BAB I
PENDAHULIAN
1.1 Latar Belakang
PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman (plant growth promoting rhizobacteria = PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2 , juga; (2) menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3) menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase, sianida memproduksi siderofor; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya.
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami daerah perakaran tanaman yang diinokulasikan ke dalam benih dan ternyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Jika di daerah perakaran suatu tanaman kekurangan mikroorganisme menguntungkan maka akan menyebabkan tanaman menjadi terserang berbagai macam penyakit akar seperti layu dan busuk akar. Selain itu tanaman juga akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (kurang subur).
Berdasarkan uraian diatas, maka pembuatan PGPR ini sangat perlu untuk meningkatkan daya guna mikroba yang bermanfaat bagi pertanian, dan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas nilai hasil yang diperoleh dari pengolahan pertanian.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum pembuatan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)adalah untuk mengetahui teknik-teknik pembuatan PGPR, mengetahui manfaat serta keunggulan PGPR.
Kegunaan dari praktikum pembutan pestisida nabati adalah agar mahasiswa bisa mengaplikasikan ke lapangan dengan upaya menanggulangi serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pertumbuhan tanaman tidak hanya terjadi pada bagian atas (tajuk) tanaman, tetapi juga terjadi pada bagian bawah (akar) tanaman. Akar menentukan kemampuan tanaman untuk menyerap nutrisi dan air, pertumbuhannya ditentukan oleh area daun yang aktif melakukan fotosintesis karena akar bergantung pada penangkapan energi oleh daun. Pada saat suplai energi terbatas, maka energi yang ada digunakan oleh jaringan tanaman yang paling dekat dengan lokasi fotosintesis. Oleh karena itu akar menerima energi hanya pada saat ada kelebihan energi yang diproduksi melalui fotosintesis yang tidak digunakan untuk pertumbuhan tajuk tanaman (Desmawati, 2008).
Proses pertumbuhan tajuk dan akar merupakan proses yang saling berkaitan satu sama lain. Apabila terjadi gangguan pada salah satunya maka akan menyebabkan gangguan pada bagian lainnya. Misalnya pada kondisi kekurangan air dan nitrogen, pertumbuhan tajuk lebih mengalami hambatan daripada bagian akar. Hal ini disebabkan akar bertugas lebih banyak untuk mencari air dan sumber N dari dalam tanah untuk didistribusikan ke bagian tajuk. Pada saat ketersediaan air memadai maka pertumbuhan tajuk kembali ke arah normal sehingga distribusi fotosintat ke akar juga kembali normal (Ashari, 1995).
Tanaman membutuhkan sedikitnya 13 unsur hara untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Beberapa unsur berada dalam bentuk tersedia dalam semua jenis tanah, sedangkan lainnya dalam bentuk tidak tersedia sehingga membutuhkan tambahan dari luar tanah dalam bentuk pemupukan. Unsur hara ini berperan sebagai nutrisi bagi tanaman, sedangkan sistem yang mengendalikan pertumbuhan dan perkembangan tanaman adalah substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah, yang disebut substansi pertumbuhan tanaman, hormon pertumbuhan tanaman (fitohormon), atau pengatur pertumbuhan tanaman (plant growth regulator / PGR) (Gardner dkk., 1991).
PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria) sebagai alternatif teknologi ramah lingkungan di lapangan, hal ini dilihat dari banyaknya petani dalam mengamankan produksi pertanian akibat serangan OPT menggunakan pestisida secara berlebihan, sehingga menimbulkan dampak negatif yang tidak diinginkan, seperti terjadinya ledakan hama, timbulnya hama sekunder, matinya musuh alami, rusaknya lingkungan, bahkan penolakan pasar akibat produk mengandung residu pestisida (Gandanegara, 2007).
PGPR adalah sejenis bakteri yang menguntungkan yang hidup di sekitar perakaran tanaman dimana bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya. Jika di daerah perakaran suatu tanaman kekurangan mikroorganisme menguntungkan maka akan menyebabkan tanaman menjadi terserang berbagai macam penyakit akar seperti layu dan busuk akar. Selain itu tanaman juga akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya (kurang subur). PGPR ini pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth tahun 1978, dimana mereka menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar ini mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak hanya itu, tanaman nantinya akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit.
Mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman dapat terjadi melalui 3 cara (Amalia, 2007), yaitu:
1. Menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant): mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit;
2. Memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid); Sitokinin; Giberellin; dan penghambat produksi etilen: dapat menambah luas permukaan akar-akar halus;
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) .Bila penyerapan unsur hara dan air yang lebih baik dan nutrisi tercukupi, maka menyebabkan kebugaran tanaman juga semakin baik, sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan-tekanan, baik tekanan biologis (OPT) maupun non biologis (Iklim).
Aplikasi PGPR dapat dilakukan melalui pelapisan benih dan perendaman benih dalam suspensi. Bakteri PGPR merupakan bakteri tanah yang masa hidupnya tidak panjang karena itu perlu mengembalikan populasinya setiap akan menebar benih. Menurut Bowen and Rovira (1999), media perkecambahan yang digunakan harus memiliki kemampuan untuk menahan air, bersih dan bebas dari benih lain, cendawan, bakteri atau zat beracun yang dapat mempengaruhi perkecambahan benih dan pertumbuhan kecambah, untuk media tanah dan pasir harus dalam keadaan yang cukup seragam dan sebelum digunakan perlu dicuci dan disterilisasi.
Bibit akan tumbuh dengan baik di lapang jika kecambah tumbuh dengan baik pada fase perkecambahan. Penggunaan media perkecambahan yang tepat akan memudahkan kecambah untuk menembus permukaan media. Pada pengujian daya berkecambah benih maka akan dihitung persentase daya berkecambahnya (Raybum, 1993).
Inokulan PGPR dinamakan Azora, yang merupakan hasil pengembangan formulasi yang ditujukan untuk mengurangi kebutuhan pupuk N, P
dan K. Azora ini mengandung isolat bakteri penghasil hormon tumbuhan, pemfiksasi N2, dan pelarut fosfat (Gandanegara, 2007).
Sebagaimana pemahaman mengenai kompleksnya lingkungan rizosfer, mekanisme aksi PGPR, dan aspek praktek dari formulasi inokulan, kita dapat menduga untuk mengetahui produk PGPR baru menjadi tersedia. Sukses dari produk ini akan bergantung pada kemampuan untuk mengelola rizosfer untuk meningkatkan ketahanan dan data kompetisi dari mikroorganisme bermanfaat ini (Bowen and Rovira, 1999).
Bakteri pemacu tumbuh secara tidak langsung juga menghambat patogen melalui sintesis senyawa antibiotik, sebagai kontrol biologis. Beberapa jenis endofitik bersimbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya dalam meningkatkan ketahanannya terhadap serangga hama melalui produksi toksin, di samping senyawa anti mikroba seperti fungi Pestalotiopsis microspora, danTaxus walkchiana yang memproduksi taxol (zat antikanker) (Raybum, 1993) melaporkan bawa endofitik Neotyphodium sp. Menghasilkan N-formilonine dan a paxiline (senyawa antiserangga hama).
PGPR ini pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth tahun 1978. Mereka menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar ini mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak hanya itu, tanaman nantinya akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit. Rizobakteri yang bermanfaat dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Oleh karena itu, PGPR dapat dipertimbangkan secara fungsional sebagai bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar (Desmawati, 2008).
Efek PGPR pada tanaman yang diiinokulasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu: mendukung pertumbuhan tanaman dan pengendali secara biologis (biokontrol). Meskipun secara konseptual kedua efek ini sangat berbeda, dalam prakteknya sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk menentukan perbedaan dan batas antara keduanya. Strain PGPR Pseudomonas fluoresens dipilih untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil dari tanaman kentang, tetapi gagal mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi gnotobiotic. Dan growth promotion yang terjadi pada kondisi tanah lapang berkaitan dengan reduksi populasi rizoplan asli, yaitu fungi dan bakteri (Gandanegara, 2007).
Biokontrol pada beberapa kasus diperkirakan muncul akibat dari penyakit yang terbebaskan. Akar menunjukkan pemanjangan atau percabangan yang berlebih akibat perlakuan PGPR, dapat meloloskan infeksi dari fungi patogen asal tanah yang lebih mudah menginfeksi benih muda. Selain itu infeksi patogen yang terlokalisir dalam 1 area sistem perakaran mungkin diseimbangkan oleh suatu peningkatan global dalam biomassa akar sebagai kompensasi (Amalia, 2007).
Biokontrol terhadap fitopatogen tampaknya menjadi mekanisme utama dari PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Penekanan fitopatogen merupakan hasil dari produksi metabolit sekunder atau datang pada tanaman dengan sendirinya sebagai sistem pertahanannya. PGPR berbasis inokula seharusnya dapat bersaing dengan mikroorganisme indigenous dan dengan efisien mendiami daerah perakaran tanaman untuk melindunginya (Amalia, 2007).
Berikut kelebihan dari PGPR (Desmawati, 2008), diantaranya :
• Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang – kacangan
• Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
• Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga
• Memproduksi hormon tanaman
• Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
• Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
Ada beberapa kekurangan dalam produksi PGPR ini (Desmawati, 2008), diantaranya :
• Kekonsistenan pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan di lapangan kadang – kadang berbeda.
• Bakteri ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam bentuk yang optimum baik vialibilas maupun biologinya selama diaplikasikan di lapangan. Beberapa bakteri PGPR harus dilakukan re-inokulasi setelah diaplikasikan di lapangan seperti Rhizobia.
• Tantangan lainnya berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak berefek negatif pada manusia.
Tanaman inang bagi bakteri PGPR memiliki kisaran yang cukup luas, di antaranya adalah: barley, kedelai, kanola, kapas, jagung, kacang-kacangan, padi, dan tanaman sayuran.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembuatan PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobakter) ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi, Lantai 4, Gedung PKP (Pusat Kegiatan Penelitian), Universitas Hasanuddin, Makassar. Pada hari Jum’at, 05 April 2013 pukul 07.30 sampai 09.40 WITA.
3.2 Alat dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum pembuatan MOL, yaitu Ember beserta tutupnya, panic, kompor, dan pengaduk.
Dan adapun bahan dalam percobaan ini, adalah Gula Jawa/Gula Merah sudah dicairkan (1 botol kecil aqua), air 10 liter yang sudah dimasak, sabun colek, dedak dan akar rumput gajah.
3.3 Langkah kerja
Adapun prosedur kerja dalam pembuatan MOL Buah-buahan yatu, sebagai berikut:
a. Menyiapkan ember ukuran 20 liter.
b. Memasukkan air yang yang sudah dididihkan kedalam ember.
c. Memasukkan dedak ke dalam ember yang sudah berisi air dan aduk hingga merata.
d. Memasukkan akar yang sudah di cuci bersih kedalam ember yang berisi air panas.
e. Mengaduk naik turun akar agar cepat melunak.
f. Menuangkan Molases kedalam ember
g. Mengaduk hingga air dan molases merata.
h. Fermentasi selama 2 minggu.
i. PGPR siap di saring dan digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Hasil dari praktikum pembuatan PGPR yang dilaksanakan di laboratorium Bioteknologi lantai 4 gedung PKP (Pusat Kegiatan Penelitian), Universitas Hasanuddin, Makassar, yaitu sebagai berikut:
NO.
GAMBAR
KETERANGAN
`1.
Penuangan air panas yang sudah dididihkan kedalam ember
2.
Penuangan Molases (gula merah yang sudah dicairkan) sebagai bahan makanan mikroba pengurai yang aktif didalam pembuatan PGPR ini.
3.
Penunagan dedak/bekatul kedalam larutan molases yang juga dedak ini sebagai bahan makana bagi mikroba pengurai.
4.
Memasukkan akar rumput gajah sekaligus penghomogenan larutan dan menekan naik turun akar agar cepat melunak dan tidak mengapung pada permukaan air.
5.
Penyabunan bibir ember secara merata untuk mencegah perkembangbiakan mikroba pengganggu sekaligus penutupan ember dengan rapat.
6.
Pelakbanan untuk memperkuat penutupan ember, sehingga tidak masuk udara yang dapat mengganggu kerja mikroba baik yang didalamnya
Tabel 7: Data Primer Setelah Diolah, 2013.
4.2 Pembahasan
Dari hasil yang diperoleh diatas, penggunaan akar rumput gajah sebagai objek utama pembuatan PGPR ini adalah karena akar rumput gajah ini merupakan salah asatu dari akar-akar tanaman yang lainnya seperti halnya akar jagung yang tahan terhadap hama dan penyakit. Pada akar rumput gajah ini justru terdapat miktoba yang dapat mendukung perkembangan dan perkembanagannya, karena mikroba yang terdapat didalamnya meriupakan mikroba baik dan dapat member manfaat yang banyak pada tanaman itu sendiri terutama nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman tersebut serta tidak berbahaya bagi manusia. Hal ini sesuai dengan pendapat Amalia (2007), yang menunjukkan adanya mekanisme PGPR dalam meningkatkan kesuburan tanaman dapat terjadi melalui 3 cara, yaitu:
1. Menekan perkembangan hama/penyakit (bioprotectant): mempunyai pengaruh langsung pada tanaman dalam menghadapi hama dan penyakit;
2. Memproduksi fitohormon (biostimulant): IAA (Indole Acetic Acid); Sitokinin; Giberellin; dan penghambat produksi etilen: dapat menambah luas permukaan akar-akar halus;
3. Meningkatkan ketersediaan nutrisi bagi tanaman (biofertilizer) .Bila penyerapan unsur hara dan air yang lebih baik dan nutrisi tercukupi, maka menyebabkan kebugaran tanaman juga semakin baik, sehingga akan semakin meningkatkan ketahanan tanaman terhadap tekanan-tekanan, baik tekanan biologis (OPT) maupun non biologis (Iklim).
Mikroba yang digunakan juga ini secara biologis tersedia dialam, tetapi hanya saj terdapat beberapa hambatan untuk penggunaan mikroba ini sendiri, seperti halnya mikroba ini di anggap berbahayakan bagi manusia disekitarnya, hal ini sesuai dengan pendapat Desmawati (2008), yang menyatakan bahwa berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi agens antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak berefek negatif pada manusia (Kloepper, 1978).
Dedak padi merupakan hasil sisa dari penumbukan atau penggilingan gabah padi. Dedak tersusun dari tiga bagian yang masing masing berbeda kandungan zatnya. Ketiga bagian tersebut adalah: Kulit gabah yang banyak mengandung serat kasar dan mineral, Selaput perak yang kaya akan protein dan vitamin B1, juga lemak dan mineral, Lembaga beras yang sebagian besar terdiri dari karbohidrat yang mudah dicerna. Pada praktkum kali ini kita menggunakan dedak halus biasa sebagai salah satu bahannya. Dedak halus biasa Merupakan hasil sisa dari penumbukan padi secara tradisional (disebut juga dedak kampung). Kadar serat kasarnya masih cukup tinggi akan tetapi sudah termasuk dalam golongan konsentrat karena kadar serat kasar dibawah 18%. Martabat Pati nya termasuk rendah dan hanya sebagian kecil saja yang dapat dicerna. Analisa nutrisi: 16.2% air, 9.5% protein, 43.8% bahan ekstrak tanpa N, 16.4% serat kasar, 3.3% lemak dan 10.8% abu serta nilai Martabat Pati (MP) nya 53 (Rayburn, 1993).
Air yang digunakan dalam proses pembuatan PGPR fungsinya ialah sebagai pelarut yakni melarutkan dedak agar menghasilkan suatu larutan yang siap untuk dijadikan PGPR. Penambahan gula merah pada praktikum ini berfungsi sebagai makanan mikroba pengurai agar mikroba dapat berfungsi dengan baik dalam pembuatan PGPR. Dalam pembuatan PGPR juga harus ditutup dan diberi sabun colek agar tidak ada mikroorganisme pengganggu yang bisa masuk yang dapat mengganggu proses penguraian atau proses pembuatan pestisida serta memberikan isolasi atau lakban agar tidak dapat masuk (Kloepper, 1978).
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun dari hasil dan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
1. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar.
2. Beberapa strain PGPR dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung, yaitu dengan meniadakan kehadiran mikroorganisme patogenik atau yang merugikan.
5.2 Saran
Dalam melakukan praktikum ini, sebaiknya alat dan bahan yang digunakan dikonfirmasikan, agar semua alat dan bahan tersedia, serta dapat dilakukan pembuatan PGPR ini sesuai dengan prosedur kerjanya dan tanpa kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R. 2007. Pengaruh Perlakuan Benih Menggunakan Rizobakteri Pemacu Pertumbuhan Tanaman ( RPPT ) dan Pemupukan P terhadap Pengendalian Penyakit Antraknosa, serta Pertumbuhan Cabai Merah (Capsicum annuum L.). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 45 hal.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. UI-Press. Jakarta. 468 hal.
Bowen, G. D., and Rovira, A. D. 1999. The rhizosphere and its management to
improve plant growth. Adv. Agron.
Desmawati, 2008. Pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacter ( PGPR ) prospek yang menjanjikan dalam berusaha tani tanaman hortikultura.http://ditlin.hortikultura.go.id/tulisan/desmawati.htm [8 Februari 2008].
Gandanegara, S. 2007. Azora pupuk hayati untuk tanaman jagung dan sayur.Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi tanaman budidaya.Terjemahan. H. Susilo, Subiyanto (Ed). UI Press. Jakarta.
Kloepper, J.W., & Schroth, M.N. 1978. Plant growth-promoting rhizobacteria onradish.879-882. Dlm. Proc. 4th into Conf. Plant Pathogenic Bact. Gibert-Clarey,Tours, Franco
Rayburn, E.B. 1993. Plant Growth and Development as the Basis of Forage.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Konsep penggunaan pestisida yang telah diterapkan pada pertanian modern, telah menimbulkan berbagai efek samping seperti pencemaran lingkungan di pabrik-pabrik penghasil pestisida maupun di lahan-lahan pertanian yang menggunakan pestisida tersebut. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat, CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom).
Adanya dampak negatif dari pestisida maka dibutuhkan teknologi alternatif untuk meningkatkan produksi pertanian yang lebih aman. Teknologi yang memungkinkan untuk dikembangkan dan relatif aman adalah pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR). Berbagai penemuan akan manfaat plant growth promoting rhizibacteria (PGPR) untuk pertanian telah dilaporkan oleh banyak peneliti di dunia. Antusiasme untuk mengkomersialkan rhizobacteria sebagai teknologi alternatif yang menjanjikan terutama dipicu untuk mengembangkan pertanian ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan input sintetik agrokimia (pupuk dan pestisida).
Berdasarkan hal di atas maka dipandang perlu untuk melaksanakan praktikum pembuatan plant growth promoting rhyzobacter, agar kita dapat mengaplikasikannya untuk mendukung pertanian ramah lingkungan.
1.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui cara pembuatan plant growth promoting rhyzobium.
Adapun kegunaannya adalah agar mahasiswa memilki keterampilan membuat PGPR dan mengaplikasikannya di lapangan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PGPR (Plant Growth Promoting Rhyzobium) adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik karena bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan pertumbuhannya (Gandanegara, 2007).
Rhizobakteria pemacu tumbuh tanaman (RPTT) adalah kelompok bakteri menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfir (bagian perakaran). Aktivitas rhizobakteria ini menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak langsung. Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan memobilisasi atau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta mensintesis dan mengubah konsentrasi fithothormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak langsungnya berkaitan dengan kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik (Anonim, 2013).
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut sebagai rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria = PGPR).Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping menambat N2, menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain), menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase, sianida memproduksi siderofor, dan melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995)
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami daerah perakaran tanaman yang diinokulasikan ke dalam benih dan ternyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sejak pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper dan Scroth (1982) , PGPR mengalami perkembangan yang sangat cepat, terutama pada beberapa tahun terakhir (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995).
Menurut Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel (1991) PGPR berada Disekitar Akar, akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran udara, unsur hara, dekomposisi dan lain-lain. Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu sebagai tambahan bagi kompos dan mempercepat proses pengomposan. Pengurangan pestisida dan rotasi penanaman dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri – bakteri yang menguntungkan seperti PGPR (Anonim, 2013).
PGPR dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui produksi hormon pertumbuhan kemampuan fiksasi Nitrogen untuk peningkatan penyediaan Nitrogen tanah, penghasil osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil senyawa tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman (Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel 1991).
Menurut Cattelan et al., 1999; Glick et al., (1995), Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon pemacu pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung mencapai 9%, sedangkan Salmonella liquefaciens meningkatkan berat kering mencapai 10% dan Bacillus sp. meningkatkan berat kering mencapai 7% lebih tinggi dibanding kontrol.
BAB III
METODOLOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum pembuatan Plant Promoting Rhyzobium ini dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Pertanian (PKP) lantai 4, Universitas Hasanuddin, Makassar pada hari selasa, 02 April 2013 pukul 08:00 WITA sampai selesai.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang dugunakan dalam praktikum ini adalah ember plastik dengan kapasitas 10 liter beserta penutupnya, pengaduk dan lakban merekatkan penutup ember agar tidak mudah terbuka. Adapun bahan yang digunakan adalah satu kilogram akar rumput gajah, dedak padi, gula merah yang telah dicairkan, sabun colek dan air hangat.
3.3 Prosedur Kerja
Adapun prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah sebagai berikut.
1. Menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Menuangkan air diember kemudian campur dengan akar rumput gajah yang telah dibersihkan dan dipotong-potong sebelumnya.
3. Mengaduk hingga rata, lalu tambahkan gula merah.
4. Menambahkan air hangat lalu diaduk lagi.
5. Menutup ember lalu mengoleskan sabun di sekitar mulut ember.
6. Mengisolasi penutup ember.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berikut hasil dari fermentasi PGPR selama 2 minggu.
gambar 1. PGPR sblm pengadukan Gambar 2. Setelah pengadukan
4.2 Pembahasan
Beberapa spesies bakteri rizosfer (di sekitar perakaran) yang mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman sering disebut Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) atau Rhizobakteria Pemacu Pertumbuhan Tanaman (RPPT). RPPT terdiri atas genus Rhizobium, Azotobacter, Azospirillum, Bacillus, Arthrobacter, Bacterium, Mycobacterium, dan Pseudomonas.
Bakteri pemacu tumbuh secara langsung memproduksi fitohormon yang dapat menginduksi pertumbuhan. Peningkatan pertumbuhan tanaman dapat terjadi ketika suatu rizobakterium memproduksi metabolit yang berperan sebagai fitohormon yang secara langsung meningkatkan pertumbuhan tanaman. Metabolit yang dihasilkan selain berupa fitohormon, juga antibiotik, siderofor, sianida, dan sebagainya. Fitohormon atau hormon tumbuh yang diproduksi dapat berupa auksin, giberelin, sitokinin, etilen, dan asam absisat.
Bakteri pemacu tumbuh secara tidak langsung juga menghambat patogen melalui sintesis senyawa antibiotik, sebagai kontrol biologis. Beberapa jenis endofitik bersimbiosis mutualistik dengan tanaman inangnya dalam meningkatkan ketahanannya terhadap serangga hama melalui produksi toksin, di samping senyawa anti mikroba seperti fungi Pestalotiopsis microspora, danTaxus walkchiana yang memproduksi taxol.
PGPR ini pertama kali diteliti oleh Kloepper dan Schroth tahun 1978. Mereka menemukan bahwa keberadaan bakteri yang hidup di sekitar akar ini mampu memacu pertumbuhan tanaman jika diaplikasikan pada bibit/benih. Tidak hanya itu, tanaman nantinya akan beradaptasi terhadap hama dan penyakit.
Rizobakteri yang bermanfaat dinamakan Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR). Oleh karena itu, PGPR dapat dipertimbangkan secara fungsional sebagai bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar.
Efek PGPR pada tanaman yang diiinokulasi dikelompokkan menjadi dua, yaitu: mendukung pertumbuhan tanaman dan pengendali secara biologis (biokontrol). Meskipun secara konseptual kedua efek ini sangat berbeda, dalam prakteknya sangat sulit bahkan hampir tidak mungkin untuk menentukan perbedaan dan batas antara keduanya. Strain PGPR Pseudomonas fluoresens dipilih untuk meningkatkan pertumbuhan dan hasil dari tanaman kentang, tetapi gagal mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang ditumbuhkan dalam kondisi gnotobiotic. Dan growth promotion yang terjadi pada kondisi tanah lapang berkaitan dengan reduksi populasi rizoplan asli, yaitu fungi dan bakteri.
Pertumbuhan tanaman distimulasi PGPR secara tidak langsung dengan cara mereduksi aktivitas organisme lainnya, sehingga dinamakan biokontrol. Sebaliknya, beberapa strain PGPR mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung dalam ketiadaan mikroflora asli rizosfer. Meskipun inhibisi dari mikroflora asli tidak terlibat dengan growth promotion, biokontrol dapat terjadi pada saat PGPR diuji dalam kajian penyakit atau pada percobaan lapang dengan patogen asli.
Biokontrol pada beberapa kasus diperkirakan muncul akibat dari penyakit yang terbebaskan. Akar menunjukkan pemanjangan atau percabangan yang berlebih akibat perlakuan PGPR, dapat meloloskan infeksi dari fungi patogen asal tanah yang lebih mudah menginfeksi benih muda. Selain itu infeksi patogen yang terlokalisir dalam 1 area sistem perakaran mungkin diseimbangkan oleh suatu peningkatan global dalam biomassa akar sebagai kompensasi.
Apabila dilakukan evaluasi PGPR dalam penelitian lapangan atau tanah lapangan yang disimpan dalam penelitian greenhouse, memungkinkan untuk menggambarkan efek yang teramati dari PGPR pada tanaman inang secara prinsip sebagai pendukung pertumbuhan atau biokontrol dengan mencatat perkembangan pertumbuhan tanaman dan simptom yang terjadi selama pertumbuhan tanaman.
Biokontrol terhadap fitopatogen tampaknya menjadi mekanisme utama dari PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria). Penekanan fitopatogen merupakan hasil dari produksi metabolit sekunder atau datang pada tanaman dengan sendirinya sebagai sistem pertahanannya. PGPR berbasis inokula seharusnya dapat bersaing dengan mikroorganisme indigenous dan dengan efisien mendiami daerah perakaran tanaman untuk melindunginya.
Kisaran Tanaman Inang bagi PGPR
Selama 5 tahun yang lalu penelitian PGPR dilanjutkan dengan tambahan 3 tujuan. Pertama, pekerjaan yang telah dilakukan pada tanaman “tanpa akar” sebagai tanaman inang menunjukkan bahwa mayoritas tanaman kondusif terhadap induksi PGPR terhadap pertumbuhan. Tujuan kedua melibatkan karakterisasi dampak pesifik PGPR, yaitu dampak lain selain mendukung hasil produksi. Studi pada tujuan edua ini telah mengarahkan pada keberadaan 2 sub-kelas baru dari PGPR dan menunjukkan bahwa PGPR dapat juga digunakan sebagai agen biokontrol. Tujuan ketiga dari pekerjaan ini membuktikan bahwa beberapa strain PGPR dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung, yaitu dengan meniadakan kehadiran mikroorganisme patogenik atau yang merugikan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Plant Growth-Promoting Rhizobacteria (PGPR) sebagai bakteri bermanfaat yang mengkolonisasi akar.
2. Beberapa strain PGPR dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara langsung, yaitu dengan meniadakan kehadiran mikroorganisme patogenik atau yang merugikan.
5.2 Saran
Sebaiknya sebelum melakukan praktikum ini, alat dan bahannya sudah disediakan dalam bentuk yang sudah siap dicampur, agar tidak memakan waktu lama dalam melaksanakan praktikum ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. www.pgpr-plant-growth-promoting-rhizobacteria.html. Diakses pada hari selasa 09 April 2013 pukul 13.51 WITA.
Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995. Plant Growth and Development as the Basis of Forage.
Gandanegara, S. 2007. Azora pupuk hayati untuk tanaman jagung dan sayur. Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi. BATAN.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan R.L. Mitchel. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan. H. Susilo, Subiyanto (Ed). UI Press. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar