi setiap kali penimbangan. Berat kering yang benar jika angka dari hasil pengulangan penimbangan konstan(Hermansah Reza,2013).
e. setelah didapatkan berat kering, tanaman bisa disimpan di dalam inkubator(Hermansah Reza,2013).
Cara mengeringkan tanaman bisa juga dengan pancaran sinar matahari, namun untuk mendapatkan berat kering yang maksimal, maka intensitas cahaya yang tersedia harus penuh, tetapi karena faktor cuaca yang tidak menentu, untuk proses pengeringan tanaman lebih banyak menggunakan oven(Hermansah Reza,2013).
BAB III. METODE PERCOBAAN
a.Waktu dan tempat percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 September 2014 sampai 17 November 2014. Percobaan ini dilakukan di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tidar Jalan Kapten Suparman no 39 Magelang 56116. Percobaan ini dilakukan pada pukul 13.30 sampai 15.00 WIB.
b.Alat dan bahan
Dalam praktikum agroekologi penanaman tomat ini kami menggunakan alat dan bahan yaitu :
Alat yang digunakan : Polybag, Meteran atau penggaris, Tali Raffia, Cetok, Ember ,pisau , kantong kertas bekas atau koran.
Bahan yang di gunakan : Air, 28 Bibit tanaman tomat, Tanah,11 polybag.
c.Metode percobaan
Percobaan dilakukan dengan tiga perlakuan. Tanaman Tomat diberi perlakuan dengan meletakkan tanaman di Rumah Kaca, Naungan, dan Tempat Terbuka.
Perlakuan 1: Terbuka
T1:Terbuka satu
T2:Terbuka dua
T3:Terbuka tiga
Perlakuan II: Rumah Kaca
Rk 1: Rumah Kaca satu
Rk 2: Rumah Kaca dua
Rk 3: Rumah Kaca tiga
Perlakuan III:Naungan
N 1:Naungan satu
N 2:Naungan dua
N 3:Naungan tiga
Sehingga diperoleh 9 perlakuan yaitu
T1 RK 1 N1
T2 RK 2 N2
T3 RK3 N3
Data hasil pengamatan di olah secara statistik untuk mendapatkan nilai rata-rata dan di grafikkan atau histogram.
d.Tahapan percobaan
-Persiapan tempat
Tempat penanaman yang akan digunakan untuk menanam adalah Rumah Kaca, Naungan, dan Tempat Terbuka.
-Media tanam
Media yang akan digunakan yaitu tanah yang sudah dimasukkan ke dalam 11 polybag. Kemudian disiram dengan air hingga media basah. Lalu media didiamkan selama 1 minggu.
-Penanaman
Bibit Tomat ditanam dengan cara tanah di lubangi sedalam 5cm dan pada percobaan di Tempat Terbuka terdapat tiga percobaan yaitu Terbuka satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Terbuka dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Terbuka tiga yang jumlah bibit tomatnya dua, di Rumah Kaca juga terdapat tiga percobaan yaitu Rumah Kaca satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Rumah Kaca dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Rumah Kaca tiga yang jumlah bibit tomatnya dua, di dalam Naungan juga terdapat tiga percobaan yaitu Naungan satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Naungan dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Naungan tiga yang jumlah bibit tomatnya dua.
-Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan atau pembubuhan,pengendalian hama,pengajiran,pasca panen . Penyiraman dilakukan sekali per hari tetapi bila hujan dan tanah cukup basah maka penyiraman tidak perlu dilakukan.
Penyiangan harus dilakukan manakala tampak bahwa telah tumbuh gulma yang menggangu pertumbuhan tanaman. Biasanya pelaksanaan penyiangan dibarengi dengan pembubuhan tanah di sekitar tanaman.Penyiangan dapat dilakukan 2 atau 3 kali atau sesuai dengan kondisi lapang. penyiangan dilakukan dengan cara dicabut menggunakan tangan dan yang sulit dicabut menggunakan cangkul.
Pengendalian hama
Pengendalian hama dilakukan dengan menghilangkan serangga serangga yang ada di dalam tanaman tersebut dan serangganya berupa belalang dan kemudian belalang itu dibuang dan dimatikan.
Pengajiran
Pengajiran dilakukan agar tanaman tomat tumbuh tegak.Alat yang digunakan untuk pengajiran yaitu bambu yang sudah dibelah dengan ketebalan dan panjang tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Panen dan pasca panen
Panen dilakukan di lingkungan Fakultas Pertanian dengan cara siram media secukupnya.Amati warna daun, warna batang, lebar tipis daun, kekekaran batang, ada tidaknya bunga, buah , hama, penyakit , catat.Ukur tinggi tanaman dan hitung jumlah daunya.Sobek polybag, pelan-pelan pisahkan media dari akar tanaman. Usahakan akar tidak putus,Cuci akar sampai tidak ada tanah yang menempel, tuntaskan. Amati percabangannya, catat.Ukur panjang akar terpanjangnya .Pisahkan akar dari bagian atas tanaman dengan cara memotong pada batas leher akar. Timbang masing-masing bagian atas dan akar untuk mendapatkan data bebat basah brangkasan bagian atas dan berat basah akar. Kemudian Masukkan masing-masing dalam kantong kertas dandi beri kode supaya tidak tertukar dan setelah itu di oven dan timbang berat keringnya.
e.Parameter pengamatan
a.Tinggi tanaman(Cm)
Pengamatan tinggi tanaman diukur dengan menggunakan mistar pada pangkal tanaman hingga bagian titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada setiap satu minggu sekali.
b.Berat Basah Brangkasan Atas(g)
Penimbangan Brangkasan Atas dilakukan pada saat Brangkasan Atas masih segar yaitu setelah tanaman dipanen. Brangkasan Atas yang telah dipisahkan dari Akar kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
c.Berat Kering Brangkasan Atas(g)
Tanaman bagian atas yang telah diketahui berat basahnya kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80°C.Brangkasan yang telah kering kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
d.Berat Basah Akar(g)
Penimbangan akar dilakukan pada saat akar masih segar yaitu setelah tanaman dipanen.Akar yang telah dipisahkan dari tanaman bagian atas dibersihkan dari tanah yang menempel.Akar yang sudah dibersihkan kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
e.Berat Kering Akar(g)
Akar yang telah diketahui berat basahnya kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80°C.Akar yang telah kering kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
f. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun diketahui dengan cara menghitung daun yang terbentuk pada setiap tanaman.Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu sampai minggu ketujuh.
g.Panjang akar terpanjang (cm)
Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan setelah tanaman dipanen dan akar dibersihkan dari tanah yang menempel.Panjang akar terpanjang diketahui dengan mengukur panjang akar mulai dari leher akar hingga akar yang terpanjang.
h. Pengamatan visual
Pengamatan visual ini dilakukan pada saat pemanenan atau setelah pemanenan.Pengamatan visual ini meliputi tinggi tanaman,warna daun,distribusi akar,panjang akar terpanjang,jumlah daun.Kegiatan ini dilakukan pada semua tanaman.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang dilaksanakan maka diperoleh data yang menunjukkan tinggi tanaman,jumlah daun,panjang akar terpanjang,berat basah akar,berat kering akar,berat basah brangkasan atas dan berat kering brangkasn atas setiap perlakuan.Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan metode statistik,yang kemudian dibuat dalam bentuk grafik dan histogram.Data yang tersaji dalam bentuk grafik dan histogram adalah data rata-rata tanaman setiap perlakuan.
1.Tinggi Tanaman
Grafik 1 Tinggi rata-rata tanaman per- minggu
.
Pada tempat Terbuka (T) rata-rata tinggi tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan,daun berwarna kuning kehijauan paling baik dari pada perlakuan lainya,batang tanaman pendek tetapi sangat kekar,lebih cepat berbunga dibandingkan dengan perlakuan yang lainya.Tanaman banyak yang mulai mati karena perubahan cuaca yang ekstrim dari panas,hujan dan dingin. Pada tempat Terbuka tinggi tanamanya normal yaitu tidak cepat tumbuh dan tidak terlalu lambat untuk tumbuh.
Pada naungan (N) tinggi rata-rata tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan dan pada naungan rata-rata tinggi tanaman lebih baik di bandingkan yang lain karena tanaman tumbuh memanjang untuk mencari cahaya matahari. Warna daun pada naungan daunya hijau ketebalan daunya tipis,lebar dan besar, dan batangnya panjang tetapi lambat untuk berbunga dan kekokohanya kurang karna tumbuhan di dalam naungan tidak dapat cahaya yang mencukupi sehingga tanaman cepat tumbuh dan batngnya berbelok belok karna mengikuti arah datangnya sinar matahari tersebut. Hal ini disebabkan karena hormon-hormon yang terdapat dalam tumbuhan bekerja lebih optimal dengan intensitas cahaya yang rendah.
Pada Rumah Kaca (RK) tinggi rata-rata tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan, Warna daun pada rumah kaca daunya kekuningan ketebalan daun agak tebal,sedangkan lebar daunya sedang ,batangnya sedang cepat berbunga batang tinggi rata-rata pendek. Pada rumah kaca semakin besar energi sinar matahari yang diserap atau ditangkap oleh tamaman, maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan hasil tanaman. Intensitas cahaya tinggi, maka hormon-hormon tidak bekerja secara optimal akibatnya pertumbuhan tanaman lebih lambat.
2. Jumlah Daun
Grafik jumlah rata-rata daun dalam satu perlakuan setiap minggu.
Rata rata jumlah daun pada tempat Terbuka setiap minggunya mengalami kenaikan. mengalami pertambahan jumlah daun.Ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga masih berpengaruh pada pertambahan jumlah daun.Sedangkan pada Rumah Kaca jumlah daunnya masih relatif sedikit karena masa pertumbuhan yang lebih lama dibanding dengan perlakuan lainya.Sedangkan pada Naungan jumlah daunya setiap minggu mengalami kenaikan dan jumlah daunya paling banyak di akibatkan karna tanaman tomat yang di letakan di naungan cepat tumbuh besar sehingga mempengaruhi jumlah daun yang ada di Naungan tersebut untuk memenuhi nutrisi pada tanaman.
3. Berat Basah Akar dan Berat Kering Akar
Grafik jumlah rata-rata berat basah akar dan berat kering akar dalam satu perlakuan setiap minggu.
Pada tempat Terbuka berat basah akar lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan Naungan disebabkan karena pada tempat terbuka jumlah nutrisi yang di dapatkan oleh tanaman lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan yang lainya.
Pada tempat Terbuka berat kering akar lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan Naungan disebabkan karena pada tempat terbuka jumlah nutrisi yang di dapatkan oleh tanaman lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan yang lainya dan walaupun di Naungan tinggi tanaman sangat tinggi tidak mempengaruhi berat akar tersebut.
4. Berat Basah Brangkasan Atas dan Berat Kering Brangkasan atas
Grafik jumlah rata-rata berat basah brangkasan atas dalam satu perlakuan setiap minggu.
Pada Naungan berat basah brangkasan atas lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan tempat Terbuka disebabkan karena pada Naungan tinggi tanaman paling tinggi sehingga berat basahnya menjadi lebih besar dibandingkan perlakuan yang lainya dan pada tempat Terbuka berat basahnya rendah karena tanaman tersebut paling pendek sehingga berat basahnya paling kecil.
Pada Naungan berat kering brangkasan atas lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan tempat Terbuka disebabkan karena pada Naungan tinggi tanaman paling tinggi sehingga berat keringnya menjadi lebih besar dibandingkan perlakuan yang lainya dan pada tempat terbuka berat basahnya rendah karena tanaman tersebut paling pendek sehingga berat basahnya paling kecil.
7. Panjang Akar Terpanjang
Grafik menunjukkan panjang akar terpanjang setiap perlakuan.Dari grafik diketahui bahwa perlakuan Naungan memilikki panjang akar terpanjang yang paling panjang dari perlakuan lain yaitu 15 cm.Panjang akar ini menunjukkan pada perlakuan Naungan nutrisi makanannya kurang terpenuhi.Akar bertambah panjang karena berusaha mencari unsur hara dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.Pada tempat Terbuka memiliki panjang akar terpendek dibandingkan perlakuan yang lainya.Pada rumah kaca akar terpanjang terjadi ke dua setelah perlakuan Naungan.Cabang akar pada terbuka lebih banyak dari pada perlakuan yang lain.Data menunjukkan bahwa daya saing yang besar terhadap faktor abiotik yang besar tidak selalu membuat tanaman memiliki akar yang panjang.Apabila nutrisinya yang dibutuhkan untuk tumbuh tidak terpenuhi atau kurang.Akar akan tumbuh memanjang guna berusaha mencari nutrisi yang dibutuhkan tersebut tetapi pertambahan panjang akar ini hanya sebatas kemampuan masing-masing tanaman.
8.Pengamatan visual
Warna daun pada Naungan daunya hijau ketebalan daunya tipis,lebar dan besar, dan batangnya panjang tetapi lambat untuk berbunga dan kekokohanya kurang karna tumbuhan di dalam naungan tidak dapat cahaya yang mencukupi sehingga tanaman cepat tumbuh dan batangnya berbelok belok karna mengikuti arah datangnya sinar matahari tersebut.
Warna daun pada Rumah Kaca daunya kekuningan ketebalan daun agak tebal,sedangkan lebar daunya sedang ,batangnya sedang cepat berbunga batang tinggi rata-rata pendek.
Warna daun pada Tempat Terbuka daunya kekuningan ketebalan daun tebal,lebar,dan daunya lebih kecil ,batangnya pendek dan kekar,lebih cepat berbunga dan banyak mulai mati karena perubahan cuaca yang ekstrim dari panas,hujan dan dingin.
Sistem perakaran pada tanaman tomat di tempat terbuka,naungan,dan rumah kaca adalah perakaranya panjang menyebar
V.KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan dari kegiatan ini adalah mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman adalah tempat dan perlakuan pertumbuhan tanaman tomat dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu di Rumah Kaca,Naungan dan di tempat Terbuka.Pada tempat terbuka pertumbuhannya lebih lambat, warna daun hijau kekuningan dan dalam pengamatan visual perlakuan ditempat Terbuka lebih baik di bandingkan di perlakuan yang lain, untuk di Rumah Kaca pertumbuhannya sedang tetapi lebih baik yang tumbuh di tempat Terbuka,warna daun hijau kekuningan dan pada Naungan pertumbuhannya sangat cepat di karenakan tanaman yang di tanam di Naungan akan cepat tinggi karena untuk mencari cahaya matahari guna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk fotosintesisnya,warna daun hijau.Dari pengamatan visual yang dilakukan dapat disimpulkan faktor lingkungan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat yaitu faktor abiotik.Faktor abiotik terdiri dari tanah, air, udara,angin,cahaya dan hal-hal yang lain. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien. Sehingga disimpulkan bahwa tanaman tomat lebih baik ditanaman di tempat Terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra,2013.Morfologi dan Klasifikasi Tumbuhan
http://blog.umy.ac.id/chandra193/2013/03/11/morfologi-dan-klasifikasi-tumbuhan/ di unduh 10 oktober 2014 jam 12.00 wib
2. Rakartika, rina riana Dra,. 2003. MORFOLOGI TUMBUHAN. Tasikmalaya:-
http://endangdaryati.blogspot.com/2014/01/pertumbuhan-dan-perkembangan-buah-tomat.htmldi unduh 10 oktober 2014 jam 12.00 wib
3. Sastrahidayat. 1992. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 p.
Turgiyono Herry, 2002. Budidaya tanaman tomat, Yogyakarta
http://hanifandinelmuttaqin.blogspot.com/2013/12/teknik-budidaya-tanaman-tomat-solanum.html di unduh tanggal 10 oktober 2014 Jam 13.00 WIB
4. Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
http://imamfauzirohman.blogspot.com/2012/01/pengaruh-cahaya-matahari-dan-suhu.html
http://kusumaworld25.blogspot.com/2011/07/pengaruh-kelembaban-udara-terhadap.html
di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
5.Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soepandie D., 2006., Persfektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan Di Lahan Marjinal; Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisologi Tanaman , Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Supijatno, Trikoesoemaningtyas, Soepandie D., Lontoh A.P., Idris K, 2006, Fisiologi dan Pemuliaan Padi Gogo Untuk Toleransi Ganda Terhadap Kondisi Biofisik Lahan Kering Di Bawah Naungan, Lembaga Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://thophick.blogspot.com/2012/11/pengaruh-naungan-terhadap-upaya.html Di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
6. Sowasono, Haddy. 2001. Biologi Pertanian. Rajawali Press: Jakarta
http://rikarikull.blogspot.com/2011/12/laporan-agroekosistem-faktor-lingkungan.html Di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
vikifaatihah,2013.laporan ekologi umum kelembaban relatif
http://vikifaatihah.blogspot.com/2013/05/laporan-ekologi-umum-kelembaban-relatif.html
Di unduh pada 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
7. Hermansah Reza,2013.Analisis Tumbuhan
http://rezahermansah.blogspot.com/2013/03/analisis-tumbuhan.html di unduh 8 Desember 2014 jam 12.00 WIB
Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )
Disusun Oleh:
Nama : Ulfi Setyaningrum
Kelompok : II E
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan hasil praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L ) “ . Penulisan laporan hasil praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )” dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agroekologi.
Dalam pelaksanaan praktikum dan penulisan hasil praktikum, penulis banyak mendapatkan bantuan dan bimbingan berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tidar.
2. Dosen Pengampu mata kuliah Agroekologi.
3. Teman-teman serta semua pihak yang telah membantu, baik dalam pelaksanaan maupun penulisan laporan praktikum “Pengaruh Faktor Lingkungan terhadap Pertumbuhan Tanaman Tomat (Solanum lycopersicum L )”.
Penulis berharap semoga laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Magelang, Desember 2014
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL 1
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
DAFTAR LAMPIRAN 4
I. PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang Praktikum 5
B. Tujuan Praktikum 6
C. Manfaat Praktikum 6
II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Tanaman Tomat .................................................................................. 12
B. Tempat penanaman ............................................................................ 12
C. Berat basah dan berat kering tanaman............................................... 12
III. METODE PERCOBAAN 13
A. Waktu dan Tempat percobaan 13
B. Bahan dan alat percobaan 13
C. Metode percobaan 13
D. Tahapan percobaan ............................................................................. 14
E. Parameter pengamatan ....................................................................... 14
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17
V. KESIMPULAN 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 3
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Tabel Pengukuran Rata-rata Tinggi Tanaman per minggu(Cm)
Lampiran 2 : Tabel Rata-rata Jumlah daun Tanaman per minggu(helai)
Lampiran 3 : Tabel Pengamatan Visual
Lampiran 4 : Tabel Distribusi Pengakaran
BAB I.PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Tanaman tomat termasuk famili Solanaceae dan merupakan salah satu komoditas sayuran yang sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman ini dapat ditanam secara luas di dataran rendah sampai dataran tinggi, pada lahan bekas sawah dan lahan kering. Tanaman dapat tumbuh baik pada tanah yang gembur, sarang, subur, banyak mengandung humus dan pH tanah berkisar antara 5-6. Temperatur optimum untuk pertumbuhan tomat antara 21-240C. Waktu tanam diperhitungkan berdasarkan kemungkinan bahwa waktu berbunga dan berbuah jatuh dimusim kemarau tetapi masih ada sedikit hujan.
Faktor-faktor lingkugan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman tomat,terutama fungsi fisiologis dan morfologis tanaman,apabila faktor tersebut bisa mengalami dormansi / dorman yaitu berhenti melakukan aktifitas hidup.Faktor-faktor lingkungan dibedakan menjadi 2 yaitu:faktor biotik dan abiotik.Lingkungan biotik terdiri atas organisme-organisme hidup di luar lingkungan abiotik (manusia, tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme).Namun pada pengaruh faktor lingkungan faktor abiotik merupakan faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman.Tanaman secara umum dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik pada kondisi lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan tanaman berdasarkan karakter sifat interval (genetik) dari tanaman tersebut,sehingga keberhasilan suatu tanaman dalam melangsungkan aktifitas hidupnya sangat ditentukan oleh kelangsungan interaksi dari faktor lingkungan dan faktor genetik.Faktor lingkungan abiotik terdiri dari tanah,air,udara,kelembaban udara,angin,cahaya matahari dan suhu.
Dalam pertumbuhan tanaman tomat, memerlukan media dan dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya adalah cahaya. Sehubungan dengan adanya tomat yang dalam pertumbuhannya dipengaruhi oleh cahaya, pada penelitian ini akan membahas mengenai perlakuan yang akan ditimbulkan dari pemberian intensitas cahya yang berbeda. Untuk mengetahui secara detail, maka perlu diketahui bahwa cahaya merupakan energi yang berbentuk gelombang dan membantu kita untuk melihat. Tumbuhan hijau termasuk tomat, memerlukan cahaya tidak hanya untuk membuat makanan, tetapi juga untuk pertumbuhan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Salah satu sumber cahaya di bumi ini adalah matahari.
B. Tujuan Percobaan:
1. Untuk mengetahui pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman Tomat.
2. Untuk mengetahui perbedaan yang timbul pada pertumbuhan tanaman Tomat yang ditanam di rumah kaca, naungan dan terbuka.
3. Untuk mengetahui aspek yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat
C.Manfaat Percobaan :
1. Dalam praktikum ini dapat mengetahui keadaan pertumbuhan fisik tanaman tomat terhadap faktor lingkungan
2. Mahasiswa dapat lebih selektif dalam memilih lingkungan untuk menanam tanaman tomat.
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A .TANAMAN TOMAT
a.Klasifikasi tanaman Tomat
Tanaman tomat termasuk dalam Kingdom Plantae (Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh), Super Divisi Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub Kelas Asteridae , Ordo Solanales, Famili Solanaceae (suku terung-terungan), Genus Solanum, Spesies Solanum lycopersicum L. (Chandra, 2013)
b.Morfologi tanaman Tomat
Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus kedalam tanah dan akar serabuat yang tumbuh ke arah samping tetapi dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam ditanah yang gembur dan porous(Dra,Riana Rakartika 2003).
Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambuat halus dan diantara bulu – bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas – ruas batang mengalami penebalan, dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Selain itu, batang tanaman tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang banyak yang menyebar secara merata(Dra,Riana Rakartika 2003).
Daun tanaman tomat (berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan mambentuk celah – celah menyirip agak melengkung kedalam. Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7. Ukuran daun sekitar (15 – 30 cm) x (10 x 25 cm) dengan panjang tangkai sekitar 3 – 6 cm. diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman(Dra,Riana Rakartika 2003).
Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2cm dan berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian lain pada bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari bunga tomat Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah, berjumlah sekitar 6 buah dan berukuran sekitar 1 cm. bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari atau tepung sari dan kepala benang sari atau kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunganya memiliki 6 buah tepung sari dengan kepala putik berwarna sama dengan mahkota bunga, yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang cabang yang masih muda(Dra,Riana Rakartika 2003).
Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram. Buah tomat yang masih muda berwarna hijau muda, bila sudah matang warnanya menjadi merah(Dra,Riana Rakartika 2003).
c. Syarat tumbuh tanaman Tomat
● Syarat Tumbuh.
a. Iklim
Tanaman tomat bisa tumbuh baik di dataran tinggi maupun di dataran rendah, tergantung varietasnya(Tugiyono Hery, 2002). Tanaman tomat dapat tumbuh baik di dataran tinggi (lebih dari 700 m dpi), dataran medium (200 m - 700 m dpi), dan dataran rendah (kurang dari 200 m dpl). Faktor temperatur dapat mempengaruhi warna buah(Tugiyono Hery, 2002). Pada temperatur tinggi (di atas 32°C) warna buah tomat cenderung kuning, sedangkan pada temperatur tidak tetap warna buah cenderung tidak merata(Tugiyono Hery, 2002). Temperatur ideal dan berpengaruh baik terhadap warna buah tomat adalah antara 24°C - 28°C yang umumnya merah merata(Tugiyono Hery, 2002) . Keadaan temperatur dan kelembaban yang tinggi, berpengaruh kurang baik terhadap pertumbuhan, produksi dan kualitas buah tomat(Tugiyono Hery, 2002). kelembaban yang relatip diperlukan untuk tanaman tomat adalah 80 %. Tanaman tomat memerlukan intensitas cahaya matahari sekurang–kurangya 10-12 jam setiap hari (Sastrahidayat. 1992).
b.Tanah
Tanaman tomat merupakan tanaman yang bisa tumbuh disegala tempat, dari daerah dataran rendah sampai daerah dataran tinggi (pegunungan) untuk pertumbuhan yang baik, tanaman tomat membutuhkan tanah yang gembur, kadar keasaman pH antara lain 5-6, tanah sedikit mengandung pasir, dan banyak mengandung humus, serta pengairan yang teratur dan cukup mulai tanam sampai tanaman mulai dari panen. Berdasarkan tipe pertumbuhannya, tanaman tomat dibedakan atas tipe determinate dan indeterminate(Tugiyono Hery, 2002). Tanaman tomat bertipe determinate mempunyai pola pertumbuhan batang secara vertikal yang terbatas dan diakhiri dengan pertumbuhan organ vegetatif (akar, batang daun), sedangkan tomat bertipe indeterminate mempunyai kemampuan untuk terus tumbuh dan tandan bunga tidak terdapat pada setiap buku serta pada ujung tanaman senantiasa terdapat pucuk muda(Tugiyono Hery, 2002). Bunga tanaman tomat berjenis dua dengan lima buah kelopak berwarna hijau berbulu dan dua buah daun mahkota (Tugiyono Hery, 2002). Pembuahan terjadi 96 jam setelah penyerbukan dan buah masak 45 hari sampai 50 hari setelah pembuahan. Persentase penyerbukan sendiri pada tanaman tomat adalah 95% - 100%(Tugiyono Hery, 2002).
B. TEMPAT PENANAMAN
a.TERBUKA
Cahaya matahari adalah sumber energi utama bagi kehidupan seluruh makhluk hidup di dunia. Bagi manusia dan hewan cahaya matahari adalah penerang dunia ini. Selain itu , bagi tumbuhan khususnya yang berklorofil cahaya matahari sangat menentukan proses fotosintesis. Fotosintesis adalah proses dasar pada tumbuhan untuk menghasilkan makanan. Makanan yang dihasilkan akan menentukan ketersediaan energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan. Cahaya dibutuhkan oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Dengan demikian cahaya dapat menjadi faktor pembatas utama di dalam semua ekosistem(Wirakusumah, S. 2003).
Suhu juga merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung.suhu dapat berperan langsung hampir pada setiap fungsi dari tumbuhan dengan mengontrol laju proses-proses kimia dalam tumbuhan tersebut, sedangkan berperan tidak langsung dengan mempengaruhi faktor-faktor lainnya terutama suplai air. Suhu akan mempengaruhi laju evaporasi dan menyebabkan tidak saja keefektifan hujan tetapi juga laju kehilangan air dari organisme(Wirakusumah, S. 2003).
Kelembaban udara adalah banyaknya kadar uap air yang berada di udara. Kelembaban udara mempengaruhi pemanjangan sel. Kondisi yang lembab menyebabkan banyak air yang diserap dan lebih sedikit yang diuapkan. Kondisi tersebut mendukung pemanjangan sel sel. Ruangan yang terbuka memungkinkan banyak oksigen yang berdifusi sehingga air yang diserap oleh tanah semakin sedikit sehingga udara kurang lembab. Air sangat dibutuhkan dalam fotosintesis ,banyak sedikitnya air mempengaruhi kelembaban udara di sekitar lingkungan. Semakin besar kadar air yang di berikan semakin banyak air yang diserap oleh tanah sehingga suhu udara menurun dan lingkungan menjadi lembab(kusuma,2011).
Intensitas cahaya pada ruang terbuka pertumbuhan tanamanya tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lambat. tumbuhan yang tumbuh di tempat terang menyebabkan tumbuhan tumbuhan tumbuh lebih lambat dengan kondisi relative pendek , daun berkembang baik lebih lebar, lebih hijau , tampak lebih segar dan batang kecambah lebih kokoh (Wirakusumah, S. 2003).
b. NAUNGAN
Hale dan Orchut (1987) menejelaskan bahwa adaptasi terhadap naungan pada dasarnya dapat melalui dua cara yaitu meningkatkan luas daun sebagai upaya mengurangi penggunaan metabolit yang dialokasikan untuk pertumbuhan akar dan mengurangi jumlah cahaya yang ditransmisikan dan direflesikan. Adaptasi anatomi dan morfologi tanaman. Dari sudut ini, karateristik tanaman yang beraklimatisasi terhadap intensitas cahaya rendah telah dijelaskan oleh Anderson (1986) dan Evans (1988). Daun tanaman yang ternaungi akan lebih tipis dan lebar daripada daun yang ditanam pada areal terbuka yang disebabkan oleh pengurangan lapisan palisade dan sel-sel mesofil(Sahardi, 2000). Intensitas cahaya juga mempengaruhi bentuk dan anatomi daun termasuk sel epidermis dan tipe sel mesofil(Sahardi, 2000). Perubahan tersebut sebagai mekanisme untuk pengendalian kualitas dan jumlah cahaya yang dapat dimanfaatkan oleh kloroplas daun(Sahardi, 2000). Selain itu, anatomi daun seperti ukuran palisade, klorofil dan stomata sangat menentukan efisiensi fotosintesis (Sahardi, 2000).
Perubahan Kandungan klorofil daun. Pada keadaan normal, aparatus fotosintetik termasuk klorofil mengalami proses kerusakan, degradasi dan perbaikan. Proses perbaikan ini bergantung pada cahaya, sehingga bila tanaman dinaungi kemampuan ini akan menjadi terbatas. Kekuatan melawan degradasi ini sangat penting bagi adaptasi terhadap naungan, yaitu dengan meningkatkan jumlah kloroplas perluas daun dan dengan peningkatan jumlah klorofil pada kloroplas(Sahardi, 2000).
Hasil pengukuran intensitas kehijauan daun menggunakan Klorofil meter (FJK Chlorophyll Tester dan SPAD-502) menunjukkan bahwa daun yang menerima intesitas cahaya rendah mengalami peningkatan kehijauan. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien (Soepandie et al, 2006).
c.RUMAH KACA
Di dalam rumah kaca menunjukan bahwa rata-rata suhu di rumah kaca lebih tinggi di bandingkan di luar rumah kaca. Tinggi tanaman di dalam rumah kaca lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang diluar rumah kaca. Tetapi berat biomassa tanaman diluar rumah kaca lebih berat daripada yang didalam rumah kaca. Intensitas cahaya juga berpengaruh dalam hal ini. Semakin rendah intensitas cahaya maka pertumbuhan tanaman akan semakin cepat. Hal ini disebabkan karena hormon-hormon yang terdapat dalam tumbuhan bekerja lebih optimal dengan intensitas cahaya yang rendah. Bila intensitas cahaya tinggi, maka hormon-hormon tidak bekerja secara optimal akibatnya pertumbuhan tanaman lebih lambat. Pengaruh biologis langsung dari pengaruh peningkatan CO2 pada produktifitas tanaman, sebagai sesuatu yang tak terpisahkan dengan efisiensi fotositensis, efisiensi penggunaan air, penyerapan nitrogen biologis terkait dengan sumberdaya iklim seperti cahaya, suhu dan kelembaban ( Sowasono, Haddy. 2001).
Pengaruh dari rumah kaca ini terjadi sebagai akibat diserapnya gelombang pendek yang memiliki energi yang tinggi oleh rumah kaca. Gelombang yang sudah masuk, akan berbenturan dengan benda-benda yang ada di dalam rumah kaca, sehingga energi gelombang tersebut menurun dan gelombang itu tidak dapat keluar dari rumah kaca. Hal itu menyebabkan panas atau intensitas cahaya di dalam rumah kaca stabil( Sowasono, Haddy. 2001).
Selain itu, rumah kaca juga berfungsi menurunkan dan melindungi tanaman dari hama dan penyakit tanaman. Akan tetapi, hama tersebut tidak hanya menyerang tanaman di luar rumah kaca, tetapi juga di dalam rumah kaca, dilihat dari daunnya yang berlubang ataupun bagian tepi daun yang tidak rata. Hal itu mungkin terjadi karena hama tersebut toleransi terhadap pengaruh rumah kaca dalam pertumbuhan tanaman( Sowasono, Haddy. 2001).
Temperatur siang hari di dalam rumah kaca menjadi lebih tinggi daripada suhu di luar rumah kaca. Sedangkan pada malam hari (dini hari) perbedaan temperatur dalam dan luar rumah semakin kecil (vikifaatihah,2013).
Pada rumah kaca,sinar matahari dapat masuk dengan karena dinding dan atap pada rumah kaca di rancang khusus dari bahan kaca yang transparan. Sehingga dapat dikatakan cahaya yang berasal dari matahari dapat dimanfaatkan secara optimal. Telah disebutkan bahwa cahaya matahari mutlak diperlukan oleh setiap jenis tumbuhan untuk fotosintesis. Dengan adanya cahaya matahari pada rumah kaca maka proses fotosintesis dapat berlangsung dengan baik sehingga pertumbuhan dan perkembangan tanaman yang dibudidayakan pada rumah kaca dapat berlangsung dengan baik dan tanaman juga dapat menghasilkan produksi yang baik pula(vikifaatihah,2013).
C.BERAT BASAH DAN BERAT KERING TANAMAN
pada tanaman berat basah adalah berat mula-mula setelah dilakukanya proses pemanenan. Berat kering adalah berat bahan setelah dilakukan pengeringan. Pengeringan ini dapat dilakukan dengan cara mengoven bahan sehingga seluruh hingga airnya menguap. Saat air menguap, otomatis berat bahan akan berkurang. Jumlah pengurangan ini dianggap sebagai selisih antar berat basah dan berat kering. Perbandingan dari pengurangan berat dan berat awal inilah yang kemudian diubah menjadi persen dan kadar air ditemukan. Pada organ tumbuhan, kadar air sangat bervariasi, tergantng dari jenis tumbuhan, struktur dan usia dari jaringan organ(Hermansah Reza,2013).
Bobot Kering Tanaman :
• Bahan basah dibagi menurut jenis organ : daun, batang, akar (bila mungkin), buah, biji, kulit biji dll, bila terlalu banyak disubsampel (Hermansah Reza,2013).
• Bahan basah di jemur sampai kering matahari – dioven pada suhu 65-85o C sampai berat tetap, setelah 48 jam(Hermansah Reza,2013).
• Ditimbang dengan timbangan ketelitian 2 angka dibelakang koma dalam gram
Berat kering tanaman adalah berat suatu tanaman setelah melewati beberapa tahapan proses pengeringan. Berat kering tanaman menjadi salah satu parameter pertumbuhan tanaman. Berat kering tanaman mengindikasikan pola tanaman mengakumulasi produk dari proses fotosintasis, selain itu, merupakan integrasi dengan faktor lingkungan lainnya(Hermansah Reza,2013).
Cara mengukur berat kering tanaman (dikeringkan dengan oven) adalah :
a. Tanaman yang akan diukur berat keringnya, dekeringkan terlebih dahulu, dimasukkan ke dalam amplop, kemudian diberi identitas (pelabelan) yang jelas (Hermansah Reza,2013).
b. Oven dinyalakan, di setting 60-850C(Hermansah Reza,2013).
c. Tanaman di dalam amplop dimasukkan ke dalam oven dengan posisi “berdiri” (bukan terpapar) (Hermansah Reza,2013).
d. Tanaman yang sekiranya sudah kering, diambil kemudian ditimbang. Lakukan 3 kali pengulangan penimbangan (ditimbang, oven, ditimbang, oven kembali, ditimbang, oven kembali) lakukan kalibrasi setiap kali penimbangan. Berat kering yang benar jika angka dari hasil pengulangan penimbangan konstan(Hermansah Reza,2013).
e. setelah didapatkan berat kering, tanaman bisa disimpan di dalam inkubator(Hermansah Reza,2013).
Cara mengeringkan tanaman bisa juga dengan pancaran sinar matahari, namun untuk mendapatkan berat kering yang maksimal, maka intensitas cahaya yang tersedia harus penuh, tetapi karena faktor cuaca yang tidak menentu, untuk proses pengeringan tanaman lebih banyak menggunakan oven(Hermansah Reza,2013).
BAB III. METODE PERCOBAAN
a.Waktu dan tempat percobaan
Percobaan ini dilaksanakan pada hari Senin tanggal 22 September 2014 sampai 17 November 2014. Percobaan ini dilakukan di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Tidar Jalan Kapten Suparman no 39 Magelang 56116. Percobaan ini dilakukan pada pukul 13.30 sampai 15.00 WIB.
b.Alat dan bahan
Dalam praktikum agroekologi penanaman tomat ini kami menggunakan alat dan bahan yaitu :
Alat yang digunakan : Polybag, Meteran atau penggaris, Tali Raffia, Cetok, Ember ,pisau , kantong kertas bekas atau koran.
Bahan yang di gunakan : Air, 28 Bibit tanaman tomat, Tanah,11 polybag.
c.Metode percobaan
Percobaan dilakukan dengan tiga perlakuan. Tanaman Tomat diberi perlakuan dengan meletakkan tanaman di Rumah Kaca, Naungan, dan Tempat Terbuka.
Perlakuan 1: Terbuka
T1:Terbuka satu
T2:Terbuka dua
T3:Terbuka tiga
Perlakuan II: Rumah Kaca
Rk 1: Rumah Kaca satu
Rk 2: Rumah Kaca dua
Rk 3: Rumah Kaca tiga
Perlakuan III:Naungan
N 1:Naungan satu
N 2:Naungan dua
N 3:Naungan tiga
Sehingga diperoleh 9 perlakuan yaitu
T1 RK 1 N1
T2 RK 2 N2
T3 RK3 N3
Data hasil pengamatan di olah secara statistik untuk mendapatkan nilai rata-rata dan di grafikkan atau histogram.
d.Tahapan percobaan
-Persiapan tempat
Tempat penanaman yang akan digunakan untuk menanam adalah Rumah Kaca, Naungan, dan Tempat Terbuka.
-Media tanam
Media yang akan digunakan yaitu tanah yang sudah dimasukkan ke dalam 11 polybag. Kemudian disiram dengan air hingga media basah. Lalu media didiamkan selama 1 minggu.
-Penanaman
Bibit Tomat ditanam dengan cara tanah di lubangi sedalam 5cm dan pada percobaan di Tempat Terbuka terdapat tiga percobaan yaitu Terbuka satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Terbuka dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Terbuka tiga yang jumlah bibit tomatnya dua, di Rumah Kaca juga terdapat tiga percobaan yaitu Rumah Kaca satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Rumah Kaca dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Rumah Kaca tiga yang jumlah bibit tomatnya dua, di dalam Naungan juga terdapat tiga percobaan yaitu Naungan satu yang jumlah bibit tomatnya dua, Naungan dua yang jumlah bibit tomatnya dua, Naungan tiga yang jumlah bibit tomatnya dua.
-Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan meliputi kegiatan penyiraman, penyiangan atau pembubuhan,pengendalian hama,pengajiran,pasca panen . Penyiraman dilakukan sekali per hari tetapi bila hujan dan tanah cukup basah maka penyiraman tidak perlu dilakukan.
Penyiangan harus dilakukan manakala tampak bahwa telah tumbuh gulma yang menggangu pertumbuhan tanaman. Biasanya pelaksanaan penyiangan dibarengi dengan pembubuhan tanah di sekitar tanaman.Penyiangan dapat dilakukan 2 atau 3 kali atau sesuai dengan kondisi lapang. penyiangan dilakukan dengan cara dicabut menggunakan tangan dan yang sulit dicabut menggunakan cangkul.
Pengendalian hama
Pengendalian hama dilakukan dengan menghilangkan serangga serangga yang ada di dalam tanaman tersebut dan serangganya berupa belalang dan kemudian belalang itu dibuang dan dimatikan.
Pengajiran
Pengajiran dilakukan agar tanaman tomat tumbuh tegak.Alat yang digunakan untuk pengajiran yaitu bambu yang sudah dibelah dengan ketebalan dan panjang tertentu sesuai dengan kebutuhan.
Panen dan pasca panen
Panen dilakukan di lingkungan Fakultas Pertanian dengan cara siram media secukupnya.Amati warna daun, warna batang, lebar tipis daun, kekekaran batang, ada tidaknya bunga, buah , hama, penyakit , catat.Ukur tinggi tanaman dan hitung jumlah daunya.Sobek polybag, pelan-pelan pisahkan media dari akar tanaman. Usahakan akar tidak putus,Cuci akar sampai tidak ada tanah yang menempel, tuntaskan. Amati percabangannya, catat.Ukur panjang akar terpanjangnya .Pisahkan akar dari bagian atas tanaman dengan cara memotong pada batas leher akar. Timbang masing-masing bagian atas dan akar untuk mendapatkan data bebat basah brangkasan bagian atas dan berat basah akar. Kemudian Masukkan masing-masing dalam kantong kertas dandi beri kode supaya tidak tertukar dan setelah itu di oven dan timbang berat keringnya.
e.Parameter pengamatan
a.Tinggi tanaman(Cm)
Pengamatan tinggi tanaman diukur dengan menggunakan mistar pada pangkal tanaman hingga bagian titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan pada setiap satu minggu sekali.
b.Berat Basah Brangkasan Atas(g)
Penimbangan Brangkasan Atas dilakukan pada saat Brangkasan Atas masih segar yaitu setelah tanaman dipanen. Brangkasan Atas yang telah dipisahkan dari Akar kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
c.Berat Kering Brangkasan Atas(g)
Tanaman bagian atas yang telah diketahui berat basahnya kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80°C.Brangkasan yang telah kering kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
d.Berat Basah Akar(g)
Penimbangan akar dilakukan pada saat akar masih segar yaitu setelah tanaman dipanen.Akar yang telah dipisahkan dari tanaman bagian atas dibersihkan dari tanah yang menempel.Akar yang sudah dibersihkan kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
e.Berat Kering Akar(g)
Akar yang telah diketahui berat basahnya kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 80°C.Akar yang telah kering kemudian ditimbang dan catat hasil penimbangan tersebut.
f. Jumlah Daun (helai)
Jumlah daun diketahui dengan cara menghitung daun yang terbentuk pada setiap tanaman.Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu sampai minggu ketujuh.
g.Panjang akar terpanjang (cm)
Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan setelah tanaman dipanen dan akar dibersihkan dari tanah yang menempel.Panjang akar terpanjang diketahui dengan mengukur panjang akar mulai dari leher akar hingga akar yang terpanjang.
h. Pengamatan visual
Pengamatan visual ini dilakukan pada saat pemanenan atau setelah pemanenan.Pengamatan visual ini meliputi tinggi tanaman,warna daun,distribusi akar,panjang akar terpanjang,jumlah daun.Kegiatan ini dilakukan pada semua tanaman.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari percobaan yang dilaksanakan maka diperoleh data yang menunjukkan tinggi tanaman,jumlah daun,panjang akar terpanjang,berat basah akar,berat kering akar,berat basah brangkasan atas dan berat kering brangkasn atas setiap perlakuan.Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan metode statistik,yang kemudian dibuat dalam bentuk grafik dan histogram.Data yang tersaji dalam bentuk grafik dan histogram adalah data rata-rata tanaman setiap perlakuan.
1.Tinggi Tanaman
Grafik 1 Tinggi rata-rata tanaman per- minggu
.
Pada tempat Terbuka (T) rata-rata tinggi tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan,daun berwarna kuning kehijauan paling baik dari pada perlakuan lainya,batang tanaman pendek tetapi sangat kekar,lebih cepat berbunga dibandingkan dengan perlakuan yang lainya.Tanaman banyak yang mulai mati karena perubahan cuaca yang ekstrim dari panas,hujan dan dingin. Pada tempat Terbuka tinggi tanamanya normal yaitu tidak cepat tumbuh dan tidak terlalu lambat untuk tumbuh.
Pada naungan (N) tinggi rata-rata tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan dan pada naungan rata-rata tinggi tanaman lebih baik di bandingkan yang lain karena tanaman tumbuh memanjang untuk mencari cahaya matahari. Warna daun pada naungan daunya hijau ketebalan daunya tipis,lebar dan besar, dan batangnya panjang tetapi lambat untuk berbunga dan kekokohanya kurang karna tumbuhan di dalam naungan tidak dapat cahaya yang mencukupi sehingga tanaman cepat tumbuh dan batngnya berbelok belok karna mengikuti arah datangnya sinar matahari tersebut. Hal ini disebabkan karena hormon-hormon yang terdapat dalam tumbuhan bekerja lebih optimal dengan intensitas cahaya yang rendah.
Pada Rumah Kaca (RK) tinggi rata-rata tanaman setiap minggunya mengalami kenaikan, Warna daun pada rumah kaca daunya kekuningan ketebalan daun agak tebal,sedangkan lebar daunya sedang ,batangnya sedang cepat berbunga batang tinggi rata-rata pendek. Pada rumah kaca semakin besar energi sinar matahari yang diserap atau ditangkap oleh tamaman, maka semakin besar pengaruhnya terhadap kenaikan hasil tanaman. Intensitas cahaya tinggi, maka hormon-hormon tidak bekerja secara optimal akibatnya pertumbuhan tanaman lebih lambat.
2. Jumlah Daun
Grafik jumlah rata-rata daun dalam satu perlakuan setiap minggu.
Rata rata jumlah daun pada tempat Terbuka setiap minggunya mengalami kenaikan. mengalami pertambahan jumlah daun.Ini juga menunjukkan bahwa faktor lingkungan juga masih berpengaruh pada pertambahan jumlah daun.Sedangkan pada Rumah Kaca jumlah daunnya masih relatif sedikit karena masa pertumbuhan yang lebih lama dibanding dengan perlakuan lainya.Sedangkan pada Naungan jumlah daunya setiap minggu mengalami kenaikan dan jumlah daunya paling banyak di akibatkan karna tanaman tomat yang di letakan di naungan cepat tumbuh besar sehingga mempengaruhi jumlah daun yang ada di Naungan tersebut untuk memenuhi nutrisi pada tanaman.
3. Berat Basah Akar dan Berat Kering Akar
Grafik jumlah rata-rata berat basah akar dan berat kering akar dalam satu perlakuan setiap minggu.
Pada tempat Terbuka berat basah akar lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan Naungan disebabkan karena pada tempat terbuka jumlah nutrisi yang di dapatkan oleh tanaman lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan yang lainya.
Pada tempat Terbuka berat kering akar lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan Naungan disebabkan karena pada tempat terbuka jumlah nutrisi yang di dapatkan oleh tanaman lebih banyak di bandingkan dengan perlakuan yang lainya dan walaupun di Naungan tinggi tanaman sangat tinggi tidak mempengaruhi berat akar tersebut.
4. Berat Basah Brangkasan Atas dan Berat Kering Brangkasan atas
Grafik jumlah rata-rata berat basah brangkasan atas dalam satu perlakuan setiap minggu.
Pada Naungan berat basah brangkasan atas lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan tempat Terbuka disebabkan karena pada Naungan tinggi tanaman paling tinggi sehingga berat basahnya menjadi lebih besar dibandingkan perlakuan yang lainya dan pada tempat Terbuka berat basahnya rendah karena tanaman tersebut paling pendek sehingga berat basahnya paling kecil.
Pada Naungan berat kering brangkasan atas lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan Rumah Kaca dan tempat Terbuka disebabkan karena pada Naungan tinggi tanaman paling tinggi sehingga berat keringnya menjadi lebih besar dibandingkan perlakuan yang lainya dan pada tempat terbuka berat basahnya rendah karena tanaman tersebut paling pendek sehingga berat basahnya paling kecil.
7. Panjang Akar Terpanjang
Grafik menunjukkan panjang akar terpanjang setiap perlakuan.Dari grafik diketahui bahwa perlakuan Naungan memilikki panjang akar terpanjang yang paling panjang dari perlakuan lain yaitu 15 cm.Panjang akar ini menunjukkan pada perlakuan Naungan nutrisi makanannya kurang terpenuhi.Akar bertambah panjang karena berusaha mencari unsur hara dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan.Pada tempat Terbuka memiliki panjang akar terpendek dibandingkan perlakuan yang lainya.Pada rumah kaca akar terpanjang terjadi ke dua setelah perlakuan Naungan.Cabang akar pada terbuka lebih banyak dari pada perlakuan yang lain.Data menunjukkan bahwa daya saing yang besar terhadap faktor abiotik yang besar tidak selalu membuat tanaman memiliki akar yang panjang.Apabila nutrisinya yang dibutuhkan untuk tumbuh tidak terpenuhi atau kurang.Akar akan tumbuh memanjang guna berusaha mencari nutrisi yang dibutuhkan tersebut tetapi pertambahan panjang akar ini hanya sebatas kemampuan masing-masing tanaman.
8.Pengamatan visual
Warna daun pada Naungan daunya hijau ketebalan daunya tipis,lebar dan besar, dan batangnya panjang tetapi lambat untuk berbunga dan kekokohanya kurang karna tumbuhan di dalam naungan tidak dapat cahaya yang mencukupi sehingga tanaman cepat tumbuh dan batangnya berbelok belok karna mengikuti arah datangnya sinar matahari tersebut.
Warna daun pada Rumah Kaca daunya kekuningan ketebalan daun agak tebal,sedangkan lebar daunya sedang ,batangnya sedang cepat berbunga batang tinggi rata-rata pendek.
Warna daun pada Tempat Terbuka daunya kekuningan ketebalan daun tebal,lebar,dan daunya lebih kecil ,batangnya pendek dan kekar,lebih cepat berbunga dan banyak mulai mati karena perubahan cuaca yang ekstrim dari panas,hujan dan dingin.
Sistem perakaran pada tanaman tomat di tempat terbuka,naungan,dan rumah kaca adalah perakaranya panjang menyebar
V.KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan dari kegiatan ini adalah mengenai pengaruh faktor lingkungan terhadap pertumbuhan tanaman adalah tempat dan perlakuan pertumbuhan tanaman tomat dibagi menjadi tiga perlakuan yaitu di Rumah Kaca,Naungan dan di tempat Terbuka.Pada tempat terbuka pertumbuhannya lebih lambat, warna daun hijau kekuningan dan dalam pengamatan visual perlakuan ditempat Terbuka lebih baik di bandingkan di perlakuan yang lain, untuk di Rumah Kaca pertumbuhannya sedang tetapi lebih baik yang tumbuh di tempat Terbuka,warna daun hijau kekuningan dan pada Naungan pertumbuhannya sangat cepat di karenakan tanaman yang di tanam di Naungan akan cepat tinggi karena untuk mencari cahaya matahari guna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi untuk fotosintesisnya,warna daun hijau.Dari pengamatan visual yang dilakukan dapat disimpulkan faktor lingkungan berpengaruh pada pertumbuhan tanaman.Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat yaitu faktor abiotik.Faktor abiotik terdiri dari tanah, air, udara,angin,cahaya dan hal-hal yang lain. Warna hijau pada daun terikat erat dengan kandungan klorofil sehingga dapat diduga bahwa peningkatan intensitas kehijauan merupakan gambaran adanya peningkatan kandungan klorofil. Dugaan ini diperkuat oleh adanya korelasi yang kuat antara intensitas kehijauan dengan kandungan klorofil. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa meningkatnya intensitas kehijauan merupakan mekanisme yang dibangun tanaman agar dapat menangkap dan menggunakan cahaya secara efisien. Sehingga disimpulkan bahwa tanaman tomat lebih baik ditanaman di tempat Terbuka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra,2013.Morfologi dan Klasifikasi Tumbuhan
http://blog.umy.ac.id/chandra193/2013/03/11/morfologi-dan-klasifikasi-tumbuhan/ di unduh 10 oktober 2014 jam 12.00 wib
2. Rakartika, rina riana Dra,. 2003. MORFOLOGI TUMBUHAN. Tasikmalaya:-
http://endangdaryati.blogspot.com/2014/01/pertumbuhan-dan-perkembangan-buah-tomat.htmldi unduh 10 oktober 2014 jam 12.00 wib
3. Sastrahidayat. 1992. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta. 38 p.
Turgiyono Herry, 2002. Budidaya tanaman tomat, Yogyakarta
http://hanifandinelmuttaqin.blogspot.com/2013/12/teknik-budidaya-tanaman-tomat-solanum.html di unduh tanggal 10 oktober 2014 Jam 13.00 WIB
4. Wirakusumah, S. 2003. Dasar-dasar Ekologi Bagi Populasi dan Komunitas. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia.
http://imamfauzirohman.blogspot.com/2012/01/pengaruh-cahaya-matahari-dan-suhu.html
http://kusumaworld25.blogspot.com/2011/07/pengaruh-kelembaban-udara-terhadap.html
di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
5.Daniel T. W, J.A. Helms and F.S. Baker, 1992. Prinsip-Prinsip Silvikultur (Terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soepandie D., 2006., Persfektif Fisiologi Dalam Pengembangan Tanaman Pangan Di Lahan Marjinal; Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fisologi Tanaman , Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Supijatno, Trikoesoemaningtyas, Soepandie D., Lontoh A.P., Idris K, 2006, Fisiologi dan Pemuliaan Padi Gogo Untuk Toleransi Ganda Terhadap Kondisi Biofisik Lahan Kering Di Bawah Naungan, Lembaga Penelitian Dan Pemberdayaan Masyarakat Institut Pertanian Bogor, Bogor.
http://thophick.blogspot.com/2012/11/pengaruh-naungan-terhadap-upaya.html Di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
6. Sowasono, Haddy. 2001. Biologi Pertanian. Rajawali Press: Jakarta
http://rikarikull.blogspot.com/2011/12/laporan-agroekosistem-faktor-lingkungan.html Di unduh 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
vikifaatihah,2013.laporan ekologi umum kelembaban relatif
http://vikifaatihah.blogspot.com/2013/05/laporan-ekologi-umum-kelembaban-relatif.html
Di unduh pada 10 oktober 2014 jam 13.00 wib
7. Hermansah Reza,2013.Analisis Tumbuhan
http://rezahermansah.blogspot.com/2013/03/analisis-tumbuhan.html di unduh 8 Desember 2014 jam 12.00 WIB
Langganan:
Postingan (Atom)