Bahan organik tanah adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa anorganik hasil mineralisasi, termasuk mikroba heterotrofik dan ototrofik yang terlibat. Dalam pengelolaan bahan organik tanah sumbernya dapat berasal dari pemberian pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, serta pupuk hayati (Hanafiah,2005).
Bahan organik tanah merupakan hasil dekomposisi atau pelapukan bahan-bahan mineral yang terkandung didalam tanah. Bahan organik tanah juga dapat berasal dari timbunan mikroorganisme, atau sisa-sisa tanaman dan hewan yang telah mati dan terlapuk selama jangka waktu tertentu.bahan organik dapat digunakan untuk menentukan sumber hara bagi tanaman, selain itu dapat digunakan untuk menentukan klasifikasi tanah (Soetjito, 1992).
Bahan organik merupakan perekat butiran lepas dan sumber utama nitrogen, fosfor dan belerang. Bahan organik cenderung mampu meningkatkan jumlah air yang dapat ditahan didalam tanah dan jumlah air yang tersedia pada tanaman. Akhirnya bahan organik merupakan sumber energi bagi jasad mikro. Tanpa bahan organik semua kegiatan biokimia akan terhenti (Doeswono,1983).
Bahan organik adalah sekumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa organik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterotrofik organik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya (Madjid,2007)
Sumber primer bahan organikdalam tanah adalah jaringan tanaman berupa akar, batang, ranting, dan daun. Bahan organik dihasilkan oleh tumbuhan melalui proses fotosintesis sehingga unsur karbon merupakan penyusun utama dari bahan organik tersebut. Unsur karbon ini berada dalam bentuk senyawa polisakarida seperti selulosa, hemiselulosa, pati, dan bahan-bahan pektin dan lignin. Selain itu nitrogen merupakan unsur yang paling banyak terakumulasi dalam bahan organik karena merupakan unsur yang penting dalam sel mikroba yang terlibat dalam proses perombakan bahan organik tanah (Islami,1995).
Sumber sekunder bahan organik adalah fauna. Fauna harus erlebih dahulu menggunakan bahan organik tanaman setelah itu barulah menyumbangkan bahan organik. Pada umumnya jaringan binatang akan lebih cepa hancur daripada jaringan tumbuhan. Jaringan binatang sebagian besar tersusun dari air, bagian padatan yaitu hidrat arang, protein, lemak, lalu oksigen, hidrogen, dan abu. Susunan abu itu sendiri terdiri dari seluruh unsur hara yang diserap dan diperlukan tanaman kecuali C, H, dan O (Alfi, 2011).
Kandungan organik tanah biasanya diukur berdasarkan kandungan C-organik kandungan karbon (C) bahan organik bervariasi antara 45%-60% dan konversi C-organik menjadi bahan = % C-organik x 1,724. Kandungan bahan organik dipengaruhi oleh arus akumulasi bahan asli dan arus dekomposisi dan humifikasi yang sangat tergantung kondisi lingkungan (vegetasi, iklim, batuan, timbunan, dan praktik pertanian). Arus dekomposisi jauh lebih penting dari pada jumlah bahan organik yang ditambahkan. Pengukuran kandung bahan organik tanah dengan metode walkey and black ditentukan berdasarkan kandungan C-organik (Foth,1994).
Bahan organik tanah sangat berperan dalam hal memperbaiki sifat fisik tanah, meningkatkan aktivitas biologis tanah, serta untuk meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Bahan organik itu sendiri merupakan bahan yang penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara fisika, kimia maupun biologi tanah. Bahan organik adalah bahan pemantap agregat yang tiada taranya. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari bahan organik. Bahan organik juga merupakan sumber energi dari sebagian besar organisme tanah. Sumber bahan organik adalah jaringan tanaman (sumber sekunder). Kadar bahan organik tanah dipengaruhi oleh kedalaman, iklim, drainase dan pengolahan dari tanah tersebut. Bahan organik ditentukan kadarnya oleh para peneliti tanah melalui penetapan jumlah unsure karbon organiknya (Hakim dkk,1986).
Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan yang mati, yang terdekomposisi dan mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan hewan. Humus merupakan bahan organik tanah yang sudah mengalami prubahan bentuk dan bercampur dengan mineral tanah (Sutanto,2005).
Tanah tersusun dari bahan padatan, air, dan udara. bahan padatan tersebut dapat berupa bahan mineral dan bahan organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir, debu, dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral sedikit (kurang dari 5%) tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah. bahan organik adalah kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterofik dan autrofik yang terlibat dan berada di dalamya (Madjid, 2007).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar pertikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi penebalan struktur gumpal kasar yang kuat menjadi struktur yang lebih halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Stevenson, 1982).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan membentuk kompleks lempung logam-humus. Tanah yang kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjaid keras, kompak dan bergumul, sehingga menjadi kurang produktif (Stevenson, 1982). Pada tanah pasiran, bahan organik dapat diharapkan mengubah struktur tanah dari butiran tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Seholes et. al, 1994).
Pengaruh bahan organik terhadap salah satu sifat fisika tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak berisi bahan padat yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagi pori kapiler, pori meso dikenal sebagi pori drianase lambat, dan pori makro dikenal sebagai pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori makro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata airyang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yangberukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982). Penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menentukan berat volume tanah (Wiskandar, 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organikdi tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan persediaan air untuk pertumbuhan tanaman(Seholes et. al, 1994).
Kualitas dan kuantitas input bahan organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio kecil (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan organik dengan C/N besar(>25) maka mendorong mobilisasi, penentuan humus, akumulasi bahn organik dan peningkatan struktur tanah. input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat dekomposisi (Supriyadi, 2008). Selain itu, input bahan organik dengan kandungan N dan P rendah akan mendorong pengurangan bahan organik dalam tanah setelah dekomposisi (Fontaine et.al,2004).
Tanah tersusun dari bahan padatan, air, dan udara. bahan padatan tersebut dapat berupa bahan mineral dan bahan organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir, debu, dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral sedikit (kurang dari 5%) tetapi memegang peranan penting dalam menentukan kesuburan tanah. bahan organik adalah kumpulan senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia heterofik dan autrofik yang terlibat dan berada di dalamya (Madjid, 2007).
Bahan organik tanah merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar pertikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian bahan organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlukan. Pada tanah lempung yang berat, terjadi penebalan struktur gumpal kasar yang kuat menjadi struktur yang lebih halus dan tidak kasar, dengan derajat struktur sedang hingga kuat, sehingga lebih mudah untuk diolah (Stevenson, 1982).
Komponen organik seperti asam humat dan asam fulvat dalam hal ini berperan sebagai sementasi partikel lempung dengan membentuk kompleks lempung logam-humus. Tanah yang kandungan humusnya semakin berkurang, maka lambat laun tanah akan menjaid keras, kompak dan bergumul, sehingga menjadi kurang produktif (Stevenson, 1982). Pada tanah pasiran, bahan organik dapat diharapkan mengubah struktur tanah dari butiran tunggal menjadi bentuk gumpal, sehingga meningkatkan derajat struktur dan ukuran agregat atau meningkatkan kelas struktur dari halus menjadi sedang atau kasar (Seholes et. al, 1994).
Pengaruh bahan organik terhadap salah satu sifat fisika tanah adalah terhadap peningkatan porositas tanah. Porositas tanah adalah ukuran yang menunjukkan bagian tanah yang tidak berisi bahan padat yang terisi oleh udara dan air. Pori-pori tanah dapat dibedakan menjadi pori mikro, pori meso, dan pori makro. Pori-pori mikro sering dikenal sebagi pori kapiler, pori meso dikenal sebagi pori drianase lambat, dan pori makro dikenal sebagai pori drainase cepat. Tanah pasir yang banyak mengandung pori makro sulit menahan air, sedang tanah lempung yang banyak mengandung pori makro drainasenya jelek. Pori dalam tanah menentukan kandungan air dan udara dalam tanah serta menentukan perbandingan tata udara dan tata airyang baik. Penambahan bahan organik pada tanah kasar (berpasir), akan meningkatkan pori yangberukuran menengah dan menurunkan pori makro. Dengan demikian akan meningkatkan kemampuan menahan air (Stevenson, 1982). Penambahan bahan organik (pupuk kandang) akan meningkatkan pori total tanah dan akan menentukan berat volume tanah (Wiskandar, 2002).
Pengaruh bahan organik terhadap peningkatan porositas tanah di samping berkaitan dengan aerasi tanah, juga berkaitan dengan status kadar air dalam tanah. penambahan bahan organik akan meningkatkan kemampuan menahan air sehingga kemampuan menyediakan air tanah untuk pertumbuhan tanaman meningkat. Kadar air yang optimal bagi tanaman dan kehidupan mikroorganisme adalah sekitar kapasitas lapang. Penambahan bahan organikdi tanah pasiran akan meningkatkan kadar air pada kapasitas lapang, akibat dari meningkatnya pori yang berukuran menengah (meso) dan menurunnya pori makro, sehingga daya menahan air meningkat, dan berdampak pada peningkatan persediaan air untuk pertumbuhan tanaman(Seholes et. al, 1994).
Kualitas dan kuantitas input bahan organik akan berpengaruh pada kandungan bahan organik tanah. Substrat organik dengan C/N rasio kecil (<25) menyebabkan dekomposisi berjalan cepat, sebaliknya pada bahan organik dengan C/N besar(>25) maka mendorong mobilisasi, penentuan humus, akumulasi bahn organik dan peningkatan struktur tanah. input bahan yang mengandung lignin dan polyfenol akan menghambat dekomposisi (Supriyadi, 2008). Selain itu, input bahan organik dengan kandungan N dan P rendah akan mendorong pengurangan bahan organik dalam tanah setelah dekomposisi (Fontaine et.al,2004).
Fontaine, S., G., Bardoux, L. Abbadie, and Mariotti. 2004. Carbon Input to Soil May Decrease Carbon Content. Ecology Letters, 7: 314-320
Madjid, Abdul. 2007. Bahan Organik Tanah. (http://dasar2ilmutanah.blogspot.com/2007/11/bahan-organik-tanah.html) Diakses pada tanggal 14 Maret 2013
Scholes, M.C., Swift, O.W., Heal, P.A., Sanckez, JSI., Ingram and R. Dudal. 1994. Soil Fertility Reasearch in Response to Demant for Suitainability. In the Biological Management of Tropical Soil Fertility Ctds Woomer, PI. And Swift, M. J. John Wiley & Sons, New York.
Stevenson, F. T. 1982. Humus Chemistry. John Wiley & Sons, New York.
Supriyadi, Slamet. 2008. Kandungan Bahan Organik sebagai Dasar Pengelolaan Tanah di Lahan Kering Madura. Embryo wol.5 No.2: 178-179
Wiskandar. 2002. Pemanfaatan Pupuk Kandang untuk Memperbaiki Sifat Fisik Tanah di Lahan Kritis yang Telah Diteras. Kongres Nasional VII.
Foth, Henry. D, 1994 . Dasar-Dasar Ilmu Tanah Jilid ke Enam . Erlangga. Jakarta.
Islami, T. 1995. Klasifikasi Tanah. Aka press. Jakarta.
Madjid, Abdul. 2007. Bahan Organik Tanah. Universitas Sriwijaya. Palembang.
Soetjipto,dkk . 1992 . Dasar-Dasar Irigasi . Erlangga . Jakarta.
Sutanto, Rachman . 2005 . Dasar-Dasar Ilmu Tanah Konsep Kenyataan . Kanisius. Yogyakarta.
Hakim, dkk. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Miller, K. 1985. Ilmu Tanah. Gajah Mada. Yogyakarta.
Rabu, 08 Juni 2016
PERBANYAKAN VEGETATIF
ACARA I
PERBANYAKAN VEGETATIF
I. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip-prinsip dasar perbanyakan tanaman secara vegetatif.
2. Menguasai teknik-teknik perbanyakan tanaman vegetatif
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Aseksual berlangsung tanpa perubahan-perubahan kromosom. Sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya (Jumin, 1994).
Memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memperoleh tanaman yang mempunyai sifat gabungan antara kedua tanaman itu disebut okulasi. Asal mata tunas yang ditempelkan mempunyai sifat tajuk yang baik dan batang bawah mempunyai perakaran yang kuat maka kedua sifat baik itu tergabung pada satu tanaman (Ashley, 2004).
Untuk mendapatkan hasil okulasi yang baik, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu (Sugito et al, 1995) :
• antara batang atas dan batang bawah mempunyai sifat kompobilitas yang tinggi di antaranya mempunyai kesamaan dalam hal: umur batang, diameter batang dan lingkungan tumbuh tanaman induk. Suhu udara tempat persemaian diusahakan stabil dan berkisar antara 20-23ºC
• kelembaban udara dijaga cukup tinggi untuk mempercepat pembentukan kalus
• bahan stek dan lingkungan persemaian bebas dari hama dan penyakit (perlu disterilkan)
• diperlukan naungan untuk menghindari intensitas radiasi matahari yang terlalu tinggi serta untuk menjaga kelembaban udara di bawah naungan.
Translokasi hasil fotosintesa berlangsung melalui phloem (jaringan kulit kayu) untuk diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Kalau phloem diputuskan, maka tanaman atau hasil fotosintesa akan terhenti, sehingga membentuk kallus. Kallus ini apabila menyentuk media yang basah akan merangsang terbentuknya akar. Cabang atau dahan tempat akan terbentuk jika dipotong dan dipindahkan ke tanah akan diperoleh tanaman baru. Pekerjaan tersebut disebut mencangkok. Keuntungan yang diperoleh dari mencangkok adalah tanaman yang baru sama dengan induknya dan cepat memperoleh bibit yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya adalah tidak mempunyai perakaran yang kuat, memakan waktu yang banyak dan merusak pohon induk asal cabang atau dahan (Fuller and Caronthus, 1964).
Menurut Wudianto (1991), orang-orang pandai sering mendefinisikan stek sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dari dasar itulah muncul stek akar, stek batang, stek daun, stek umbi.
a. Stek batang
Sebagian orang menyebutnya dengan stek kayu, karena umumnya tanaman yang dikembangbiakan dengan stek batang adalah tanaman berkayu. Untuk memudahkan pertumbuhan akar stek ini kadang-kadang kita juga perlu mengikutkan sebagian kayu dari cabang induk, sehingga bentuk stek batang ini tidak hanya lurus tetapi bertumut atau dapat juga dibentuk seperti martil.
b. Stek daun
Untuk memperbanyak tanaman ini biasanya digunakan sehelai daun lengkap dengan tangkainya. Contoh tanaman seperti ini adalah lidah mertua (Sanciviera sp), tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini biasanya pada ujung daunnya akan keluar tunas. Dan tunas inilah yang kita tanam.
c. Stek akar
Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada musim dingin, sekalipun tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai situasi yang hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan dengan stek akar sebesar pensil
d. Stek mata
Stek mata yang juga sering disebut stek tunas ini, sebenarnya merupakan stek batang, hanya saja batang yang digunakan untuk stek hanya mempunyai satu mata. Penyemaian stek in sebaiknya dilakukan di pot atau kotak kayu yang telah diisi dengan pasir dan kompos dengan perbadingan 1:1.
e. Stek pucuk
Sesuai dengan namanya, stek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Media yang digunakan merupakan campuran kompos dengan pasir yang sudah bersih dan bebas dari penyakit. Bisa juga digunakan media campuran pasir yang sudah bersih, tanah gembur dan sejenis mineral yang disebut vermikulit.
f. Stek umbi
Dari sekian banyak umbi-umbian hanya separuh yang merupakan tanaman berumbian sebenarnya atau sering disebut bulb. Sedang yang lainnya dapat digolongkan dalam umbi palsu (corm), umbi batang (tubers), umbi akar (tuberous root), dan akar batang (rhizomes).
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan stek antara lain adalah kondisi lingkungan. Fisik dan fisiologi dari bahan yang digunakan sebagai stek. Suhu dan kelembaban suatu media merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan stek. Karena ketiga faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesegaran stek serta mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi kalus menjadi akar. Stek yang akan digunakan secara fisik harus sehat, kekar dan pertumbuhan normal. Sedangkan secara fisiologis, stek harus mengandung cadangan makanan dan genetik tubuh yang cukup untuk pembentukan akar tunas (Robbins and Wilfred, 1966).
Stek, perbanyakan tanaman dengan cara memotong bagian batang, cabang, daun atau akar tanaman yang seterusnya ditanaman terpisah. Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilannya antara lain; kondisi lingkungan, sifat fisik dan fisiologis dari bahan yang ditanam. Kelebihan cara ini yaitu sifat tanaman yang dihasilkan sama dengan induknya. Beberapa macam stek antara lain; stek batang, daun dan akar (Hartono,1971)
Menyambung adalah menempelkan atau menyambung bagian tanaman ke bagian lainnya sehingga tercapainya persenyawaan yang membentuk tanaman baru. Seperti halnya pembiakan vegetatif lainnya, menyambung tidak mengubah susunan genetik tanaman baru dan sama dengan tanaman induk. Menyambung ditujukan untuk memperoleh tanaman yang cepat berbuah, memperbaiki bagian tanaman yang rusak dan untuk memperbaiki sifat batang atas (Jumin, 1994).
Grafting dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (Jumin, 1994):
• Approach graft (penyambungan dekat) adalah menyambung dua tanaman yang masing-masing tanaman masih berhubungan dengan akarnya. Bagian yang digabungkan antara kedua tanaman itu adalah bagian atas saja. Setelah cukup berumur barulah salah satu batang bawah dipotong atau sama sekali dibiarkan terus sampai waktu tertentu.
• In arching adalah penyambungan (penyusukan) yang masing-masing batang atas dan bawah tetap berhubungan dengan akarnya. Hal ini untuk memperoleh yang daya isap haranya tinggi.
• Detached seron graft adalah batang atas lepas dari akarnya, diperoleh dari tanaman lain untuk disambung pada tanaman lainnya yang menjadi batang bawah.
• Bridge grafting adalah penyambungan yang terbentuk seperti jembatan guna mengganti kulit yang rusak.
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara I yang berjudul Perbanyakan Vegetatif, dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 7 Maret 2011 bertempat di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, plastik pembungkus, tali rafia, label atau etiket gantung, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain : tanaman puring (Codiatumvariegatum), Lidah mertua (Sanciviera), tanaman jeruk (Citrus sp), dan tanaman jambu air (Psidium aquatica).
Pada praktikum ini praktikan memperagakan beberapa metode perbanyakan tanaman secara vegetatif, yaitu yang pertama adalah penyambungan pucuk dari jenis tanaman Codiatum variegatum. Cara kerjanya ialah dipilih dua tanaman yang sama besar kemudian dipotong bagian pucuk untuk scion/entris 10-20cm tergantung pada besar batang. Apabila scion berdaun banyak, kurangi untuk mengurangi penguapan, bagian pangkal dari scion dipotong membentuk huruf V. Setelah itu dipilih tanaman kedua untuk dijadikan stock dan sudah dibelah bagian tengahnya sepanjang 1-2cm ke bawah (tergantung besar kecilnya batang). Scion disisipkan ke dalam stock kemudian diikat dengan tali, pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar agar scion tidak mudah jatuh. Hasil penyambungan tersebut disungkup dengan plastik. Mulai hari ketiga tanaman tersebut diamati apakah entris layu atau tidak sampai hari ketujuh, bila sambungan jadi (setelah 7 hari entris tidak layu), tali dapat dilepas setelah sambungan berumur lebih kurang 14-21 hari.Perbanyakan vegetatif yang kedua adalah cangkok pada tanaman Citrus sp., caranya yaitu dipilih batang yang memenuhi syarat untuk dicangkok, antara lain : cabang tidak terlalu tua atau terlalu muda, besarnya kurang lebih sebesar kelingking, warnanya kecoklatan, halus dan lurus keatas. Batang tersebut dibuat keratan melintang dengan jarak sekitar 5-7 cm antar keratan. Kulit batang dihilangkan dan dikerik bagian kayunya sehingga kambiumnya juga hilang, perlakuan ini dilakukan 3 kali ulangan. Pada keratan bawah dipasang plastik dan dimasukkan tanah kemudian segera tangkupkan plastik tersebut sehingga media cangkok menutupi seluruh bagian keratan. Plastik pembungkus dilubangi, dan cangkok harus dipelihara agar tetap berada dalam keadaan lapang. Cangkokan diamati sampai satu bulan, untuk mengetahui keberhasilan cangkokan ditandai dengan munculnya akar dari bagian keratan kulit batang sebelah atas.Perbanyakan vegetatif yang ketiga adalah setek batang, caranya adalah dipilih bagian tanaman yang akan dijadikan bahan setek dengan panjang kira-kira 5 cm dengan menyisakan satu daun saja (dibuat 3 ulangan). Bagian pangkalnya dipotong dengan sudut kemiringan 450. Ukuran luas daun dikurangi dengan memotongnya hingga tinggal setengah bagian. Bahan tanam yang berupa setek tadi dimasukkan ke dalam media tanam yang sudah disiapkan, lalu disungkup dengan plastik dan dijaga agar tetap dalam keadaan lapang. Setelah satu bulan untuk memeriksa keberhasilan setek, setek yang hidup ditandai dengan hidupnya tanaman hasil penyetekan dan tumbuhnya akar.Yang terakhir adalah setek daun, bahan yang digunakan adalah tanaman lidah mertua. Pilih daun tanaman yang memenuhi syarat untuk disetek dan dipotong melintang menjadi 3 bagian yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal (dibuat 3 kali ulangan). Kemudian potongan-potongan tersebut ditancapkan pada media tanaman yang telah disediakan sebelumnya. Tanaman tersebut harus dipelihara agar media tanam selalu dalam keadaan lapang, setelah satu bulan diperiksa, yang berhasil ditandai dengan segarnya potongan dan tumbuh dengan baik serta tumbuhnya akar.Setelah semua praktikum dilaksanakan, dihitung persentase keberhasilan cangkok, dan setek baik yang berasal dari ujung, tengah, dan pangkal, kemudian ditentukan mana yang lebih baik.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Stek Daun
Perlakuan Presentase keberhasilan
atas 20%
tengah 30%
bawah 0%
Tabel 2. Tingkat Keberhasilan Stek batang, sambung pucuk, dan cangkok
Perlakuan Presentase keberhasilan
Stek batang + ZPT 100%
Stek batang + air 87.50%
Sambung pucuk 0%
Cangkok 30%
B. Pembahasan
Perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ vegetatif tanaman seperti akar, batang, dan daun pada tanaman. Pada praktikum kali ini dipelajari beberapa cara – cara perbanyakan vegetatif yaitu penyambungan (Grafting), menyetek, dan mencangkok. Perbanyakan vegetatif biasa digunakan untuk mendapat keturunan yang lebih baik dari induknya.
1. Sambung Pucuk
Sambung pucuk yang dilakukan dalam acara ini termasuk dalam “top grafting” yaitu penyatuan pucuk (bagian atas tanaman) sebagai calon batang atas dengan batang bawah tanaman lain yang masih satu marga sehingga membentuk tanaman baru yang dapat menyesuaikan diri secara kompleks.
Pada praktikum kali ini tanaman yang digunakan untuk sambung pucuk adalah tanaman puring (Codiatum variegatum). Cara kerjanya adalah sebagai berikut, pertama dipilih dua tanaman puring yang berbeda jenis tetapi besar batang hampir sama. Kemudian dilakukan pemotongan batang bawah sebagai stock dengan membelah tengah-tengah batang. Pangkal batang lain sebagai scion membentuk huruf “V” dan menyisipkan scion pada stock. Persambungan diikat dengan tali yang bertujuan agar air tidak masuk di antara sisipan. Pada bagian scion dilakukan pengurangan jumlah daun untuk mengurangi penguapan. Kemudian pada bagian scion diberi sungkup plastik hingga menutupi penyambungan untuk memperkecil resiko kegagalan dan memberi lubang pada plastik agar aerasi udara tetap berjalan.
Persentase keberhasilan dari sambung pucuk sendiri yaitu 0%. Angka ini menunjukkan bahwa sambung pucuk pada praktikum kali ini dapat dikatakan gagal. Kegagalan ini dapat saja dikarenakan ketidaksesuaian antara ukuran stock dan scion sehingga nutrisi tidak berjalan dengan baik. Selain itu, kegagalan bisa saja disebabkan pengikatan antara stock dan scion yang kurang atau terlalu kencang.
2. Stek Batang
Stek batang adalah perbanyakan vegetatif dengan cara memotong batang lalu ditanam pada media tanam yang sesuai dengan jenis tanamannya. Pada praktikum kali ini tanaman yang digunakan untuk stek batang yaitu tanaman Citrus sp.
Pemilihan batang dalam stek adalah batang berumur kurang lebih satu tahun. Tujuan dari pemilihan batang yang tidak terlalu muda ataupun tidak terlalu tua adalah karena pada cabang yang terlalu tua sangat sulit untuk membentuk akar, sedangkan pada cabang yang terlalu muda prosos penguapannya terlalu cepat sehingga stek menjadi lemah dan mati. Hal lain yang mempengaruhi pada stek batang adalah ada tidaknya penyakit dalam cabang yang akan kita jadikan objek. Sebaiknya kita memilih batang yang berwarna hijau, cabang seperti ini biasanya memiliki kandungan nitrogen dan karbohidrat yang tinggi sehingga mempercepat petumbuhan akar.
Untuk pemotongan pada batang yang telah memenuhi syarat sebaiknya pemotongan ini dibuat miring dengan sudut kemiringan 45°. Tujuannya adalah memperluas persinggungan antara batang dengan media tanam. Untuk mengurangi tingginya penguapan pada tanaman dapat dilakukan mengurangi jumlah daun yang terdapat pada batang yang akan digunakan untuk stek. Dengan langkah yang tepat, hasil stek akan memuaskan.
Pangkal dipotong miring tersebut kemudian diberi zat perangsang pertumbuhan agar pada pangkal batang tersebut nantinya cepat tumbuh akar. Sebelum batang dimasukkan ke dalammedia tanam perlu dibuat lubang pada tanah yang ukurannya sesuai dengan diameter batang agar zat perangsang pertumbuhan tetap memempel pada batang yang distek. Sehingga campur tangan manusia tidak sia-sia.
Media tanam yang digunakan yaitu tanah. Persentase keberhasilan stek batang yang menggunakan ZPT adalah 100% dan yang hanya menggunakan air biasa adalah 87,5 %. Persentase tersebut termasuk tinggi yang menunjukkan bahwa stek batang berhasil dilakukan ditunjukkan dengan tumbuhnya akar dan tunas daun baru pada batang yang di-stek. Hanya saja, pertumbuhan pada stek batang yang diberi ZPT lebih baik dibandingkan dengan stek batang yang tidak diberi ZPT.
3. Cangkok
Mencangkok merupakan salah satu metode perbanyakan vegetatif yang paling sering digunakan. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh dari tanaman yang dihasilkan dari cangkokan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sifat ini meliputi rasa buah (khususnya untuk tanaman buah), keindahan bunga (untuk tanaman hias), serta ketahanannya terhadap hama dan penyakit tanaman, selain itu untuk tanaman buah tanaman cangkokan lebih cepat menghasilkan buah dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan tanaman normal lainnya. Selain keuntungan – keuntungan ataupun hal-hal positif yang telah disebutkan di atas, ternyata mencangkok memiliki kekurangan, yaitu : mencangkok tidak dapat dilakukan dalam skala besar hal ini dikarenakan jumlah dahan yang dapat dicangkok dari sebuah pohan sangatlah terbatas, waktu yang diperlukan untuk mencangkok relatif lama (bisa lebih cepat jika menggunakan zat perangsang), selain itu tingkat kematian pada cangkokan relatif tinggi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencangkok adalah pohon induk umurnya sudah cukup, tidak terlalu muda ataupun tidak terlalu tua. Untuk tanaman buah setidaknya sudah pernah berbuah sampai tiga kali. Pemilihan cabang yang tidak terlalu besar bertujuan agar dari satu pohon induk kita dapat memperoleh belasan ataupun puluhan cangkokan tanpa merusak pohon induk tersebut dan apabila cangkokan telah siap untuk dipindahkan ke media yang sebenarnya (tanah) penguapan airnya kecil. Cabang juga berwarna cokelat dan berkulit mulus hal ini karena pada batang yang berwarna kecoklatan, kallus penutup luka akan lebih cepat terbentuk.
Cabang yang siap untuk dicangkok dikerat melingkar, pengeratan ini bertujuan agar kita dapat mengelupas kulit kayu dan menghilangkan kambiumnya. Lapisan kambium ini perlu dihilangkan untuk menghindari terbentuknya kulit karena jika kulit kembali terbentuk maka akar tidak akan tumbuh, selain itu agar jalan makanan dari akar ke atas tertahan sehingga lapisan yang telah dihilangkan kambiumnya akan menggembung dan di dalamnya tumbuh daging baru yang selanjutnya dari daging itu akan tumbuh akar. Penghilangan kambium sebaiknya menggunakan kertas atau kain yang halus, hindari penggunaan pisau pada proses ini karena akan menyebabkan luka yang mengakibatkan xylem juga terluka sehingga peran xylem sebagai pengangkut air dan zat hara dari akar ke seluruh bagian tanaman akan terputus hal ini akan mengakibatkan batang, ranting, dan daun yang berada di atas luka akan mengering sehingga cangkokan menjadi gagal.
Setelah itu, luka sayatan yang telah kering tersebut ditutup dengan tanah yang telah diberi air sampai lembab kemudian dibungkus plastik dan diikat dengan tali yang rapat sehingga kelembaban tetap terjaga. Plastik yang digunakan sebagai penutup harus diberi lubang untuk pertukaran udara dan mempermudah kita pada saat penyiraman. Digunakan tanah yang lembab karena zat-zat makanan berupa karbohidrat, zat pembentuk akar rhizokolin dan auksin yang berperan sebagai zat perangsang pertumbuhan yang asalnya dari daun-daun di bagian atas sayatan akan merangsang timbulnya akar pada cabang di bagian atas sayatan.
Pada praktikum ini, kami menggunakan tanaman rambutan (Psidium aquatica), di mana tingkat keberhasilan dari kelompok kami adalah 30 %. Presentase tersebut menunjukkan cangkok yang kami buat dalam praktikum ini tidak sepenuhnya berhasil, yang ditandai dengan munculnya sedikit akar pada cangkokan. Hal tersebut dapat disebabkan beberapa hal seperti pemilihan tanah yang kurang baik untuk cangkokan, pemilihan batang yang masih terlalu muda, dan tidak sempurna dalam membersihkan kambium batang yang dicangkok.
4. Stek Daun
Stek daun adalah perbanyakan vegetatif dengan cara memotong daun tanaman menjadi beberapa bagian, lalu ditanam pada media tanam. Potongan tersebut kemudian akan menjadi tanaman baru. Stek daun ini dilakukan untuk memperoleh tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Cara perkembangbiakan ini banyak diterapkan pada tanaman hias, terutama tanaman hias sukulen, daunnya tebal berdaging dan kandungan airnya tinggi. Daun yang dipilih untuk stek ini harus yang telah cukup umurnya, dengan demikian daun tersebut mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Warna dari daun juga dipilih yang hijau segar karena daun yang berwarna kekuningan menandakan daun itu kekurangan Nitrogen yang akan berdampak pada lambatnya proses pembentukan akar sehingga tingkat keberhasilan stek daun juga akan berkurang.
Dalam percobaan ini digunakan daun tanaman lidah mertua (Sanciviera sp). Penyetekan dilakukan dengan memilih daun tanaman yang bagus dan memotong menjadi tiga bagian, yaitu ujung, tengah dan pangkal. Dalam pemotongan diusahakan dilakukan satu kali iris setiap potongnya untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Setelah daun dipotong, daun ditancapkan pada media tanah yang telah disiapkan.
Hasil percobaan menunjukkan persentase keberhasilan stek daun ujung 20%,stek daun tengah 30%, danstek daun pangkal 0%. Persentase keberhasilan stek daun paling tinggi terdapat pada bagian tengah dibandingkan pada bagian pangkal dan ujung. Stek daun ini disimpan pada tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung. Pada polybag diberi sungkup plastik yang fungsinya untuk mengurangi transpirasi dan agar terhindar dari sinar matahari. Keberhasilan stek daun ditandai dengan tumbuhnya akar serta daun masih tetap berwarna hijau dan segar bentuknya juga masih tetap seperti semula.
VI. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Perbanyakan vegetatif yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, yaitu kualitas dan sifat-sifat tanaman yang sama dengan induknya dapat dilakukan dengan cara stek batang, stek daun dan cangkok.
2. Untuk mendapatkan hasil yang beragam dan meningkatkan sifat-sifat unggul tanaman dapat dilakukan dengan sambung pucuk (grafting).
3. Persentase keberhasilan cangkok adalah 30%
4. Persentase keberhasilan stek daun adalah
1. bagian ujung adalah 20%
2. bagian tengah adalah 30%
3. bagian pangkal adalah 0%
5. Persentase keberhasilan stek batang adalah 100% dan 87,5 %
6. Persentase keberhasilan sambung pucuk (grafting) adalah 0%.
7. Dari hasil percobaan rata-rata persentase yang tinggi dalam perbanyakan vegetatif yang dilakukan adalah stek daun. Karena teknik ini paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
8. Persentase yang paling rendah adalah sambung pucuk (grafting) karena diperlukan kecermatan yang lebih dan keahlian dalam melakukan perbanyakan dengan cara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ashley, J.B. 2004.Ways to Vegetative. <http://farmingandplantation.org.>. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Fuller, J.H. and L.B Caronthus. 1964. The Plant World 4th Edition. Holt and Richard Inc., USA.
Hartono, SH.1971. Pengaruh panjang stek pangkal batang terhadap pertunasan anggrek Aranthera jamos storie. Buletin Penelitian Hortikultura 2 : 49-52
Jumin, Hasan Basri. 1994, Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Garfindo, Jakarta.
Robbins and Wilfred W. 1966.Botany and Introduction to Plant Science. John Wiley and Sons, USA.
Sugito, L., Jawal. M., Wijaya.1991. Pengaruh pengeratan terhadap keberhasilan stek rambutan Binjai. Penelitian Holtikultura4 (2):1-8.
Wudianto, Rini. 1991. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi.Penebar Swadaya, Jakarta.
ACARA II
KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR
I. TUJUAN
1. Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi.
2. Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode waktu tertentu.
3. Mengetahui efisiensi penggunaan air tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan air tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (Et tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Soemarno, 2004).
Kebutuhan air tanaman dinyatakan sebagai jumlah satuan air yang diserap per satuan berat kering yang dibentuk, atau banyaknya air yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan berat berat ing tanaman.Selama pertumbuhan tanaman terus menerus menghisap air dari dalam tanah dan mengeluarkannya pada saat transpirasi. Kehilangan air pada tanaman dapat terjadi melalui (Williams, 1974):
a. Transpirasi
b. Akibat sampingan fiksasi karbondioksida dalam pemecahan karbon dan oksigen.
Efisiensi penggunaan air meningkat dengan tingginya kesuburan tanah. Artinya, semakin subur tanah semakin banyak air yang diperlukan, karena absorbsi hara berjalan dengan kecepatan tinggi. Tunas air yang dibiarkan tumbuh akan merugikan tanaman karena terjadi persaingan air dan unsur hara untuk pertumbuhan vegetatif tunas air tersebut (Sale, 1970).
Tanah sebagai media pertumbuhan memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup, baik bagi tumbuhan maupun hewan, terutama untuk hewan-hewan yang hidup di permukaan tanah. Kelembaban, suhu udara, kesarangan tanah, kehidupan jasad renik, dan fauna tanah sangat berpengaruh dalam menunjang kehidupan tanaman dan kesuburan tanah ( Adianto, 1993 ).
Media tanam berfungsi sebagai tempat akar melekat, mempertahankan kelembaban dan sebagai sumber makanan. Media yang baik dapat menyimpan air untuk kemudian dapat dilepaskan sedikit demi sedikit dan dimanfaatkan oleh tanaman ( Budiyati et al.,1994 ).
Faktor lain yang juga penting dalam pertumbuhan tanaman selain tanah yaitu energi penyinaran dalam bentuk energi panas dan cahaya, serta udara yang memberikan karbondioksida dan oksigen. Tanah sendiri merupakan komponen hidup dari lingkungan yang penting, yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi penampilan tanaman, bila tanah salah digunakan tanaman menjadi berkurang produksinya. Sedangkan bila ditangani secara hati-hati dengan memperhatikan tabiat fisik dan biologinya, akan terus-menerus akan mengahasilkan tanaman dalam beberapa generasi yang tidak terhitung ( Harjadi,1979 ).
Kebutuhan air tanaman merupakan air yang diperlukan oleh tanaman untuk mengganti air yang hilang melalui transpirasi dan evaporasi, secara bersama-sama pada umumnya disebut sebagai evapotranspirasi. Kebutuhan air tanaman dapat ditentukann secara langsung maupun dengan menggunakan data anasir cuacah.secara langsung akan memakan waktu, mahal dan diperlukan pengalaman yang cukup, sedangkan dengan menggunakan cara kedua akan diperoleh nilai evapotranspirasi potensial (Dorenboos dan Pruitt,1977cit. Hermantoro dan Pusposutarjo, 2000).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara II yang berjudul Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air dilaksanakn di rumah kaca Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada Kamis tanggal 14 Maret 2011. bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih tomat, benih cabai, polybag, media tanam tanaman (tanah kering udara), air keran, kantong kertas, dan kertas bekas. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kertas label, alat tulis, cetok, termohigrometer, neraca, dan cangkul.
Pertama-tama polybag ukuran 15×20 cm tanpa dilubangi diisi dengan tanah kering udara seberat 1000 gram.Kemudian ditambahkan air sebanyak 100 ml ke dalam tanah 1000 gram agar menjadi pada kondisi kapasitas lapangan, sehingga berat totalnya 1100 gram.Lalu disiapkan satu polybag untuk tiap perlakuan.Perlakuan yang pertama yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan tanpa tanaman, sedangkan perlakuan yang kedua yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan yang ditanami tanaman tomat dann perlakuan yang ketiga yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan yang ditanami tanaman cabai. Kemudian bibit tomat dan bibit cabai yang telah disediakan ditanam. Lalu diambil contoh tanaman tomat dan tanaman cabai untuk ditentukan luas daun dan berat keringnya. Tanaman dipelihara selama 21 hari setelah pindah tanam. Air yang hilang karena evaporasi dan evapotranspirasi ditentukan mulai 4 hari setelah penanaman, dengan frekuensi pengamtan 2 kali tiap minggu (interval 3-4 hari), sehingga total pengamatan 6 kali dengan rincian 3 kali saat pertemuan rutin (hari praktikum) dan 3 kali di tengah-tengah nya. Bobot awal polybag, baik dengan tanaman maupun tanpa tanaman adalah 1100 gram. Setelah 3-4 hari, bobotnya akan berkurang karena evaporasi dan evapotranspirasi. Selisih bobot inilah yang dicari.Polybag ditimbang pada saat pengamatan dilakukan. Selisih bobot awal dengan akhir pada polybag tanpa tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evaporasi. Sedangkan selisih bobot awal dengan akhir pada polybag dengan tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evapotranspirasi.Selisih antara kebutuhan air untuk evapotranspirasi dengan evaporasi merupakan kebutuhan air untuk transpirasi.Setelah penimbangan pada waktu yang telah ditentukan, kembali ditambahkan air ke polybag hingga beratnya menjadi 1100 gram.Kemudian dinyatakan kebutuhan air tanaman untuk proses evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi. Setelah pengamatan selesai, hasil pengukuran evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi selama 16 hari Atersebut ditotalkan sebagai air yang dibutuhkan. Tanaman dipanen pada hari ke-21 , lalu ditentukan bobot kering tanaman. Selisih bobot kering tanaman pada hari ke-21 dengan bobot kering tanaman saat tanam merupakan biomassa tanaman yang dihasilkan selama periode tersebut. Kemudian ditentukan efisiensi penggunaan air dengan rumus:
WUE = x 100%
Untuk mengetahui luas daun, dapat digunakan rumus:
Luas Pola Daun (cm²) = x Luas Standard (cm²)
Untuk mengetahui laju transpirasi dapat digunakan rumus :
Laju Transpirasi = x hari
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada tanaman tomat
Perlakuan Pengamatan ke Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5 6
Evaporasi
(a gram) 41,25 56,67 46,00 54,00 72,00 50,00 319,92 53,32
Evapotranspirasi (gram) 67,00 82,00 125,00 100,00 128,00 124,00 626,00 104,33
Transpirasi
(b gram) 25,75 25,33 79,00 46,00 56,00 74,00 306,08 51,01
Air yang dibutuhkan (a+b) 67,00 82,00 125,00 100,00 128,00 124,00 626,00 104,33
Tabel 2. Hasil pengamatan berat segar, berat kering, dan luas daun tanaman tomat
Berat kering awal (BKAw)
(gram) Berat segar akhir (BSAk) (gram) Berat kering akhir (BKAk) (gram) BKAk-BKAw (gram) Luas pola daun (LD) (cm2)
0,51 9,205 2,258 1,748 137,2
Tabel 3. Hasil pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada tanaman cabai
Perlakuan Pengamatan ke Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5 6
Evaporasi
(a gram) 41,25 56,67 46,00 54,00 72,00 50,00 319,92 53,32
Evapotranspirasi (gram) 57,00 76,00 67,00 69,00 92,00 82,00 443,00 73,83
Transpirasi
(b gram) 15,75 19,33 21,00 15,00 20,00 32,00 123,08 20,51
Air yang dibutuhkan (a+b) 57,00 76,00 67,00 69,00 92,00 82,00 443,00 73,83
Tabel 4. Hasil pengamatan berat segar, berat kering, dan luas daun tanaman cabai
Berat kering awal (BKAw)(gram) Berat segar akhir (BSAk) (gram) Berat kering akhir (BKAk) (gram) BKAk-BKAw (gram) Luas pola daun (LD) (cm2)
0,1 1,128 0,384 0,284 82,4
Tabel 5. Berat Basah (BB) dan Berat Kering (BK)
tomat cabai
BB 9,205 1,128
BK 2,258 0,384
B. Pembahasan
Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya, tidak terkecuali dengan tanaman. Hal ini disebabkan beragamnya fungsi air, yaitu sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman agar konstan. Tanaman membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya, tidak kurang tetapi juga tidak berlebihan.
Transpirasi ialah satu proses kehilangan air dari tumbuh-tumbuhan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Air diserap dari akar rerambut tumbuhan dan air itu kemudian diangkut melalui xilem ke semua bahagian tumbuhan khususnya daun. Bukan semua air digunakan dalam proses fotosintesis. Air yang berlebihan akan disingkirkan melalui proses transpirasi Evaporasiatau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bagunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer. Evapotranspirasi adalah kejadian bersama-sama antara evaporasi dan transpirasi, keduanya saling mempengaruhi.Bila penguapan terjadi dilihat pada suatu daerah dimana di dalamnya terdapat juga tanaman yang tumbuh maka penguapan yang terjadi di daerah tersebut disebut Evapotranspirasi.(Devlin, 1983).
Kegiatan transpirasi dipengaruhi oleh faktor, baik faktor dalam maupun luar. Faktor dalam antara lain besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata, dan faktor luar antara lain kelembaban, suhu, cahaya, angin dan kandungan air tanah. Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama temperatur, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin, serta kandungan air tanah. Dengan terjadinya evaporasi, maka kandungan air tanah turun dengan demikian kecepatan evaporasi juga akan turun.
Air ditanah dapat di golongkan menjadi tiga yaitu air kapiler, air gravitasi dan air hidroskopis. Air kapiler merupakan air yang terdapat pada tanah dan dapat digunakan oleh tanaman. Air gravitasi merupakan air yang teratus (mengalami perkolasi) oleh gaya gravitasi dan air ini ini hanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam waktu singkat. Air hidroskopis merupakan air yang tidak tersedia bagi tanaman karena terikat kuat secara kimia oleh partikel-partikel tanah.
Pada percobaan ini ,untuk mengetahui kebutuhan air tanaman dilakukan dengan menghitung hilang air melalui evapotranspirasi menggunakann metode Phytometer. Metode ini digunakan untuk mengetahui evaporasi dan transpirasi yang terjadi.Prinsip pengukuran ini adalah menanam tumbuhan dalam plot, membuat pot yang hanya berisi tanah kemudian di siram dengan volume tertentu dan dibandingkan hasilnya. Dengan mengetahui hasil volume dan biomassa tanaman yang ditanam dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan air (WUE). Efisiensi penggunaan air merupakan hasil bagi dari biomassa yang dihasilkan dibagi air yang dibutuhkan dikali 100%. Hal ini dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan air pada tanaman sehingga tidak berlebihan. Dalam perhitungan deperoleh bahwa efisiensi penggunaan air pada tanaman tomat ialah 0,771 % sedangkan pada tanaman cabai efisiensinya ialah 0,403 %. Ditinjau dari segi morologi tanaman tomat memilikai ukuran yang lebih besar dari tanaman cabai, hal ini menyebabkan kebutuhan akan air lebih banyak. Selain dari ukuran tanaman, dai luas daun pun tanaman cabai lebih kecil luas pola daunnya dibandding tanaman tomat yaitu untuk tanaman tomat luas pola daunnya 137,2 cm ² sedangkan tanaman cabai hanya 82,4 cm². Dilihat dari ukuran batang pun tanaman tomat memiliki batang yang lebih besar daipada tanaman cabai. Dari segi akar untuk tanaman tomat perakaran lebih banyak daripada tanaman cabai, sehingga dalam penerapan air akan lebih banyak pula. Dari kedua tanamn tersebut dapat dilihat pada histogram kebutuhan air tanaman menunjukkan tanaman tomat lebih besar evapotranspirasinya.
Dari hitogram diatas dapat diketahui perbandingan antara evaporasi dengan evapotranspirasi dimana hasil dari evapotraspirasi lebih besar dari hasil evaorasi. Hal ini dikarenakan evapotraspirasi merupakan proses penguapan air pada tanah dan juga tanaman. Untuk evaporasi maupun evapotranspirasi mengalami naik turun yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembaban tiap harinya.Pada kondisi kering tanaman cenderung mengkonsumsi air yang cuku banyak untuk memenuhi kebutahan air dalam tubuh tanaman.
Dapat dihubungkan pula antar kebutuhan air dengan laju transpirasi.Laju transpirasi dengan kebutuhan air berbanding lurus.Dimana laju transpirasi merupakan hasil bagi antara kebutuhan air tanamn dengan luas pola daun dikalikan dengan jumlah hari sebelum dipanen. Didapatkan bahwa untuk tanaman tamat laju transpirasinya 15,97 gr /cm² dalam 21 hari sedangkan tanaman cabai 18,739 gr /cm² dakam 21 hari. Hasil ini menunjukan bahwa tanaman cabai mempunyai leju transpirasi yang lebih besar dibandingkan tanaman tomat.
Tanaman merupakan satu kesatuan dari muali akar sampai tunas. Senua bagian memerlukan air dan mempunyai andil dalam menetukan kebutuhan air suatu tanaman. Dari histogram BB dan BK didapatkan bahwa hasil bahwa tanaman tomat mempunyai kandungan air yang relatif lebih banyak daripada tanaman cabai sehingga berat sebelum dan sesudah dikeringkan jarak pengurangannya sangat jauh, jika dibanding dengan tanaman cabai tang penguranganya reltif kecil. Sehingga dapat diketaui bahwa tanaman tomat memerlukan air yang lebih banyak dibandingkan tanaman cabai.Berat tanaman juga mengambarkan banyaknya sel yang ada pada tanaman,s emakin banyak sel maka semakin besar suatu tanaman.
VI.KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Efisiensi penggunaan air tergantung kepada laju evaporasi, laju evapotranspirasi, dan laju transpirasi tiap harinya.
2. Jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi pada tanaman cabai 53,32 gram dan 20,51 gram sedangkan tanaman tomat 53,32 gram dan 51,01 gram
3. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode tertentu (21 hari) untuk tanamn cabai adalah 73,83gram/cm2 sedangakan untuk tanaman tomat adalah 104,33 gram/cm2
4. Efisiensi penggunaan air tanaman (WUE) tanaman cabai adalah sebesar 0,403 % dengan laju transpirasi sebesar 18,739 gr /cm³ sedangkan pada tanaman tomat efisiensi penggunaan air adalah sebesar 0,771 % dengan laju transpirasi sebesar 15,97 gr /cm³.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Penerbit Alumni, Bandung.
Budiyati, H. S., Arifin, N. Anshori. 1994. Pengaruh beberapa media dan jenis waktu pemberian air pada saat penyampaian terhadap bibit anggrek Dendrobium. Buletin Agronomi15 : 61 – 75.
Devlin, R.M and K.H.Withan.1983.Plant Phisiology.Williard grant press, Boston.
Harjadi, S. S. 1979. Pengantar Agronomi.Gramedia, Jakarta.
Hermantoro dan Pusposutarjo. 2000. Pemodelan pertumbuhan dan pemakaian air tanaman palawija di lahan kering. Buletin Keteknikan Pertanian 14 : 139-149.
Sale, PJ.M. 1970. Growth, flowering and fruiting of cacao under controlled soil moisture condition. Journal of Hortikultural Science 45: 99-118.
Soemarno.2004.Pengelolaan Air Untuk Tanaman. <http://images.soemarno.multiply.com>. Diakses tanggal 18 Maret 2011.
William, C.N dan K.T Joseph. 1974. Climate Soil and Crop Production in the Humid Tropics. All Printing Works, Kuala Lumpur.
ACARA III
PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONALDAN THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
I. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi.
2. Mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat keringnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tahap penyemaian bertujuan untuk menyemaikan benih sehingga dapat diperoleh semaian (kecambah) yang berukuran kecil. Penyemaian ini biasa dilakukan dalam bedengan penyemaian tanah atau dalam polybag berukuran kecil. Syarat-syarat persemaian antara lain tanah subur, tidak dalam kondisi tertutup sehingga bibit dapat memanfaatkan sinar matahari sebaik-baiknya., dekat sumber pengairan, mudah untuk diamati (Najiati dan Darmiati, 1992).
Pengolahan tanah dan lapisan bajak yang kedap air diperlukan dalam budidaya tanaman padi. Pengolahan tanah dalam hingga mencapai kondisi lumpur menyebabkan zone perakaran makin luas dan akr tanaman akan tumbuh baik, sehingga penyerapan hara oleh akar makin efektif. Lapisan bajak berfungsi untuk menahan infiltrasi agar air selalu tergenang. Lapisan bajak yang belum terbentuk pada lahan sawah menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan elektrokimia yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Perubahan tersebut antara lain kekurangan oksigen, turunnya potensial redoks, menurunkan kadar seng yang larut, dan merangsang terbentuknya senyawa beracun seperti karbondioksida, matan dan asam organik. Penggunaan lahan organik di lahan sawah dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah, memasok hara yang dibutuhkan tanaman, mempertahankan kelestarian kesuburan tanah, dan untuk mengimbangi panggunaan pupuk orhanik (Adisarwanto et al,1997 cit Mulyadi et al, 2001).
Padi organic SRI pertama kali diperkenalkan tahun1999, yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Metode SRI terdiri atas tiga point utama, yang pertama penanganan bibit secara seksama. Terdiri atas pemilihan bibit unggul, penanaman pada usia muda (kurang dari 10 hari setelah semai), penanaman satu bibit per titik tanam,penanaman dangkal dan jarak tanam lebar. Metode SRI hanya menggunakan air sampai keadaan tanahnya sedikit terlihat basah oleh air dan tidak adanya penggunaan pupuk kimia karena SRI menggunakan pupuk kompos. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan air sampai pada tahap tanahnya tergenang air, serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam. Yang ketig adalah keterlibatan mikroorganisme local (MOL) dan kompos sebagai tim sukses dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda (Sutanto,2002).
Komponen utama SRI adalah pindah tanam bibit pada usia dini, jarak tanam yang diperlebar, satu bibit tiap lubang tanam, manajemen aiy yang mempertahankan tanah pada kondisi lembab tapi tidak tergenang, pengendalian gulma sebelum menutupnya kanopi, dan penggunaan bahan organik sebagai pupuk (Stoop et al, 2002; uphoff, 2002 cit. Mc. Donald, 2005).
Sistem produksi padi dengan sebar benih secara langsung, ketergantungan pada persemaian menjadi hilang sehingga tidak ada lagi penurunan hasil gabah yang disebabkan oleh bibit tua. Kelemahan sistem ini adalah tidak ada keseragaman sebar benih sehingga kemungkinan akan menyulitkan penyiangan. Penggunaan herbisida dapat mengatasi persaingan oleh gulma pada cara tanam ini. Tingkat keberhasilan proses pindah tanam (transplanting) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor genetis tanaman yang ditampilkan adalah kemampuan tanaman dalam melakukan pemuliaan kesegaran tumbuhnya, hal ini termasuk kemampuan regenerasi akar tinggi, laju transpirasi rendah, sedang faktor lingkungan meliputi temperatur, kelembapan, dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman pada saat pindah tanam (Michael, 1999).
Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tetapi memanfaatkan jerami, limbah gergaji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk tanahnya. Lalu, bibit yang disemai tidak lagi 20 hari, melainkan 7 hari tempat persemaian sederhana seperti memanfaatkan ember. Jika sebelumnya benih dibutuhkan 30kg/ha kini pola SRI cukup 7kg/ha. Setelah itu, di tanam di sawa dengan biji tunggal (satu biji benih) saat usia benih tujuh hari dengan jarak tanam 30×30 cm. Tidak banyak diberi air, lalu penyiangan dilakukan empat kali, pemberian pupuk alami hingga enam kali, pengendalian hama terpadu, dan masa panen saat usia 100 hari atau lebih cepat 15 hari pola biasa (Mohamad, 2010).
III. METODOLOGI
Praktikum dasar-dasar agronomi acara III dengan judul Persemaian dan Pindah Tanam Padi metode Konvensional dan The System of Rice Intensification(SRI) dilaksanakan di laboratorium manajemen produksi tanaman, jurusan budidaya pertanian, fakultas pertanian, universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada hari Senin, 07 Maret 2011. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain; polybag, penggaris, oven, dan alat tulis. Bahan yang digunakan antara lain; biji padi dan tanah.
Pada praktikum ini akan dilakukan 3 hal yaitu; menyiapkan persemaian, menyiapkan media tanam untuk pindah tanam, dan melakukan pindah tanam. Saat menyiapkan persemaian, disiapkan 3 buah ember berdiameter sama dan diisi tanah yang beratnya sama. Kemudian ditambahkan air ke dalam ember berisi tanah hingga macak-macak. Kemudian benih padi disemai dengan kerapatan 75gr/m2. Bibit pada ember pertama akan dipindah tanam pada usia 7hss, kedua 14hss, dan ketiga 21hss. Selanjutnya menyiapkan media tanam untuk pindah tanam. Pada tahap ini, disiapkan polybag yang diisi tanah dan disiram hingga macak-macak (perlakuan pindah tanam 7hss dan 14hss), dan disiram hingga tergenang (perlakuan 21hss). Yang terakhir adalah melakukan pindah tanam. Bibit padi ditanam 1 bibit per lubang untuk perlakuan pindah tanam 7hss dan 14hss. Bibit padi ditanam 2bibit per lubang untuk perlakuan pindah tanam 21hss.
Setelah di-pindah tanam, kemudaian diamati tinggi tanaman dan jumlah daun mulai usia 7hss hingga 28hss, setiap seminggu sekali. Tanaman padi dipanen saat usia 28hss. Tanaman kemudian dioven pada suhu sekitar 65o-70oC selama 48 jam, setelah beratnya konstan, ditimbang berat keringnya. Kemudian dihitung nilai SGR-nya (Summed Growth Ratio). Dibuat juga grafik tinggi tanaman dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan serta histogram berat segar dan berat keringnya. Kemudian dibandingkan kualitas bibit pada usia 28hss skibat perlakuan pindah tanam.
Untuk perhitungan SGR, dihitung dengan persamaan :
SGR = L1 + T1 + H1
3
Dimana:
L1 : rasio jumlah daun.
T1 : rasio bobot kering.
H1 : rasio tinggi tanaman.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
• A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Tabel Tinggi Tanaman
Pindah Tanam Pengamatan TT ke
1 2 3 4
7 hss 5,53 17,74 25,13 29,43
14 hss 0,00 17,35 22,13 28,79
21 hss 0,00 0,00 24,17 25,22
Tabel 2. Tabel Jumlah Daun
Pindah Tanam Pengamatan ke (jumlah daun)
1 2 3 4
7 hss 1,00 2,93 3,87 4,32
14 hss 0,00 2,33 3,47 4,07
21 hss 0,00 0,00 2,60 3,13
Tabel 3. Tabel Berat Segar dan Berat Kering (gram)
Berat basah Berat kering
7 hss 0,43 0,06
14 hss 0,26 0,05
21 hss 0,19 0,04
Tabel 4. Tabel SGR
perlakuan SGR
7hss 0,52
14hss 0,37
21hss 0,27
• B. Pembahasan
Padi organic SRI pertama kali diperkenalkan tahun 1999, yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pupuk yang digunakan berasal dari jerami, limbah gergaji, sekam padi, pelepah pohon pisang, dan pupuk kandang yang diolah. Penggunaan pupuk kima dapat dipangkas menjadi separuhnya. Pupuk kompos ini kaya akan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk menyuburkan tanah, sekaligus menjaga kesehatan tanaman sehingga lebih tahan terhadap hama. Bibit yang disemai tidak lagj 20 hari, melinkan 7 hari. Tempat persemaian sederhana dengan besek kecil. Pola SRI hanya membutuhkan benih sebanyak 7kg/Ha. Ini jauh lebih rendah dibanding system konvensionalyang menggunakan benih sebanyak 30kg/Ha. Pindah tanam padi SRI dilakukan saat padi berusia 7-10 hari. Bibit dipindahkan ke petak sawah yang sudah ditaburi pupuk organic, satu lubang tanam ditanami satu batang dengan jarak 30cm.
Konsep sistem konvensional dan SRI terdapat banyak perbedaan. Perbedaan mendasar yang terdapat pada SRI dibandingkan dengan sistem konvensional yaitu SRI sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatannya. Mulai dari pupuk hingga pestisida menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan. Sedangkan sistem konvensional menggunakan bahan kimia dalam perawatannya. Persamaannya terdapat pada benih yang digunakan, tetapi perlakuan terhadap tanah dan tanaman berbeda. Keuntungan dari metode SRI adalah memperhatikan bagaimana interaksi tanaman padi terhadap lingkungan sekitar, memanfaatkan sumberdaya seminim mungkin, kompetisi antar tanaman dapat dihindarkan, dan penyerapan nutrisi lebih baik.
Pada metode SRI, air yang digunakan kurang dari 1/2 air pada metode konvensional. Pemberian air pada metode ini yaitu macak-macak bertujuan untuk efisiensi penggunaan air. Pemberian air hanya perlu dijaga agar padi tetap lembab selama tahap vegetatif. Dalam sistem SRI, jarak tanam lebih renggang, hal ini bertujuan untuk mengurangi kompetisi dalam memperebutkan makanan, yaitu sekitar 25-30 cm. Sedangkan dalam sistem konvensional jarak tanam lebih sempit, yaitu sekitar 20 cm. Dalam hal ini, air juga harus diperhatikan. Untuk pertanian organik, air tidak boleh terlalu banyak karena air yang menggenangi sawah akan membuat akar mati hingga 75%. Akar yang terendam akan kesulitan mengambil oksigen karena fungsi akar tidak hanya untuk menggambil makanan.
Pindah tanam pada metode SRI dilakukan pada usia padi yang muda yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan akar. Karena pada usia muda, akar memiliki potensi tumbuh yang tinggi.Penanaman satu bibit per lubang tanam bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan nurisi oleh tanaman sehingga pertumbuhannya maksimal. Dengan dua bibit perlubang tanam, akan menimbulkan kompetisi untuk memperoleh nutrisi dengan demikian pertumbuhan kurang optimal. Selain itu, tanaman padi memerlukan tempat tumbuh yang cukup untuk pertumbuhannya agar dapat memperoleh cahaya matahari yang cukup.
Karakteristik Metode SRI:
1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 7-14 hari
2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran.Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu.
3. Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.
5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana.
6. Asupan Organik
Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman kacang-kacangan dapat Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman. Pada penanaman dengan jarak tanam lebar dapat meningkatkan berat kering tanaman secara nyata dibanding jarak tanam yang sempit dan jarak tanam sedang. Hal ini diduga, penanaman dengan jarak tanam lebar akan diperoleh populasi yang sedikit sehingga mengurangi kompetisi antar tanaman akan penyerapan sinar matahari, air, unsur hara tanah dan kompetisi dalam tubuh tanaman akan hasil asimilasi, sehingga dapat mendukung proses perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi.
Kelemahan dari metode SRI adalah:
1. membutuhkan tenaga kerja lebih banyak (pada awalnya),
2. perlu drainase untuk membuang kelebihan air,
3. lebih banyak waktu untuk untuk mengatur pengairan
4. lebih banyak waktu dan tenaga kerja untuk penyiangan
5. pembuatan kompos yang memakan waktu dan tenaga
Dari grafik ini menampilkan tinggi tanaman sampai massa panen pada masing masing perlakuan pindah tanam. Dari garafik diatas dapat dilihat bahwa tanaman padi 7 hss memiliki tinggi tanaman paling tinggi daripada tanaman padi 14 hss dan 21 hss. Suatu benih bisa dikatakan mempunyai daya tumbuh yang baik apabila mampu menjalankan metabolisme yang terjadi dengan menumbuhkan organ-organ yang membantu dalam proses asimilasi makanan bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Tinggi tanaman adalah ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan. Ini karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat. Selain itu tinggi tanaman juga diketahui sebagai parameter pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti : cahaya, kandungan air dalam tanah/kelembaban, suhu.
Dari grafik jumlah daun diatas dapat dilihat bahwa jumlah daun terbanyak adalah tanaman padi 7hss. Kemudian diikuti oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss. Jumlah daun digunakan dalam mengukur kualitas bibit yang tumbuh dan menghasilkan jumlah daun yang banyak. Hal ini dasarkan pada bila kita melihat jumlah daun yang lebih banyak maka kita akan berfikir bahwa sarana untuk asimilasi makanan melalui fotosintesis yang tersedia dengan cukup.
Benih yang baik dalam metabolisme menghasilkan produk yang besar dan bisa dicirikan dengan pertumbuhan yang baik dengan berat tanaman yang normal sebanding dengan zat yang dikandung oleh tanaman tersebut. Histogram diatas menunjukkan perbandingan antara berat basah dan berat kering pada masing masing perlakuan pindah tanam. Mengetahui kualitas benih yang baik dapat kita lihat pada berat basah dan kering tanaman. Berat kering dapat menjadi parameter kualitas benih, yang mana berat kering yang tinggi dapat menunjukkan fotosintat tanaman yang baik. Jadi, bibit pada 7 hss merupakan bibit berkualitas tinggi karena memiliki berat kering paling tinggi.
Dari hasil perhitungan SGR didapatkan hasil tanaman 7 hss 0,52, tanaman 14 hss 0,37 dan tanaman 21 hss 0,27. Dari hasil perhitungan apabila SGR suatu bibit lebih tinggi maka bibit tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik daripada lainnya. Oleh karena itu, bibit terbaik adalah tanaman padi 7 hss, kemudian disusul oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss.
V. KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan ini, pengaruh waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi menyebabkan tanaman menjadi semakin lebih cepat tumbuh dan berkembang. Dari hasil tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar dan berat kering paling baik adalah tanaman padi 7 hss, kemudian disusul oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss.
2. Hubungan antara kualitas bibit dengan berat kering adalah semakin besar berat kering suatu tanaman semakin baik kualitas bibit padi. Ini dapat kita lihat dari nilai SGR tanaman padi 7hss > 14 hss > 21 hss. Semakin tinggi nilai SGR suatu tanaman semakin baik kualitas bibit tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Najiati, S. dan Danarti. 1992. Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Tanaman Cengkih. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Mc. Donald, A. J. 2006. Does the system of rice intensification outperform conventional best manajemen? A synopsis of the empirical record. Field Crop Research 96 : 31-36.
Michael. 1999. Effect of Studge Applications on Soil Water Solution and Vegetation. March, University of New Hampshire, Dulham.
Mohammad. 2010. Cara Tanam Padi SRI. <http://www.cakham.wordpress.com>. Diakses tanggal 12 Maret 2011.
Mulyadi, Noeriwan, and Wihardjaka, A. 2001. Pengaruh sistem olah tanam dan pemberian bahan organik terhadap emisi gas n2o dan produksi padi gogorancah di ekologi sawah tadah hujan. Jurnal Penelitian Pertanian 20 : 103-112.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangan. Kanisius, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun golongan A1
Kelompok Pengamatan minggu ke-
Perlakuan 1 2 3 4
TT JD TT JD TT JD TT JD
I 7 hss 4,40 1,00 18,33 2,33 28,00 2,67 31,30 4,30
II 4,83 0,00 17,40 3,67 24,83 5,00 27,33 2,00
III 4,70 1,00 16,83 2,30 75,40 4,00 29,77 5,30
IV 4,37 1,00 17,90 3,67 26,23 4,67 28,00 6,00
V 9,33 2,00 18,23 2,67 27,10 3,00 30,73 4,00
Rata-rata 5,53 1,00 17,74 2,93 26,31 3,87 29,43 4,32
I 14 hss 0,00 0,00 19,83 2,67 24,83 4,00 33,83 3,33
II 0,00 0,00 20,33 2,33 23,37 3,00 29,23 4,00
III 0,00 0,00 18,67 2,33 23,93 4,00 31,17 5,00
IV 0,00 0,00 14,63 2,33 20,40 3,33 27,13 4,00
V 0,00 0,00 13,27 2,00 18,10 3,00 22,60 4,00
Rata-rata 0,00 0,00 17,35 2,33 22,13 3,47 28,79 4,07
I 21 hss 0,00 0,00 0,00 0,00 25,17 2,67 20,00 2,67
II 0,00 0,00 0,00 0,00 25,90 2,67 26,70 3,00
III 0,00 0,00 0,00 0,00 26,13 2,67 28,33 3,67
IV 0,00 0,00 0,00 0,00 23,17 2,67 26,93 3,33
V 0,00 0,00 0,00 0,00 23,20 2,33 24,13 3,00
Rata-rata 0,00 0,00 0,00 0,00 24,71 2,60 25,22 3,13
Ket : TT = Tinggi Tanaman
JD = Jumlah Daun
Lampiran 2.
Data hasil pengamatan berat basah dan berat kering golongan A1
Kelompok Perlakuan Berat basah (gram) Berat kering (gram)
I 7 hss 0,326 0,066
II 0,343 0,086
III 0,330 0,060
IV 0,470 0,037
V 0,690 0,056
Rata-rata 0,432 0,061
I 14 hss 0,266 0,063
II 0,270 0,056
III 0,363 0,080
IV 0,280 0,037
V 0,130 0,026
Rata-rata 0,262 0,052
I 21 hss 0,196 0,003
II 0,190 0,036
III 0,210 0,066
IV 0,190 0,033
V 0,163 0,043
Rata-rata 0,190 0,036
Lampiran 3. Data H`, L`, W` golongan A1
7hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2 3 4
H`7 (cm) 1,000 0,498 0,359 0,353 0,552
L`7 1,000 0,557 0,389 0,357 0,576
W`7 (gram) 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404
SGR 0,801 0,486 0,384 0,371 0,511
14 hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2 3
H`14 (cm) 0,501 0,303 0,345 0,383
L`14 0,443 0,349 0,353 0,382
W`14 (gram) 0,349 0,349 0,349 0,349
SGR 0,431 0,334 0,349 0,371
21 hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2
H`21 (cm) 0,338 0,302 0,320
L`21 0,261 0,272 0,267
W`21 (gram) 0,242 0,242 0,242
SGR 0,280 0,272 0,276
ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkacambahan biji.
3. Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih atau biji merupakan fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang berfungsi untuk memperbanyak diri secara generatif.Pada benih mempunyai pengertian lebih bersifat agronomis, sedangkan biji lebih bersifat biologis.Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisologis yang menyebabkan berkembang menjadi tumbuhan muda.Tumbuhan muda ini yang dikenal sebagai kecambah (Kamil,1992).
Ketersediaan air di lingkungan sekitar benih merupakan faktor terpenting kurang tersedianya air pada lingkungan benih akan menyebabkan jumlah air yang diambil untuk berkecambah menjadi semakin rendah atau tidak terpenuhi. Hal ini dapat berpengaruh besar pada proses perkecambahan. Jika jumlah air yang diserap tidak mencapai kebutuhan minimum maka proses peerkecambahan tidak akan terjadi. Ada batas minimum serapan air yang harus dilamapui agar perkecambahan dapat berlansung (Bewley and Black,1982).
Cekaman air pada umumnya berpengaruh dalam aktivitas metabolisme sekunder. Cekaman air untuk meningkatkan mutu simplisia tempuyung masih langka dilakukan. Tanaman tempuyung yang mendapat cekaman air sebesar 60% kapasitas lapang kadar flavonoidnya mencapai dua kali lipat dibandingkan tanaman yang tidak terkena cekaman (Rahardjo dan Darwati, 2000).
Faktor-faktor proses perkecambahan (AAK, 1995):
1. Air
Penghisapan air merupakan kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan di dalam biji.
2. Udara
Di dalam udara terkandung oksigen yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bagi setiap makhluk, yaitu untuk pernapasan embrio.
3. Temperatur atau suhu
Meningkatnya temperatur menyebabkan kegiatan di dalam biji semakin meningkat.Namun apabila temperatur terlalu tinggi daya berkecambah menjadi berkurang, karena embrio mati.Pada temperatur yang terlalu rendah, proses perkecambahan berlangsung lambat.
4. Sinar matahari
Peranan sinar matahari dalam proses perkecambahan sejalan pula dengan peranan temperatur pada proses perkecambahan. Sinar matahari juga berperan dalam pertumbuhan kecambah, supaya tidak tampak pucat.
Telah disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah Air, udara, suhu, Sinar matahari. Faktor-faktor tersebut untuk selanjutnya juga menentukan vigor dan kecepatan tumbuh berkecambah (Gardner et al,1991).
Manaree (2009) menyatakan bahwa selain faktor luar, perkecambahan benih juga dipengaruhi oleh faktor dalam.Faktor dalam tersebut adalah tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan.Dalam perkecambahan dikenal istilah daya tumbuh benih yaitu kekuatan tumbuh benih dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan tipenya, perkecambahan ada dua, yaitu perkecambahan epigeal dan hipogeal.Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon (organ penyimpan cadangan makanan) terangkat ke atas permukaan tanah.Perkecambahan tipe ini terjadi pada tanaman berkeping dua (dikotil).Sedangkan perkecambahan hipogeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah.Adapun pola perkecambahan meliputi serangkaian peristiwa selama proses perkecambahan berlangsung, yaitu (Pramono, 2009):
1. Imbibisi
2. Aktivasi Enzim
3. Perombakan simpanan cadangan
4. Inisiasi pertumbuhan embrio
5. Pemunculan radikel
6. Pemantapan kecambah
Dalam proses metabolisme perkecambah biji, terdiri dari proses katabolisme dan anabolisme. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik adalah susunan kimiawi benih dan berpengaruh dalam sifat ketahanan hidup yang berhubungan dengan kadar air benih, kegiatan enzim dalam benih dan sifat kimia benih (Syamsul, 2003).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara IV mengenai Pengaruh Cekaman Air Terhadap Perkecambahan Biji di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta pada hari Senin tanggal 21 Maret2011. Metode pendekatan yang digunakan adalah menggunakan persamaan Van’t Hoff. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih padi (Oryza sativa), kertas filter, dan larutan polyethylene glycol (PEG) setara dengan potensial air 0; -0,6; -1,2; dan -1,8 Mpa. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah bak perkecambahan, petridish, kaca-kaca pengaduk, penggaris, beaker glass, sendok, pinset, kaca penutup, dan gelas ukur.
Dalam praktikum, pertama-tama biji padi yang sudah disiapkan direndam dalam air selama semalam (12 jam). Petridish disiapkan dan dilapisi dengan kertas saring. Benih padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan dan kertas saring juga dibasahi dengan larutan PEG sesuai perlakuan. 25 biji dimasukkan ke dalam tiap-tiap petridish. Setelah selesai, petridish ditutup dengan penutupnya. Jumlah biji yang berkecambah diamati dan dihitung setiap hari selama 1 minggu dimulai sehari setelah percobaan. Biji yang telah berkecambah dan berjamur dibuang untuk mempermudah pengamatan. Dihitung nilai gaya berkecambah dan indeks vigor dari masing-masing perlakuan PEG. Dibuat histogram gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan untuk semua konsentrasi dalam masing-masing alokasi waktu perendaman.
Rumus Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data Hasil Perkecambahan
Perlakuan PEG (Mpa) Jumlah biji yang berkecambah sampai hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0.0 6.4 8.8 11.6 14.8 18.6 20.8
-0.6 0.0 6.8 12.8 14.0 16.6 17.8 19.4
-1.2 0.0 5.4 10.8 12.8 14.8 16.0 17.8
-1.8 0.0 0.0 0.2 5.0 10.6 13.0 15.6
Perlakuan PEG (Mpa) Jumlah biji yang berkecambah pada hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0 6.4 2.4 2.8 3.2 3.8 1.8
-0.6 0 6.8 6 1.2 2.6 1.2 1.6
-1.2 0 5.4 5.4 2 2 1.2 1.8
-1.8 0 0 0.2 4.8 5.6 2.4 2.6
Tabel 2. Data pengamatan gayaberkecambah
Perlakuan PEG (Mpa) GB hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0% 26% 35% 46% 59% 74% 83%
-0.6 0% 27% 51% 56% 66% 71% 78%
-1.2 0% 22% 43% 51% 59% 64% 71%
-1.8 0% 0% 1% 20% 42% 52% 62%
Tabel 3. Data Pengamatan index vigor
Perlakuan PEG (Mpa) IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0.0 3.2 0.8 0.7 0.6 0.6 0.3
-0.6 0.0 3.4 2.0 0.3 0.5 0.2 0.2
-1.2 0.0 2.7 1.8 0.5 0.4 0.2 0.3
-1.8 0.0 0.0 0.1 1.2 1.1 0.4 0.4
B. PEMBAHASAN
Proses pertumbuhan tanaman diawali dengan perkecambahan biji. Perkecambahan adalah permulaan tumbuhnya embrio yang tadinya dalam keadaan istirahat.Biji padi (Oryza sativa) merupakan tanaman berkeping satu (monokotil), jadi kotiledonnya tetap berada di tempat sementara plumula dan radikulanya terbentuk.
Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan benih, antara lain : tingkat kematangan benih, ukuran benih, berat benih, kondisi persediaan makanan dalam benih, ketidaksempurnaan embrio, daya tembus air dan oksigen terhadap kulit biji.Di samping faktor internal, faktor eksternal seperti suhu, air, dan oksigen, dan cahaya juga mempengaruhi perkecanbahan biji. Perkecambahan tidak dapat terjadi jika benih tidak dapat menyerap air dari lingkungan.
Kaitannya dengan perkecambahan biji, air berfungsi sebagai pelarut, penggiat enzim-enzim, pelunakan kulit biji, dan ikut serta dalam reaksi-reaksi yang terjadi di dalam biji. Mula-mula air masuk ke dalam biji karena penyerapan kulit biji (secara imbibisi).Air yang masuk ke dalam biji mengaktifkan enzim-enzim dan ikut serta dalam membantu pernafasan sehingga dihasilkan tenaga. Tenaga ini diperlukan untuk pembelahan sel-sel embrio. Banyak sedikitnya air yang diserap oleh biji tergantung dari permeabilitas kulit biji, suhu, susunan kimia dalam dan jenis biji.
Air diperlukan dalam proses imbibisi pada tahap awal proses perkecambahan biji, hingga proses-proses fisiologis dalam biji hingga terjadinya perkecambahan. Biji yang akan berkecambah menyerap air dari lingkungan tumbuhnya. Pada kodisi kekeringan, air yang diperlukan tersebut tidak cukup terseedia.
Dalam laboratorium, larutan osmotik digunakan untuk meniru cekaman air. Molekul polietilen glikol (PEG) bersifat inert, non-ionik yang sering digunakan untuk menginduksi cekaman air (water stress) dan mempertahankan keseragaman potensial air selama percobaan dilakukan. Molekul PEG cukup kecil untuk mempengaruhi potensial osmotik, tetapi cukup besar sehingga tidak dapat diserap tanaman. Karena PEG tidak dapat masuk ke dalam apoplas, air diserap dari sel dan dinding sel. Oleh karena itu, larutan PEG menyerupai tanah kering.
Dari data (mentah) tersebut di atas dapat diketahui bahwa biji mulai tumbuh pada hari ke-2 untuk semua perlakuan kecuali perlakuan PEG dengan konsentrasi yang sama dengan potensial air sebesar – 1,8 Mpa. Terjadi sebuah fluktuasi jumlah biji yang berkecambah setelah hari ke-2. Penurunan jumlah terjadi setelah hari ke-2, khusus perlakuan larutan PEG 0 Mpa, – 0,6 Mpa, dan -1,2 Mpa. Pada biji yang mendapatkan perlakuan larutan PEG -1,8 Mpa terjadi perkecambahan pada hari ke-3. Hal ini memungkinkan biji telah beradaptasi dengan keadan lingkungan tempat berkecambah. Kemampuan adaptasi yang dimiliki biji juga ikut menentukan persentase kecepatan, gaya berkecambah dan indeks vigor suatu biji yang berakibat terhadap persentase keberhasilan perkecambahan biji. Kemungkinan lain adalah biji dapat berkecambah setelah terjadi akumulasi unsur essensial yang cukup untuk berkecambah.
Penggunaan larutan PEG dilakukan hanya untuk menciptakan sebuah keadaan tanah yang kering dan bukan menjadi zat penghambat pertumbuhan. Keberadaan PEG menyebabkan perubahan stress air dengan mengurangi potensial air sangat mempengaruhi pergerakan air seperti osmosis, tekanan mekanikal atau efek matrik seperti tekanan permukaan. Hal ini disebabkan oleh salah satu system pergerakan air yaitu bergerak dari area yang berpotensial air tinggi ke area yang berpotensial air rendah.Semakin kecil PEG dengan satuan Mpa, semakin besar cekaman air terhadap biji.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan padi(Oryza sativa) yang paling baik berbeda-beda pada setiap perlakuan. Pada kontrol adalah hari kedua, pada perlakuan PEG -0.6 Mpa adalah hari kedua, pada perlakuan -1.2 Mpa adalah hari kedua, dan pada perlakuan -1.8 Mpa adalah pada hari keempat. Secara keseluruhan, pertumbuhan padi (Oryza sativa) naik namun mulai menurun pada pengamatan terakhir. Hal ini dikarenakan bahwa pada perkecambahan, dibutuhkan air.Dan pada percobaan ini, air lama kelamaan habis karena telah digunakan pada hari-hari awal percobaan. Selain itu, pertumbuhannya pun kurang stabil. Hal ini dikarenakan tingkat kematangan biji berbeda-beda. Selain itu, dimungkinkan karena adanya beberapa benih yang berjamur, sehingga mempengaruhi indeks vigor. Penambahan larutan PEG juga akan menyebabkan menurunnya kandungan air dalam benih sehingga kemampuan berkecambahnya menurun. Namun pada perlakuan ini, konsentrasi PEG yang ditambahkan sangat kecil sehingga dapat membantu perkecambahan.Biji padi (Oryza sativa) yang dikecambahkan mempunyai gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah kurang dari 80% sehingga biji tersebut dinyatakan berkualitas kurang baik, meskipun pada perlakuan kontrol pada pengamatan terakhir mencapai 83%.
Dapat disimpulkan bahwa gaya berkecambah secara keseluruhan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan setiap hari, pasti ada benih yang berkecambah. Sehingga jumlah biji yang berkecambah pasti meningkat dari hari ke hari. Pada hari pertama pengamatan, gaya berkecambah adalah 0 atau belum ada yang berkecambah. Pada semua perlakuan, pertumbuhan cenderung stabil. Secara keseluruhan, urutan gaya berkecambah dari yang terbesar adalah perlakuan kontrol, – 0,6 MPa, -1,2 Mpa dan -1.8 MPa. Ini mengindikasikan bahwa padi (Oryza sativa) tahan terhadap kondisi cekaman air karena gaya berkecambah pada akhir pengamatan lebih dari 80%.
V. KESIMPULAN
1. Gaya berkecambah biji ditunjukkan dengan banyaknya jumlah biji yang berkecambah
2. Kecepatan berkecambah biji dapat dihitung dari banyaknya biji yang berkecambah dalam jangka waktu pengamatan tertentu
3. Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan antara lain, kelembaban, oksigen,temperatur, dan cahaya.
4. Larutan PEG pada konsentrasi tinggi akan mengganggu perkecambahan namun pada konsentrasi rendah akan mendukung perkecambahan biji.
5. Indeks vigor tertinggi tiap perlakuan yang menentukan kondisi terbaik perkecambahan yaitu : pada kontrol adalah hari kedua, pada perlakuan PEG -0.6 Mpa adalah hari kedua, pada perlakuan -1.2 Mpa adalah hari kedua, dan pada perlakuan -1.8 Mpa adalah pada hari keempat.
6. Gaya berkecambah cenderung konstan dan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan kontrol, – 0,6 MPa, -1,2 Mpa dan -1.8 MPa.
DAFTAR PUSTAKA
AKK. 1995. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.
Bewley, J. D. and M. Black. 1982. Physiology and Biochemistry of Seeds in Relation to Germination. Springer-Verlag, New York.
Gardner, F.P, R.B. Pearce dan R.L.Mitchell.1991. Fisologi Tanaman Budidaya. Indonesia University Press.Jakarta.
Kamil, j. 1992. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Padang.
Manaree, 2009. Perkecambahan Biji. <www.manaree.blogspot.com>. Diakses tanggal 24 Maret 2011.
Pramono, Eko. 2009. Perkecambahan Benih. <http:/blog.unila.ac.id/ekop/files/2009/perkecambahan-benih-oht.pdf>. diakses pada tanggal 24 Maret 2011.
Rahardjo, M. dan I. Darwati. 2000. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan mutu simplisa tempuyung (Sonchus arvensis l.). Jurnal LITTRI 6 : 74.
Syamsul, R. 2003. Genetika Tanaman Holtikultura. Pionir Jaya, Bandung.
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji kulit keras.
3. Mengetahui pengaruh cairan buah terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi biji dapat disebabkan oleh adanya zat penghambat atau belum matangnya embrio. Tebalnya kulit biji dapat menghambat daya tembus air dan udara ke dalam biji. Dormansi dapat pula dikatakan sebagai mekanisme alami untuk adaptasi terhadap lingkungannya supaya biji tidak berkecambah secara bersama-sama karena akan menimbulkan kompetisi dalam pertumbuhannya (Hanson,2000).
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa-senyawa organik yang bukan hara, dalam konsentrasi rendah dapat mempercepat, menghambat atau mengubah suatu proses fisiologi tumbuhan. Meskipun penggunaan zat pengatur tumbuhan sintesis telah digunakan dalam pertanian secara luas namun pencarian zat pengatur tumbuhan baru yang lebih efektif masih dilakukan, dan perhatian ditujukan dari bahan alam untuk memperoleh model zat pengatur tumbuh alami yang dapat digunakan untuk membuka berbagai wawasan mengenai studi ke arah transformasi dan sintesis yang efektif, serta informasi ketersediaan dalam bagian tanaman yang melimpah (Hidayat et al., 2003).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah coumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit (Yeni, 2007).
Pemberian asam absisat sampai 100 ppm dapat mencegah berkecambahnya benih dalam penyimpanan. Hal ini disebabkan karena asam absisat dapat menghambat sintesis protein dan asam nukleat, di samping itu asam absisat juga dapat menghambat pembentukan α-amilase. Terhambatnya sintesis protein dan α-amilase akan berakibat terhambatnya reaksi-reaksi enzimatis dalam benih, terutama reaksi perombakan karbohidrat menjadi gula reduksi. Gula reduksi tersebut selanjutnya akan dipindahkan dari jaringan penyimpanan cadangan makanan ke titik-titik tumbuh. Jika proses ini terhambat, perkecambahan benih akan terhambat (Purwaningsih, 2001).
Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi-pengubahan kulit biji untuk membuat menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Ini tercapai dengan bermacam-macam teknik, cara mekanik termasuk pengamplasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 77-100ºC efektif untuk benih ”honey locust”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi, 2002).
Dormansi dapat disebut sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk berkecambah walaupun tersedia cukup banyak kelembaban luar, biji dipajangkan ke kondisi atmosfer yang lazim ditemukan pada tanah beraerasi baik pada permukaan tanah dan suhu berada berada dalam rentang yang biasanya berkaitan dengan aktifitas fisiologis. Konsep dormansi mencerminkan konsep induksi hamper pada kejadian perkecambahan tidak berlangsung selam ada perlakuan yang mengakhiri dormansi, tapi justru sebaliknya. Contoh yang paling mudah mengenal dormansi adalah adanya kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan oksigen atau air. Beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena jalan masuk dihalangi oleh sumpal seperti gabus. Pemecahan penghalang kulit biji dinamakan skarifikasi atau penggoresan untuk yang menggunakan pisau, kikir atau kertas amplas. Senyawa kimia penghambat sering juga terdapat di dalam biji dan penghambat ini harus dikeluarkan lebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam bila terdapat cukup curah hujan yang dapat mencuci penghambat dan biji, tanah akan cukup basah bagi kecambah baru untuk bertahan hidup. Misalnya saja buah tomat (Sallisburry and Ross,1995).
Biji yang telah berhasil melalui dormansi, selanjutnya akan mengalami proses after ripening. After ripening dapat didefinisikan sebagai banyaknya perubahan yang terjadi dalam biji selama penyimpanan hasil perkecambahan dikembangkan. After ripening merupakan proses yang harus terjadi dalam embrio dan hal ini sangat memerlukan waktu. Proses ini sering terjadi pada musim kering. Tetapi pada kasus lain, penyimpanan pada biji di musim kering tidak menyebabkan after ripening. Biji harus tersedia dalam keadaan imbibisi, umumnya pada suhu rendah supaya terjadi proses after ripening (Mayer and Mayber, 1975).
III. METODOLOGI
Praktikum acara pemecahan dormansi dan zat penghambat perkecambahan biji dilaksanakan pada hari kamis, 21 Maret 2011 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu biji saga (Abrus precatorius), biji padi (Oryza sativa), coumarin 0%, 25%,50%, dan 100%, H2SO4 pekat, kertas filter dan aquadest. Alat-alat yang digunakan adalah beaker glass, corong penyaring, pengaduk kaca, petridish, amplas, dan pinset.
Cara kerja pada perlakuan khemis pada biji berkulit keras adalah 100 biji saga diambil, kemudian direndam dalam H2SO4 selama 1 menit, 3 menit, 6 menit, dan dalam air sebagai kontrol masing-masing 10 biji. Biji yang telah direndam H2SO4 dicuci dengan air sampai bersih, lalu dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi kertas filter basah. Setiap hari selama 10 hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, yang berjamur juga dibuang, jika perlu media perkecambahan diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung kemudian dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan. Cara kerja pada perlakuan mekanis pada biji berkulit keras adalah 10 biji saga diambil, bagian tepinya diamplas. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi sehelai kertas filter basah. Biji-biji yang tidak diperlakukan juga dikecambahkan dalam jumlah yang sama sebagai kontrol. Setiap hari selama 10 hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, yang berjamur dibuang, jika perlu media perkecambahan diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung kemudian dibuat grafik pada berbagai hari pengamatan. Cara kerja pada percobaan pengaruh cairan daging buah adalah 100 biji padi disiapkan. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada 4 petridish, masing-masing 25 biji dengan alas kertas saring masing-masing dibasahi dengan coumarin 0%, 25%, 50%, dan 100%. Setiap hari selama 10 hari diamati perkecambahannya, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, bila media berjamur diganti dengan yang baru sesuai dengan perlakuan. Perlakuan kontrol (coumarin 0%) diamati, bila biji sudah berkecambah lebih dari 50% maka seluruh biji dari perlakuan lain dicuci dan diganti medianya dengan air biasa. Kemudian pengamatan dilanjutkan hingga hari kesepuluh. Gaya berkecambah dan indeks vigor dibuat kemudian dibuat pula grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan.
Rumus Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Gaya Berkecambah Pada Biji Saga
Perlakuan GB hari ke-n (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saga khemis H2SO4 1 menit 0% 2% 2% 4% 4% 6% 6% 6% 6% 8%
Saga khemis H2SO4 3 menit 0% 2% 2% 6% 8% 8% 8% 8% 12% 18%
Saga khemis H2SO4 6 menit 0% 0% 0% 0% 2% 2% 8% 14% 14% 14%
Saga mekanis 0% 6% 8% 10% 16% 22% 28% 28% 28% 28%
Saga Kontrol 0% 2% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
Tabel 2. Indeks Vigor Biji Saga
Perlakuan IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saga khemis H2SO4 1 menit 0,00 0,10 0,00 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02
Saga khemis H2SO4 3 menit 0,00 0,10 0,00 0,10 0,04 0,00 0,00 0,00 0,04 0,06
Saga khemis H2SO4 6 menit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,00 0,09 0,08 0,00 0,00
Saga mekanis 0,00 0,30 0,07 0,05 0,12 0,10 0,09 0,00 0,00 0,00
Saga Kontrol 0,00 0,10 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Tabel 3. Gaya Berkecambah Pada Tanaman Padi
Perlakuan GB hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Padi coumarin 0% 0% 23% 54% 64% 68% 72% 77% 81% 81% 82%
Padi coumarin 25% 0% 22% 52% 64% 66% 70% 73% 73% 74% 74%
Padi coumarin 50% 0% 14% 48% 58% 60% 61% 64% 65% 66% 68%
Padi coumarin 100% 0% 1% 8% 28% 48% 52% 65% 65% 66% 67%
Tabel 4. Index Vigor Tanaman Padi
Perlakuan IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Padi coumarin 0% 0,00 2,92 2,52 0,65 0,20 0,17 0,17 0,13 0,00 0,02
Padi coumarin 25% 0,00 2,70 2,53 0,75 0,08 0,20 0,09 0,00 0,04 0,00
Padi coumarin 50% 0,00 1,70 2,87 0,65 0,08 0,03 0,11 0,02 0,02 0,06
Padi coumarin 100% 0,00 0,10 0,60 1,25 1,00 0,17 0,46 0,00 0,04 0,02
B. PEMBAHASAN
Pada proses perkecambahan, tidak semua biji yang dikecambahkan dapat berkecambah. Beberapa biji yang tidak berkecambah ini disebut biji dorman. Jika perkecambahan mulai, struktur yang pertama kali muncul adalah radikula. Gejala ini menujukkan bahwa yang pertama kali dibutuhkan bagi kecambah adalah air dan juga perlu untuk melekat pada tanah. Dormansi adalah masa istirahat biji, yaitu masa-masa biji tidak akan berkecambah meskipun dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan ( biji belum masak sempurna ). Masa istirahat ini tidak dialami oleh semua varietas, namun kebanyakan mengalami masa tersebut.
Secara umum, terjadinya dormansi ialah disebabkan oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi biji adalah tidak sempurnanya embrio (rudimentary embryo), embrio yang belum matang secara fisiologis (physiological immature embryo), kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji impermeable (impermeable seed coat), dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan. Ada beberapa keuntungan dan kekurangan dormansi yaitu sebagai berikut
Keuntungan dormansi
1. Biji-biji yang telah tua dapat berkecambah apabila terkena air ( keadaan lembab ), terutama penting sekali selama panen di musim hujan, sehingga adanya dormansi me nunda perkecambahan.
2. Mencegah proses perkecambahan biji dalam penyimpanan di tempat yang lembab selama beberapa hari setelah panen.
Kelemahan dormansi
1. Penyebab dormansi tidak diketahui dengan jelas, kemungkinan biji belum masak sempurna atau ada substansi penghambat.
2. Kurang menguntungkan bila ingin segera ditanam, sebab biji yang dipanen dalam keadaan segar, sehingga tidak dapat segera ditanam.
Kondisi lingkungan biji sangat mempengaruhi mudah tidaknya suatu biji berkecambah. Bahkan dalam satu tanaman untuk proses pertumbuhan (perkecambahan, pertumbuhan panjang akar, pertumbuhan panjang akar dan lain-lain) memiliki kondisi yang berbeda. Lama masa dormansi biji padi berlangsung antara 0-80 hari.
Biji saga mempunyai kulit biji yang keras. Pada biji saga, dilakukan perendaman dan pengamplasan pada permukaan kulit biji agar dapat diketahui dan dibandingkan perbedaan perlakuan tersebut terhadap kontrol. Fungsi H2SO4 adalah untuk melunakkan kulit biji saga tersebut karena H2SO4 merupakan larutan kimia yang bersifat korosif dan merupakan asam kuat. Sedangkan pada proses pengamplasan yang juga bertujuan untuk mengurangi ketebalan kulit biji saga, tidak seluruh permukaan biji tersebut dilakukan pengamplasan. Pada praktiknya, hanya bagian tepi biji tersebut yang diamplas karena pada daerah tersebut merupakan titik awal perkecambahan.
Kualitas perkecambahan suatu biji dapat dilihat dari nilai Gaya Berkecambah (GB), dan Indeks Vigor (IV) tanaman. Kualitas benih ditentukan oleh nilai GB dan keserentakan tumbuh dapat ditentukan oleh IV.
Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa GB padi tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi coumarin 0% dan yang terendah adalah perlakuan dengan coumarin 100%.
Menurut teori, coumarin dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan konsentrasi yang rendah dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut. Dari percobaan, pertumbuhan terendah pada konsentrasi coumarin 100%. Hal ini sesuai dengan teori yang ada.
indeks vigor, kecepatan tumbuh padi terbaik terlihat pada konsentrasi 0%. Coumarin menyebabkan terjadinya penghambatan kecepatan pertumbuhan grafik padi. Secara padi dapat tumbuh serentak pada hari keenam hal ini terlihat dari grafik bahwa rata-rata nilai tertinggi gaya berkecambah pada berbagai perlakuan kosentrasi coumarin menunjukan angka paling tinggi pada pengamatan hari keenam.
dapat dilihat bahwa GB biji saga tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman H2SO4 6 menit, sedangkan pada perlakuan yang laih, biji saga tidak tumbuh.Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa seluruh biji saga dengan perlakuan mekanis tumbuh tinggi. menurut teori, dengan adanya perlakuan mekanis, yaitu dengan cara pengamplasan pada permukaan kulit biji saga, dapat membantu perkecambahan biji tersebut sehingga gaya berkecambah dan indeks vigornya lebih tinggi daripada kontrol yang sama sekali tidak berkecambah. Dengan adanya pengamplasan, kulit biji saga yang keras dan bersifat impermeabel dapat terkikis, sehingga dapat memudahkan biji saga dalam menyerap air dan unsur hara yang diperlukan untuk perkecambahan. Permukaan yang diamplas merupakan sisi samping pada biji yang paling tebal dan nantinya tunas atau radikula akan tumbuh dari bagian itu.
Dapat disimpulkan bahwa semakin lama perendaman biji saga dalam H2SO4, biji saga dapat tumbuh secara serentak dengan ditunjukkan oleh indeks vigornya yang mampu berkecambah lebih cepat. Larutan H2SO4 berfungsi untukmembantu melunakkan biji saga yang mempunyai kulit biji yang keras dan tebal, karena kulit biji yang keras dan tebal menyebabkan kulit bersifat impermeabel terhadap air dan zat lain yang diperlukan untuk perkecambahan, sehingga dapat menghambat proses perkecambahan.
V. KESIMPULAN
1. Dormansi biji dapat disebabkan oleh zat penghambat (Coumarin), kulit biji yang keras (Biji Saga), embrio yang dorman atau rudimentair, dan kulit biji yang impermeabel.
2. Pengaruh perlakuan mekanis dan khemis pada perkecambahan biji berkulit keras yaitu untuk membantu mempercepat perkecambahan biji berkulit keras yang dapat dilihat pada peningkatan gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah.
3. Pengaruh cairan buah (coumarin) yaitu pada kadar tertentu dapat memacu proses perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Hanson, J. 2000. Peranan biji dalam pelestarian tumbuhan. Buletin Kebun Raya LBN-LIPI XXII:1-4.
Harjadi, S. S. 2002. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hidayat, A. T., U. Supratman, Supriyatna, dan P. Tagiran. 2003. Zat penghambat pertumbuhan, metil feoforbida B dari biji petir ( Parkia intermediaHassk ). Jurnal BionaturaV : 112 – 121.
Mayer, A. M., and A. Poljakoff-Mayber. 1975. The Germation of Seeds. Pergamon Press Ltd. Oxford.
PERBANYAKAN VEGETATIF
I. TUJUAN
1. Mengetahui prinsip-prinsip dasar perbanyakan tanaman secara vegetatif.
2. Menguasai teknik-teknik perbanyakan tanaman vegetatif
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pembiakan tak kawin berlangsung dengan cara pelepasan organ vegetatif dari tumbuhan induknya yang kemudian tumbuh menjadi individu baru. Aseksual berlangsung tanpa perubahan-perubahan kromosom. Sehingga sifat yang diturunkan sama dengan sifat induknya (Jumin, 1994).
Memindahkan sebuah mata tunas ke pangkal bawah tanaman lain yang sejenis (famili) untuk memperoleh tanaman yang mempunyai sifat gabungan antara kedua tanaman itu disebut okulasi. Asal mata tunas yang ditempelkan mempunyai sifat tajuk yang baik dan batang bawah mempunyai perakaran yang kuat maka kedua sifat baik itu tergabung pada satu tanaman (Ashley, 2004).
Untuk mendapatkan hasil okulasi yang baik, beberapa hal perlu diperhatikan, yaitu (Sugito et al, 1995) :
• antara batang atas dan batang bawah mempunyai sifat kompobilitas yang tinggi di antaranya mempunyai kesamaan dalam hal: umur batang, diameter batang dan lingkungan tumbuh tanaman induk. Suhu udara tempat persemaian diusahakan stabil dan berkisar antara 20-23ºC
• kelembaban udara dijaga cukup tinggi untuk mempercepat pembentukan kalus
• bahan stek dan lingkungan persemaian bebas dari hama dan penyakit (perlu disterilkan)
• diperlukan naungan untuk menghindari intensitas radiasi matahari yang terlalu tinggi serta untuk menjaga kelembaban udara di bawah naungan.
Translokasi hasil fotosintesa berlangsung melalui phloem (jaringan kulit kayu) untuk diedarkan ke seluruh bagian tanaman. Kalau phloem diputuskan, maka tanaman atau hasil fotosintesa akan terhenti, sehingga membentuk kallus. Kallus ini apabila menyentuk media yang basah akan merangsang terbentuknya akar. Cabang atau dahan tempat akan terbentuk jika dipotong dan dipindahkan ke tanah akan diperoleh tanaman baru. Pekerjaan tersebut disebut mencangkok. Keuntungan yang diperoleh dari mencangkok adalah tanaman yang baru sama dengan induknya dan cepat memperoleh bibit yang diinginkan. Sedangkan kelemahannya adalah tidak mempunyai perakaran yang kuat, memakan waktu yang banyak dan merusak pohon induk asal cabang atau dahan (Fuller and Caronthus, 1964).
Menurut Wudianto (1991), orang-orang pandai sering mendefinisikan stek sebagai suatu perlakuan pemisahan, pemotongan beberapa bagian dari tanaman (akar, batang, daun, tunas) dengan tujuan agar bagian-bagian itu membentuk akar. Dari dasar itulah muncul stek akar, stek batang, stek daun, stek umbi.
a. Stek batang
Sebagian orang menyebutnya dengan stek kayu, karena umumnya tanaman yang dikembangbiakan dengan stek batang adalah tanaman berkayu. Untuk memudahkan pertumbuhan akar stek ini kadang-kadang kita juga perlu mengikutkan sebagian kayu dari cabang induk, sehingga bentuk stek batang ini tidak hanya lurus tetapi bertumut atau dapat juga dibentuk seperti martil.
b. Stek daun
Untuk memperbanyak tanaman ini biasanya digunakan sehelai daun lengkap dengan tangkainya. Contoh tanaman seperti ini adalah lidah mertua (Sanciviera sp), tanaman yang dapat diperbanyak dengan cara ini biasanya pada ujung daunnya akan keluar tunas. Dan tunas inilah yang kita tanam.
c. Stek akar
Mengakarkan stek ini sebaiknya dilakukan pada musim dingin, sekalipun tidak menutup kemungkinan adanya suatu jenis yang menyukai situasi yang hangat. Stek akar muda akan berakar lebih cepat dan lebih baik bila dibandingkan dengan stek akar sebesar pensil
d. Stek mata
Stek mata yang juga sering disebut stek tunas ini, sebenarnya merupakan stek batang, hanya saja batang yang digunakan untuk stek hanya mempunyai satu mata. Penyemaian stek in sebaiknya dilakukan di pot atau kotak kayu yang telah diisi dengan pasir dan kompos dengan perbadingan 1:1.
e. Stek pucuk
Sesuai dengan namanya, stek pucuk ini diambil dari pucuk-pucuk batang yang masih muda dan masih dalam masa tumbuh. Media yang digunakan merupakan campuran kompos dengan pasir yang sudah bersih dan bebas dari penyakit. Bisa juga digunakan media campuran pasir yang sudah bersih, tanah gembur dan sejenis mineral yang disebut vermikulit.
f. Stek umbi
Dari sekian banyak umbi-umbian hanya separuh yang merupakan tanaman berumbian sebenarnya atau sering disebut bulb. Sedang yang lainnya dapat digolongkan dalam umbi palsu (corm), umbi batang (tubers), umbi akar (tuberous root), dan akar batang (rhizomes).
Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilan stek antara lain adalah kondisi lingkungan. Fisik dan fisiologi dari bahan yang digunakan sebagai stek. Suhu dan kelembaban suatu media merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan keberhasilan stek. Karena ketiga faktor ini mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempertahankan kesegaran stek serta mempengaruhi pembentukan dan diferensiasi kalus menjadi akar. Stek yang akan digunakan secara fisik harus sehat, kekar dan pertumbuhan normal. Sedangkan secara fisiologis, stek harus mengandung cadangan makanan dan genetik tubuh yang cukup untuk pembentukan akar tunas (Robbins and Wilfred, 1966).
Stek, perbanyakan tanaman dengan cara memotong bagian batang, cabang, daun atau akar tanaman yang seterusnya ditanaman terpisah. Faktor yang perlu diperhatikan untuk menunjang keberhasilannya antara lain; kondisi lingkungan, sifat fisik dan fisiologis dari bahan yang ditanam. Kelebihan cara ini yaitu sifat tanaman yang dihasilkan sama dengan induknya. Beberapa macam stek antara lain; stek batang, daun dan akar (Hartono,1971)
Menyambung adalah menempelkan atau menyambung bagian tanaman ke bagian lainnya sehingga tercapainya persenyawaan yang membentuk tanaman baru. Seperti halnya pembiakan vegetatif lainnya, menyambung tidak mengubah susunan genetik tanaman baru dan sama dengan tanaman induk. Menyambung ditujukan untuk memperoleh tanaman yang cepat berbuah, memperbaiki bagian tanaman yang rusak dan untuk memperbaiki sifat batang atas (Jumin, 1994).
Grafting dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu (Jumin, 1994):
• Approach graft (penyambungan dekat) adalah menyambung dua tanaman yang masing-masing tanaman masih berhubungan dengan akarnya. Bagian yang digabungkan antara kedua tanaman itu adalah bagian atas saja. Setelah cukup berumur barulah salah satu batang bawah dipotong atau sama sekali dibiarkan terus sampai waktu tertentu.
• In arching adalah penyambungan (penyusukan) yang masing-masing batang atas dan bawah tetap berhubungan dengan akarnya. Hal ini untuk memperoleh yang daya isap haranya tinggi.
• Detached seron graft adalah batang atas lepas dari akarnya, diperoleh dari tanaman lain untuk disambung pada tanaman lainnya yang menjadi batang bawah.
• Bridge grafting adalah penyambungan yang terbentuk seperti jembatan guna mengganti kulit yang rusak.
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-dasar Agronomi acara I yang berjudul Perbanyakan Vegetatif, dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 7 Maret 2011 bertempat di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, plastik pembungkus, tali rafia, label atau etiket gantung, dan alat tulis. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan antara lain : tanaman puring (Codiatumvariegatum), Lidah mertua (Sanciviera), tanaman jeruk (Citrus sp), dan tanaman jambu air (Psidium aquatica).
Pada praktikum ini praktikan memperagakan beberapa metode perbanyakan tanaman secara vegetatif, yaitu yang pertama adalah penyambungan pucuk dari jenis tanaman Codiatum variegatum. Cara kerjanya ialah dipilih dua tanaman yang sama besar kemudian dipotong bagian pucuk untuk scion/entris 10-20cm tergantung pada besar batang. Apabila scion berdaun banyak, kurangi untuk mengurangi penguapan, bagian pangkal dari scion dipotong membentuk huruf V. Setelah itu dipilih tanaman kedua untuk dijadikan stock dan sudah dibelah bagian tengahnya sepanjang 1-2cm ke bawah (tergantung besar kecilnya batang). Scion disisipkan ke dalam stock kemudian diikat dengan tali, pengikatan tidak boleh terlalu kencang atau terlalu longgar agar scion tidak mudah jatuh. Hasil penyambungan tersebut disungkup dengan plastik. Mulai hari ketiga tanaman tersebut diamati apakah entris layu atau tidak sampai hari ketujuh, bila sambungan jadi (setelah 7 hari entris tidak layu), tali dapat dilepas setelah sambungan berumur lebih kurang 14-21 hari.Perbanyakan vegetatif yang kedua adalah cangkok pada tanaman Citrus sp., caranya yaitu dipilih batang yang memenuhi syarat untuk dicangkok, antara lain : cabang tidak terlalu tua atau terlalu muda, besarnya kurang lebih sebesar kelingking, warnanya kecoklatan, halus dan lurus keatas. Batang tersebut dibuat keratan melintang dengan jarak sekitar 5-7 cm antar keratan. Kulit batang dihilangkan dan dikerik bagian kayunya sehingga kambiumnya juga hilang, perlakuan ini dilakukan 3 kali ulangan. Pada keratan bawah dipasang plastik dan dimasukkan tanah kemudian segera tangkupkan plastik tersebut sehingga media cangkok menutupi seluruh bagian keratan. Plastik pembungkus dilubangi, dan cangkok harus dipelihara agar tetap berada dalam keadaan lapang. Cangkokan diamati sampai satu bulan, untuk mengetahui keberhasilan cangkokan ditandai dengan munculnya akar dari bagian keratan kulit batang sebelah atas.Perbanyakan vegetatif yang ketiga adalah setek batang, caranya adalah dipilih bagian tanaman yang akan dijadikan bahan setek dengan panjang kira-kira 5 cm dengan menyisakan satu daun saja (dibuat 3 ulangan). Bagian pangkalnya dipotong dengan sudut kemiringan 450. Ukuran luas daun dikurangi dengan memotongnya hingga tinggal setengah bagian. Bahan tanam yang berupa setek tadi dimasukkan ke dalam media tanam yang sudah disiapkan, lalu disungkup dengan plastik dan dijaga agar tetap dalam keadaan lapang. Setelah satu bulan untuk memeriksa keberhasilan setek, setek yang hidup ditandai dengan hidupnya tanaman hasil penyetekan dan tumbuhnya akar.Yang terakhir adalah setek daun, bahan yang digunakan adalah tanaman lidah mertua. Pilih daun tanaman yang memenuhi syarat untuk disetek dan dipotong melintang menjadi 3 bagian yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal (dibuat 3 kali ulangan). Kemudian potongan-potongan tersebut ditancapkan pada media tanaman yang telah disediakan sebelumnya. Tanaman tersebut harus dipelihara agar media tanam selalu dalam keadaan lapang, setelah satu bulan diperiksa, yang berhasil ditandai dengan segarnya potongan dan tumbuh dengan baik serta tumbuhnya akar.Setelah semua praktikum dilaksanakan, dihitung persentase keberhasilan cangkok, dan setek baik yang berasal dari ujung, tengah, dan pangkal, kemudian ditentukan mana yang lebih baik.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Tingkat Keberhasilan Stek Daun
Perlakuan Presentase keberhasilan
atas 20%
tengah 30%
bawah 0%
Tabel 2. Tingkat Keberhasilan Stek batang, sambung pucuk, dan cangkok
Perlakuan Presentase keberhasilan
Stek batang + ZPT 100%
Stek batang + air 87.50%
Sambung pucuk 0%
Cangkok 30%
B. Pembahasan
Perbanyakan vegetatif adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan organ vegetatif tanaman seperti akar, batang, dan daun pada tanaman. Pada praktikum kali ini dipelajari beberapa cara – cara perbanyakan vegetatif yaitu penyambungan (Grafting), menyetek, dan mencangkok. Perbanyakan vegetatif biasa digunakan untuk mendapat keturunan yang lebih baik dari induknya.
1. Sambung Pucuk
Sambung pucuk yang dilakukan dalam acara ini termasuk dalam “top grafting” yaitu penyatuan pucuk (bagian atas tanaman) sebagai calon batang atas dengan batang bawah tanaman lain yang masih satu marga sehingga membentuk tanaman baru yang dapat menyesuaikan diri secara kompleks.
Pada praktikum kali ini tanaman yang digunakan untuk sambung pucuk adalah tanaman puring (Codiatum variegatum). Cara kerjanya adalah sebagai berikut, pertama dipilih dua tanaman puring yang berbeda jenis tetapi besar batang hampir sama. Kemudian dilakukan pemotongan batang bawah sebagai stock dengan membelah tengah-tengah batang. Pangkal batang lain sebagai scion membentuk huruf “V” dan menyisipkan scion pada stock. Persambungan diikat dengan tali yang bertujuan agar air tidak masuk di antara sisipan. Pada bagian scion dilakukan pengurangan jumlah daun untuk mengurangi penguapan. Kemudian pada bagian scion diberi sungkup plastik hingga menutupi penyambungan untuk memperkecil resiko kegagalan dan memberi lubang pada plastik agar aerasi udara tetap berjalan.
Persentase keberhasilan dari sambung pucuk sendiri yaitu 0%. Angka ini menunjukkan bahwa sambung pucuk pada praktikum kali ini dapat dikatakan gagal. Kegagalan ini dapat saja dikarenakan ketidaksesuaian antara ukuran stock dan scion sehingga nutrisi tidak berjalan dengan baik. Selain itu, kegagalan bisa saja disebabkan pengikatan antara stock dan scion yang kurang atau terlalu kencang.
2. Stek Batang
Stek batang adalah perbanyakan vegetatif dengan cara memotong batang lalu ditanam pada media tanam yang sesuai dengan jenis tanamannya. Pada praktikum kali ini tanaman yang digunakan untuk stek batang yaitu tanaman Citrus sp.
Pemilihan batang dalam stek adalah batang berumur kurang lebih satu tahun. Tujuan dari pemilihan batang yang tidak terlalu muda ataupun tidak terlalu tua adalah karena pada cabang yang terlalu tua sangat sulit untuk membentuk akar, sedangkan pada cabang yang terlalu muda prosos penguapannya terlalu cepat sehingga stek menjadi lemah dan mati. Hal lain yang mempengaruhi pada stek batang adalah ada tidaknya penyakit dalam cabang yang akan kita jadikan objek. Sebaiknya kita memilih batang yang berwarna hijau, cabang seperti ini biasanya memiliki kandungan nitrogen dan karbohidrat yang tinggi sehingga mempercepat petumbuhan akar.
Untuk pemotongan pada batang yang telah memenuhi syarat sebaiknya pemotongan ini dibuat miring dengan sudut kemiringan 45°. Tujuannya adalah memperluas persinggungan antara batang dengan media tanam. Untuk mengurangi tingginya penguapan pada tanaman dapat dilakukan mengurangi jumlah daun yang terdapat pada batang yang akan digunakan untuk stek. Dengan langkah yang tepat, hasil stek akan memuaskan.
Pangkal dipotong miring tersebut kemudian diberi zat perangsang pertumbuhan agar pada pangkal batang tersebut nantinya cepat tumbuh akar. Sebelum batang dimasukkan ke dalammedia tanam perlu dibuat lubang pada tanah yang ukurannya sesuai dengan diameter batang agar zat perangsang pertumbuhan tetap memempel pada batang yang distek. Sehingga campur tangan manusia tidak sia-sia.
Media tanam yang digunakan yaitu tanah. Persentase keberhasilan stek batang yang menggunakan ZPT adalah 100% dan yang hanya menggunakan air biasa adalah 87,5 %. Persentase tersebut termasuk tinggi yang menunjukkan bahwa stek batang berhasil dilakukan ditunjukkan dengan tumbuhnya akar dan tunas daun baru pada batang yang di-stek. Hanya saja, pertumbuhan pada stek batang yang diberi ZPT lebih baik dibandingkan dengan stek batang yang tidak diberi ZPT.
3. Cangkok
Mencangkok merupakan salah satu metode perbanyakan vegetatif yang paling sering digunakan. Hal ini dikarenakan keuntungan yang diperoleh dari tanaman yang dihasilkan dari cangkokan memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sifat ini meliputi rasa buah (khususnya untuk tanaman buah), keindahan bunga (untuk tanaman hias), serta ketahanannya terhadap hama dan penyakit tanaman, selain itu untuk tanaman buah tanaman cangkokan lebih cepat menghasilkan buah dalam waktu yang relatif lebih singkat dibandingkan tanaman normal lainnya. Selain keuntungan – keuntungan ataupun hal-hal positif yang telah disebutkan di atas, ternyata mencangkok memiliki kekurangan, yaitu : mencangkok tidak dapat dilakukan dalam skala besar hal ini dikarenakan jumlah dahan yang dapat dicangkok dari sebuah pohan sangatlah terbatas, waktu yang diperlukan untuk mencangkok relatif lama (bisa lebih cepat jika menggunakan zat perangsang), selain itu tingkat kematian pada cangkokan relatif tinggi.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam mencangkok adalah pohon induk umurnya sudah cukup, tidak terlalu muda ataupun tidak terlalu tua. Untuk tanaman buah setidaknya sudah pernah berbuah sampai tiga kali. Pemilihan cabang yang tidak terlalu besar bertujuan agar dari satu pohon induk kita dapat memperoleh belasan ataupun puluhan cangkokan tanpa merusak pohon induk tersebut dan apabila cangkokan telah siap untuk dipindahkan ke media yang sebenarnya (tanah) penguapan airnya kecil. Cabang juga berwarna cokelat dan berkulit mulus hal ini karena pada batang yang berwarna kecoklatan, kallus penutup luka akan lebih cepat terbentuk.
Cabang yang siap untuk dicangkok dikerat melingkar, pengeratan ini bertujuan agar kita dapat mengelupas kulit kayu dan menghilangkan kambiumnya. Lapisan kambium ini perlu dihilangkan untuk menghindari terbentuknya kulit karena jika kulit kembali terbentuk maka akar tidak akan tumbuh, selain itu agar jalan makanan dari akar ke atas tertahan sehingga lapisan yang telah dihilangkan kambiumnya akan menggembung dan di dalamnya tumbuh daging baru yang selanjutnya dari daging itu akan tumbuh akar. Penghilangan kambium sebaiknya menggunakan kertas atau kain yang halus, hindari penggunaan pisau pada proses ini karena akan menyebabkan luka yang mengakibatkan xylem juga terluka sehingga peran xylem sebagai pengangkut air dan zat hara dari akar ke seluruh bagian tanaman akan terputus hal ini akan mengakibatkan batang, ranting, dan daun yang berada di atas luka akan mengering sehingga cangkokan menjadi gagal.
Setelah itu, luka sayatan yang telah kering tersebut ditutup dengan tanah yang telah diberi air sampai lembab kemudian dibungkus plastik dan diikat dengan tali yang rapat sehingga kelembaban tetap terjaga. Plastik yang digunakan sebagai penutup harus diberi lubang untuk pertukaran udara dan mempermudah kita pada saat penyiraman. Digunakan tanah yang lembab karena zat-zat makanan berupa karbohidrat, zat pembentuk akar rhizokolin dan auksin yang berperan sebagai zat perangsang pertumbuhan yang asalnya dari daun-daun di bagian atas sayatan akan merangsang timbulnya akar pada cabang di bagian atas sayatan.
Pada praktikum ini, kami menggunakan tanaman rambutan (Psidium aquatica), di mana tingkat keberhasilan dari kelompok kami adalah 30 %. Presentase tersebut menunjukkan cangkok yang kami buat dalam praktikum ini tidak sepenuhnya berhasil, yang ditandai dengan munculnya sedikit akar pada cangkokan. Hal tersebut dapat disebabkan beberapa hal seperti pemilihan tanah yang kurang baik untuk cangkokan, pemilihan batang yang masih terlalu muda, dan tidak sempurna dalam membersihkan kambium batang yang dicangkok.
4. Stek Daun
Stek daun adalah perbanyakan vegetatif dengan cara memotong daun tanaman menjadi beberapa bagian, lalu ditanam pada media tanam. Potongan tersebut kemudian akan menjadi tanaman baru. Stek daun ini dilakukan untuk memperoleh tanaman baru yang memiliki sifat yang sama dengan induknya.
Cara perkembangbiakan ini banyak diterapkan pada tanaman hias, terutama tanaman hias sukulen, daunnya tebal berdaging dan kandungan airnya tinggi. Daun yang dipilih untuk stek ini harus yang telah cukup umurnya, dengan demikian daun tersebut mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi. Warna dari daun juga dipilih yang hijau segar karena daun yang berwarna kekuningan menandakan daun itu kekurangan Nitrogen yang akan berdampak pada lambatnya proses pembentukan akar sehingga tingkat keberhasilan stek daun juga akan berkurang.
Dalam percobaan ini digunakan daun tanaman lidah mertua (Sanciviera sp). Penyetekan dilakukan dengan memilih daun tanaman yang bagus dan memotong menjadi tiga bagian, yaitu ujung, tengah dan pangkal. Dalam pemotongan diusahakan dilakukan satu kali iris setiap potongnya untuk menghindari terjadinya kontaminasi. Setelah daun dipotong, daun ditancapkan pada media tanah yang telah disiapkan.
Hasil percobaan menunjukkan persentase keberhasilan stek daun ujung 20%,stek daun tengah 30%, danstek daun pangkal 0%. Persentase keberhasilan stek daun paling tinggi terdapat pada bagian tengah dibandingkan pada bagian pangkal dan ujung. Stek daun ini disimpan pada tempat yang teduh dan terhindar dari sinar matahari langsung. Pada polybag diberi sungkup plastik yang fungsinya untuk mengurangi transpirasi dan agar terhindar dari sinar matahari. Keberhasilan stek daun ditandai dengan tumbuhnya akar serta daun masih tetap berwarna hijau dan segar bentuknya juga masih tetap seperti semula.
VI. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.
1. Perbanyakan vegetatif yang bertujuan untuk mendapatkan hasil, yaitu kualitas dan sifat-sifat tanaman yang sama dengan induknya dapat dilakukan dengan cara stek batang, stek daun dan cangkok.
2. Untuk mendapatkan hasil yang beragam dan meningkatkan sifat-sifat unggul tanaman dapat dilakukan dengan sambung pucuk (grafting).
3. Persentase keberhasilan cangkok adalah 30%
4. Persentase keberhasilan stek daun adalah
1. bagian ujung adalah 20%
2. bagian tengah adalah 30%
3. bagian pangkal adalah 0%
5. Persentase keberhasilan stek batang adalah 100% dan 87,5 %
6. Persentase keberhasilan sambung pucuk (grafting) adalah 0%.
7. Dari hasil percobaan rata-rata persentase yang tinggi dalam perbanyakan vegetatif yang dilakukan adalah stek daun. Karena teknik ini paling mudah dilakukan dan tidak memerlukan keahlian khusus.
8. Persentase yang paling rendah adalah sambung pucuk (grafting) karena diperlukan kecermatan yang lebih dan keahlian dalam melakukan perbanyakan dengan cara ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ashley, J.B. 2004.Ways to Vegetative. <http://farmingandplantation.org.>. Diakses tanggal 10 Maret 2011.
Fuller, J.H. and L.B Caronthus. 1964. The Plant World 4th Edition. Holt and Richard Inc., USA.
Hartono, SH.1971. Pengaruh panjang stek pangkal batang terhadap pertunasan anggrek Aranthera jamos storie. Buletin Penelitian Hortikultura 2 : 49-52
Jumin, Hasan Basri. 1994, Dasar-Dasar Agronomi. PT. Raja Garfindo, Jakarta.
Robbins and Wilfred W. 1966.Botany and Introduction to Plant Science. John Wiley and Sons, USA.
Sugito, L., Jawal. M., Wijaya.1991. Pengaruh pengeratan terhadap keberhasilan stek rambutan Binjai. Penelitian Holtikultura4 (2):1-8.
Wudianto, Rini. 1991. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi.Penebar Swadaya, Jakarta.
ACARA II
KEBUTUHAN AIR TANAMAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN AIR
I. TUJUAN
1. Mengetahui jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi.
2. Mengetahui jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode waktu tertentu.
3. Mengetahui efisiensi penggunaan air tanaman.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan air tanaman dapat didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk memenuhi kehilangan air melalui evapotranspirasi (Et tanaman) tanaman yang sehat, tumbuh pada sebidang lahan yang luas dengan kondisi tanah yang tidak mempunyai kendala (kendala lengas tanah dan kesuburan tanah) dan mencapai potensi penuh pada kondisi lingkungan tumbuh tertentu (Soemarno, 2004).
Kebutuhan air tanaman dinyatakan sebagai jumlah satuan air yang diserap per satuan berat kering yang dibentuk, atau banyaknya air yang diperlukan untuk menghasilkan satu satuan berat berat ing tanaman.Selama pertumbuhan tanaman terus menerus menghisap air dari dalam tanah dan mengeluarkannya pada saat transpirasi. Kehilangan air pada tanaman dapat terjadi melalui (Williams, 1974):
a. Transpirasi
b. Akibat sampingan fiksasi karbondioksida dalam pemecahan karbon dan oksigen.
Efisiensi penggunaan air meningkat dengan tingginya kesuburan tanah. Artinya, semakin subur tanah semakin banyak air yang diperlukan, karena absorbsi hara berjalan dengan kecepatan tinggi. Tunas air yang dibiarkan tumbuh akan merugikan tanaman karena terjadi persaingan air dan unsur hara untuk pertumbuhan vegetatif tunas air tersebut (Sale, 1970).
Tanah sebagai media pertumbuhan memberikan pengaruh bagi kelangsungan hidup, baik bagi tumbuhan maupun hewan, terutama untuk hewan-hewan yang hidup di permukaan tanah. Kelembaban, suhu udara, kesarangan tanah, kehidupan jasad renik, dan fauna tanah sangat berpengaruh dalam menunjang kehidupan tanaman dan kesuburan tanah ( Adianto, 1993 ).
Media tanam berfungsi sebagai tempat akar melekat, mempertahankan kelembaban dan sebagai sumber makanan. Media yang baik dapat menyimpan air untuk kemudian dapat dilepaskan sedikit demi sedikit dan dimanfaatkan oleh tanaman ( Budiyati et al.,1994 ).
Faktor lain yang juga penting dalam pertumbuhan tanaman selain tanah yaitu energi penyinaran dalam bentuk energi panas dan cahaya, serta udara yang memberikan karbondioksida dan oksigen. Tanah sendiri merupakan komponen hidup dari lingkungan yang penting, yang dapat dimanipulasi untuk mempengaruhi penampilan tanaman, bila tanah salah digunakan tanaman menjadi berkurang produksinya. Sedangkan bila ditangani secara hati-hati dengan memperhatikan tabiat fisik dan biologinya, akan terus-menerus akan mengahasilkan tanaman dalam beberapa generasi yang tidak terhitung ( Harjadi,1979 ).
Kebutuhan air tanaman merupakan air yang diperlukan oleh tanaman untuk mengganti air yang hilang melalui transpirasi dan evaporasi, secara bersama-sama pada umumnya disebut sebagai evapotranspirasi. Kebutuhan air tanaman dapat ditentukann secara langsung maupun dengan menggunakan data anasir cuacah.secara langsung akan memakan waktu, mahal dan diperlukan pengalaman yang cukup, sedangkan dengan menggunakan cara kedua akan diperoleh nilai evapotranspirasi potensial (Dorenboos dan Pruitt,1977cit. Hermantoro dan Pusposutarjo, 2000).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara II yang berjudul Kebutuhan Air Tanaman dan Efisiensi Penggunaan Air dilaksanakn di rumah kaca Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta pada Kamis tanggal 14 Maret 2011. bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih tomat, benih cabai, polybag, media tanam tanaman (tanah kering udara), air keran, kantong kertas, dan kertas bekas. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah kertas label, alat tulis, cetok, termohigrometer, neraca, dan cangkul.
Pertama-tama polybag ukuran 15×20 cm tanpa dilubangi diisi dengan tanah kering udara seberat 1000 gram.Kemudian ditambahkan air sebanyak 100 ml ke dalam tanah 1000 gram agar menjadi pada kondisi kapasitas lapangan, sehingga berat totalnya 1100 gram.Lalu disiapkan satu polybag untuk tiap perlakuan.Perlakuan yang pertama yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan tanpa tanaman, sedangkan perlakuan yang kedua yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan yang ditanami tanaman tomat dann perlakuan yang ketiga yaitu polybag berisi tanah pada kondisi kapasitas lapangan yang ditanami tanaman cabai. Kemudian bibit tomat dan bibit cabai yang telah disediakan ditanam. Lalu diambil contoh tanaman tomat dan tanaman cabai untuk ditentukan luas daun dan berat keringnya. Tanaman dipelihara selama 21 hari setelah pindah tanam. Air yang hilang karena evaporasi dan evapotranspirasi ditentukan mulai 4 hari setelah penanaman, dengan frekuensi pengamtan 2 kali tiap minggu (interval 3-4 hari), sehingga total pengamatan 6 kali dengan rincian 3 kali saat pertemuan rutin (hari praktikum) dan 3 kali di tengah-tengah nya. Bobot awal polybag, baik dengan tanaman maupun tanpa tanaman adalah 1100 gram. Setelah 3-4 hari, bobotnya akan berkurang karena evaporasi dan evapotranspirasi. Selisih bobot inilah yang dicari.Polybag ditimbang pada saat pengamatan dilakukan. Selisih bobot awal dengan akhir pada polybag tanpa tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evaporasi. Sedangkan selisih bobot awal dengan akhir pada polybag dengan tanaman merupakan jumlah air yang hilang karena evapotranspirasi.Selisih antara kebutuhan air untuk evapotranspirasi dengan evaporasi merupakan kebutuhan air untuk transpirasi.Setelah penimbangan pada waktu yang telah ditentukan, kembali ditambahkan air ke polybag hingga beratnya menjadi 1100 gram.Kemudian dinyatakan kebutuhan air tanaman untuk proses evaporasi, transpirasi, dan evapotranspirasi. Setelah pengamatan selesai, hasil pengukuran evaporasi, transpirasi dan evapotranspirasi selama 16 hari Atersebut ditotalkan sebagai air yang dibutuhkan. Tanaman dipanen pada hari ke-21 , lalu ditentukan bobot kering tanaman. Selisih bobot kering tanaman pada hari ke-21 dengan bobot kering tanaman saat tanam merupakan biomassa tanaman yang dihasilkan selama periode tersebut. Kemudian ditentukan efisiensi penggunaan air dengan rumus:
WUE = x 100%
Untuk mengetahui luas daun, dapat digunakan rumus:
Luas Pola Daun (cm²) = x Luas Standard (cm²)
Untuk mengetahui laju transpirasi dapat digunakan rumus :
Laju Transpirasi = x hari
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Hasil pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada tanaman tomat
Perlakuan Pengamatan ke Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5 6
Evaporasi
(a gram) 41,25 56,67 46,00 54,00 72,00 50,00 319,92 53,32
Evapotranspirasi (gram) 67,00 82,00 125,00 100,00 128,00 124,00 626,00 104,33
Transpirasi
(b gram) 25,75 25,33 79,00 46,00 56,00 74,00 306,08 51,01
Air yang dibutuhkan (a+b) 67,00 82,00 125,00 100,00 128,00 124,00 626,00 104,33
Tabel 2. Hasil pengamatan berat segar, berat kering, dan luas daun tanaman tomat
Berat kering awal (BKAw)
(gram) Berat segar akhir (BSAk) (gram) Berat kering akhir (BKAk) (gram) BKAk-BKAw (gram) Luas pola daun (LD) (cm2)
0,51 9,205 2,258 1,748 137,2
Tabel 3. Hasil pengamatan laju evaporasi, evapotranspirasi, transpirasi dan kebutuhan air pada tanaman cabai
Perlakuan Pengamatan ke Jumlah Rata-rata
1 2 3 4 5 6
Evaporasi
(a gram) 41,25 56,67 46,00 54,00 72,00 50,00 319,92 53,32
Evapotranspirasi (gram) 57,00 76,00 67,00 69,00 92,00 82,00 443,00 73,83
Transpirasi
(b gram) 15,75 19,33 21,00 15,00 20,00 32,00 123,08 20,51
Air yang dibutuhkan (a+b) 57,00 76,00 67,00 69,00 92,00 82,00 443,00 73,83
Tabel 4. Hasil pengamatan berat segar, berat kering, dan luas daun tanaman cabai
Berat kering awal (BKAw)(gram) Berat segar akhir (BSAk) (gram) Berat kering akhir (BKAk) (gram) BKAk-BKAw (gram) Luas pola daun (LD) (cm2)
0,1 1,128 0,384 0,284 82,4
Tabel 5. Berat Basah (BB) dan Berat Kering (BK)
tomat cabai
BB 9,205 1,128
BK 2,258 0,384
B. Pembahasan
Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kelangsungan hidupnya, tidak terkecuali dengan tanaman. Hal ini disebabkan beragamnya fungsi air, yaitu sebagai penyusun tubuh tanaman, pelarut dan medium reaksi biokimia, medium transpor senyawa, memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan sel dan pembesaran sel), bahan baku fotosintesis dan menjaga suhu tanaman agar konstan. Tanaman membutuhkan air sesuai dengan kebutuhannya, tidak kurang tetapi juga tidak berlebihan.
Transpirasi ialah satu proses kehilangan air dari tumbuh-tumbuhan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Air diserap dari akar rerambut tumbuhan dan air itu kemudian diangkut melalui xilem ke semua bahagian tumbuhan khususnya daun. Bukan semua air digunakan dalam proses fotosintesis. Air yang berlebihan akan disingkirkan melalui proses transpirasi Evaporasiatau penguapan adalah proses pertukaran (transfer) air dari permukaan bebas (free water surface) dari muka tanah, atau dari air yang tertahan di atas permukaan bagunan atau tanaman menjadi molekul uap air di atmosfer. Evapotranspirasi adalah kejadian bersama-sama antara evaporasi dan transpirasi, keduanya saling mempengaruhi.Bila penguapan terjadi dilihat pada suatu daerah dimana di dalamnya terdapat juga tanaman yang tumbuh maka penguapan yang terjadi di daerah tersebut disebut Evapotranspirasi.(Devlin, 1983).
Kegiatan transpirasi dipengaruhi oleh faktor, baik faktor dalam maupun luar. Faktor dalam antara lain besar kecilnya daun, tebal tipisnya daun, berlapis lilin atau tidaknya permukaan daun, banyak sedikitnya bulu pada permukaan daun, banyak sedikitnya stomata, bentuk dan letak stomata, dan faktor luar antara lain kelembaban, suhu, cahaya, angin dan kandungan air tanah. Evaporasi dipengaruhi oleh kondisi iklim, terutama temperatur, kelembaban, radiasi dan kecepatan angin, serta kandungan air tanah. Dengan terjadinya evaporasi, maka kandungan air tanah turun dengan demikian kecepatan evaporasi juga akan turun.
Air ditanah dapat di golongkan menjadi tiga yaitu air kapiler, air gravitasi dan air hidroskopis. Air kapiler merupakan air yang terdapat pada tanah dan dapat digunakan oleh tanaman. Air gravitasi merupakan air yang teratus (mengalami perkolasi) oleh gaya gravitasi dan air ini ini hanya dapat dimanfaatkan oleh tanaman dalam waktu singkat. Air hidroskopis merupakan air yang tidak tersedia bagi tanaman karena terikat kuat secara kimia oleh partikel-partikel tanah.
Pada percobaan ini ,untuk mengetahui kebutuhan air tanaman dilakukan dengan menghitung hilang air melalui evapotranspirasi menggunakann metode Phytometer. Metode ini digunakan untuk mengetahui evaporasi dan transpirasi yang terjadi.Prinsip pengukuran ini adalah menanam tumbuhan dalam plot, membuat pot yang hanya berisi tanah kemudian di siram dengan volume tertentu dan dibandingkan hasilnya. Dengan mengetahui hasil volume dan biomassa tanaman yang ditanam dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi penggunaan air (WUE). Efisiensi penggunaan air merupakan hasil bagi dari biomassa yang dihasilkan dibagi air yang dibutuhkan dikali 100%. Hal ini dapat digunakan sebagai panduan dalam memberikan air pada tanaman sehingga tidak berlebihan. Dalam perhitungan deperoleh bahwa efisiensi penggunaan air pada tanaman tomat ialah 0,771 % sedangkan pada tanaman cabai efisiensinya ialah 0,403 %. Ditinjau dari segi morologi tanaman tomat memilikai ukuran yang lebih besar dari tanaman cabai, hal ini menyebabkan kebutuhan akan air lebih banyak. Selain dari ukuran tanaman, dai luas daun pun tanaman cabai lebih kecil luas pola daunnya dibandding tanaman tomat yaitu untuk tanaman tomat luas pola daunnya 137,2 cm ² sedangkan tanaman cabai hanya 82,4 cm². Dilihat dari ukuran batang pun tanaman tomat memiliki batang yang lebih besar daipada tanaman cabai. Dari segi akar untuk tanaman tomat perakaran lebih banyak daripada tanaman cabai, sehingga dalam penerapan air akan lebih banyak pula. Dari kedua tanamn tersebut dapat dilihat pada histogram kebutuhan air tanaman menunjukkan tanaman tomat lebih besar evapotranspirasinya.
Dari hitogram diatas dapat diketahui perbandingan antara evaporasi dengan evapotranspirasi dimana hasil dari evapotraspirasi lebih besar dari hasil evaorasi. Hal ini dikarenakan evapotraspirasi merupakan proses penguapan air pada tanah dan juga tanaman. Untuk evaporasi maupun evapotranspirasi mengalami naik turun yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan kelembaban tiap harinya.Pada kondisi kering tanaman cenderung mengkonsumsi air yang cuku banyak untuk memenuhi kebutahan air dalam tubuh tanaman.
Dapat dihubungkan pula antar kebutuhan air dengan laju transpirasi.Laju transpirasi dengan kebutuhan air berbanding lurus.Dimana laju transpirasi merupakan hasil bagi antara kebutuhan air tanamn dengan luas pola daun dikalikan dengan jumlah hari sebelum dipanen. Didapatkan bahwa untuk tanaman tamat laju transpirasinya 15,97 gr /cm² dalam 21 hari sedangkan tanaman cabai 18,739 gr /cm² dakam 21 hari. Hasil ini menunjukan bahwa tanaman cabai mempunyai leju transpirasi yang lebih besar dibandingkan tanaman tomat.
Tanaman merupakan satu kesatuan dari muali akar sampai tunas. Senua bagian memerlukan air dan mempunyai andil dalam menetukan kebutuhan air suatu tanaman. Dari histogram BB dan BK didapatkan bahwa hasil bahwa tanaman tomat mempunyai kandungan air yang relatif lebih banyak daripada tanaman cabai sehingga berat sebelum dan sesudah dikeringkan jarak pengurangannya sangat jauh, jika dibanding dengan tanaman cabai tang penguranganya reltif kecil. Sehingga dapat diketaui bahwa tanaman tomat memerlukan air yang lebih banyak dibandingkan tanaman cabai.Berat tanaman juga mengambarkan banyaknya sel yang ada pada tanaman,s emakin banyak sel maka semakin besar suatu tanaman.
VI.KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan diperoleh kesimpulan bahwa :
1. Efisiensi penggunaan air tergantung kepada laju evaporasi, laju evapotranspirasi, dan laju transpirasi tiap harinya.
2. Jumlah air yang hilang karena evaporasi dan transpirasi pada tanaman cabai 53,32 gram dan 20,51 gram sedangkan tanaman tomat 53,32 gram dan 51,01 gram
3. Jumlah air yang dibutuhkan tanaman selama periode tertentu (21 hari) untuk tanamn cabai adalah 73,83gram/cm2 sedangakan untuk tanaman tomat adalah 104,33 gram/cm2
4. Efisiensi penggunaan air tanaman (WUE) tanaman cabai adalah sebesar 0,403 % dengan laju transpirasi sebesar 18,739 gr /cm³ sedangkan pada tanaman tomat efisiensi penggunaan air adalah sebesar 0,771 % dengan laju transpirasi sebesar 15,97 gr /cm³.
DAFTAR PUSTAKA
Adianto. 1993. Biologi Pertanian. Penerbit Alumni, Bandung.
Budiyati, H. S., Arifin, N. Anshori. 1994. Pengaruh beberapa media dan jenis waktu pemberian air pada saat penyampaian terhadap bibit anggrek Dendrobium. Buletin Agronomi15 : 61 – 75.
Devlin, R.M and K.H.Withan.1983.Plant Phisiology.Williard grant press, Boston.
Harjadi, S. S. 1979. Pengantar Agronomi.Gramedia, Jakarta.
Hermantoro dan Pusposutarjo. 2000. Pemodelan pertumbuhan dan pemakaian air tanaman palawija di lahan kering. Buletin Keteknikan Pertanian 14 : 139-149.
Sale, PJ.M. 1970. Growth, flowering and fruiting of cacao under controlled soil moisture condition. Journal of Hortikultural Science 45: 99-118.
Soemarno.2004.Pengelolaan Air Untuk Tanaman. <http://images.soemarno.multiply.com>. Diakses tanggal 18 Maret 2011.
William, C.N dan K.T Joseph. 1974. Climate Soil and Crop Production in the Humid Tropics. All Printing Works, Kuala Lumpur.
ACARA III
PERSEMAIAN DAN PINDAH TANAM PADI METODE KONVENSIONALDAN THE SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
I. TUJUAN
1. Mengetahui pengaruh metode persemaian dan waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi.
2. Mengetahui hubungan antara kualitas bibit dengan berat keringnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tahap penyemaian bertujuan untuk menyemaikan benih sehingga dapat diperoleh semaian (kecambah) yang berukuran kecil. Penyemaian ini biasa dilakukan dalam bedengan penyemaian tanah atau dalam polybag berukuran kecil. Syarat-syarat persemaian antara lain tanah subur, tidak dalam kondisi tertutup sehingga bibit dapat memanfaatkan sinar matahari sebaik-baiknya., dekat sumber pengairan, mudah untuk diamati (Najiati dan Darmiati, 1992).
Pengolahan tanah dan lapisan bajak yang kedap air diperlukan dalam budidaya tanaman padi. Pengolahan tanah dalam hingga mencapai kondisi lumpur menyebabkan zone perakaran makin luas dan akr tanaman akan tumbuh baik, sehingga penyerapan hara oleh akar makin efektif. Lapisan bajak berfungsi untuk menahan infiltrasi agar air selalu tergenang. Lapisan bajak yang belum terbentuk pada lahan sawah menyebabkan terjadinya perubahan kimia dan elektrokimia yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman. Perubahan tersebut antara lain kekurangan oksigen, turunnya potensial redoks, menurunkan kadar seng yang larut, dan merangsang terbentuknya senyawa beracun seperti karbondioksida, matan dan asam organik. Penggunaan lahan organik di lahan sawah dimaksudkan untuk memperbaiki struktur tanah, memasok hara yang dibutuhkan tanaman, mempertahankan kelestarian kesuburan tanah, dan untuk mengimbangi panggunaan pupuk orhanik (Adisarwanto et al,1997 cit Mulyadi et al, 2001).
Padi organic SRI pertama kali diperkenalkan tahun1999, yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Metode SRI terdiri atas tiga point utama, yang pertama penanganan bibit secara seksama. Terdiri atas pemilihan bibit unggul, penanaman pada usia muda (kurang dari 10 hari setelah semai), penanaman satu bibit per titik tanam,penanaman dangkal dan jarak tanam lebar. Metode SRI hanya menggunakan air sampai keadaan tanahnya sedikit terlihat basah oleh air dan tidak adanya penggunaan pupuk kimia karena SRI menggunakan pupuk kompos. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang menggunakan air sampai pada tahap tanahnya tergenang air, serta pemupukan minimal dua kali dalam satu periode tanam. Yang ketig adalah keterlibatan mikroorganisme local (MOL) dan kompos sebagai tim sukses dalam pencapaian produktivitas yang berlipat ganda (Sutanto,2002).
Komponen utama SRI adalah pindah tanam bibit pada usia dini, jarak tanam yang diperlebar, satu bibit tiap lubang tanam, manajemen aiy yang mempertahankan tanah pada kondisi lembab tapi tidak tergenang, pengendalian gulma sebelum menutupnya kanopi, dan penggunaan bahan organik sebagai pupuk (Stoop et al, 2002; uphoff, 2002 cit. Mc. Donald, 2005).
Sistem produksi padi dengan sebar benih secara langsung, ketergantungan pada persemaian menjadi hilang sehingga tidak ada lagi penurunan hasil gabah yang disebabkan oleh bibit tua. Kelemahan sistem ini adalah tidak ada keseragaman sebar benih sehingga kemungkinan akan menyulitkan penyiangan. Penggunaan herbisida dapat mengatasi persaingan oleh gulma pada cara tanam ini. Tingkat keberhasilan proses pindah tanam (transplanting) dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan. Faktor genetis tanaman yang ditampilkan adalah kemampuan tanaman dalam melakukan pemuliaan kesegaran tumbuhnya, hal ini termasuk kemampuan regenerasi akar tinggi, laju transpirasi rendah, sedang faktor lingkungan meliputi temperatur, kelembapan, dan ketersediaan unsur hara bagi tanaman pada saat pindah tanam (Michael, 1999).
Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tetapi memanfaatkan jerami, limbah gergaji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk tanahnya. Lalu, bibit yang disemai tidak lagi 20 hari, melainkan 7 hari tempat persemaian sederhana seperti memanfaatkan ember. Jika sebelumnya benih dibutuhkan 30kg/ha kini pola SRI cukup 7kg/ha. Setelah itu, di tanam di sawa dengan biji tunggal (satu biji benih) saat usia benih tujuh hari dengan jarak tanam 30×30 cm. Tidak banyak diberi air, lalu penyiangan dilakukan empat kali, pemberian pupuk alami hingga enam kali, pengendalian hama terpadu, dan masa panen saat usia 100 hari atau lebih cepat 15 hari pola biasa (Mohamad, 2010).
III. METODOLOGI
Praktikum dasar-dasar agronomi acara III dengan judul Persemaian dan Pindah Tanam Padi metode Konvensional dan The System of Rice Intensification(SRI) dilaksanakan di laboratorium manajemen produksi tanaman, jurusan budidaya pertanian, fakultas pertanian, universitas Gadjah Mada Yogyakarta pada hari Senin, 07 Maret 2011. Alat yang digunakan dalam percobaan ini antara lain; polybag, penggaris, oven, dan alat tulis. Bahan yang digunakan antara lain; biji padi dan tanah.
Pada praktikum ini akan dilakukan 3 hal yaitu; menyiapkan persemaian, menyiapkan media tanam untuk pindah tanam, dan melakukan pindah tanam. Saat menyiapkan persemaian, disiapkan 3 buah ember berdiameter sama dan diisi tanah yang beratnya sama. Kemudian ditambahkan air ke dalam ember berisi tanah hingga macak-macak. Kemudian benih padi disemai dengan kerapatan 75gr/m2. Bibit pada ember pertama akan dipindah tanam pada usia 7hss, kedua 14hss, dan ketiga 21hss. Selanjutnya menyiapkan media tanam untuk pindah tanam. Pada tahap ini, disiapkan polybag yang diisi tanah dan disiram hingga macak-macak (perlakuan pindah tanam 7hss dan 14hss), dan disiram hingga tergenang (perlakuan 21hss). Yang terakhir adalah melakukan pindah tanam. Bibit padi ditanam 1 bibit per lubang untuk perlakuan pindah tanam 7hss dan 14hss. Bibit padi ditanam 2bibit per lubang untuk perlakuan pindah tanam 21hss.
Setelah di-pindah tanam, kemudaian diamati tinggi tanaman dan jumlah daun mulai usia 7hss hingga 28hss, setiap seminggu sekali. Tanaman padi dipanen saat usia 28hss. Tanaman kemudian dioven pada suhu sekitar 65o-70oC selama 48 jam, setelah beratnya konstan, ditimbang berat keringnya. Kemudian dihitung nilai SGR-nya (Summed Growth Ratio). Dibuat juga grafik tinggi tanaman dan jumlah daun pada berbagai hari pengamatan serta histogram berat segar dan berat keringnya. Kemudian dibandingkan kualitas bibit pada usia 28hss skibat perlakuan pindah tanam.
Untuk perhitungan SGR, dihitung dengan persamaan :
SGR = L1 + T1 + H1
3
Dimana:
L1 : rasio jumlah daun.
T1 : rasio bobot kering.
H1 : rasio tinggi tanaman.
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
• A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Tabel Tinggi Tanaman
Pindah Tanam Pengamatan TT ke
1 2 3 4
7 hss 5,53 17,74 25,13 29,43
14 hss 0,00 17,35 22,13 28,79
21 hss 0,00 0,00 24,17 25,22
Tabel 2. Tabel Jumlah Daun
Pindah Tanam Pengamatan ke (jumlah daun)
1 2 3 4
7 hss 1,00 2,93 3,87 4,32
14 hss 0,00 2,33 3,47 4,07
21 hss 0,00 0,00 2,60 3,13
Tabel 3. Tabel Berat Segar dan Berat Kering (gram)
Berat basah Berat kering
7 hss 0,43 0,06
14 hss 0,26 0,05
21 hss 0,19 0,04
Tabel 4. Tabel SGR
perlakuan SGR
7hss 0,52
14hss 0,37
21hss 0,27
• B. Pembahasan
Padi organic SRI pertama kali diperkenalkan tahun 1999, yaitu cara bertanam padi tanpa menggunakan pupuk kimia dan pestisida kimia. Pupuk yang digunakan berasal dari jerami, limbah gergaji, sekam padi, pelepah pohon pisang, dan pupuk kandang yang diolah. Penggunaan pupuk kima dapat dipangkas menjadi separuhnya. Pupuk kompos ini kaya akan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk menyuburkan tanah, sekaligus menjaga kesehatan tanaman sehingga lebih tahan terhadap hama. Bibit yang disemai tidak lagj 20 hari, melinkan 7 hari. Tempat persemaian sederhana dengan besek kecil. Pola SRI hanya membutuhkan benih sebanyak 7kg/Ha. Ini jauh lebih rendah dibanding system konvensionalyang menggunakan benih sebanyak 30kg/Ha. Pindah tanam padi SRI dilakukan saat padi berusia 7-10 hari. Bibit dipindahkan ke petak sawah yang sudah ditaburi pupuk organic, satu lubang tanam ditanami satu batang dengan jarak 30cm.
Konsep sistem konvensional dan SRI terdapat banyak perbedaan. Perbedaan mendasar yang terdapat pada SRI dibandingkan dengan sistem konvensional yaitu SRI sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dalam perawatannya. Mulai dari pupuk hingga pestisida menggunakan bahan-bahan alami yang ramah lingkungan. Sedangkan sistem konvensional menggunakan bahan kimia dalam perawatannya. Persamaannya terdapat pada benih yang digunakan, tetapi perlakuan terhadap tanah dan tanaman berbeda. Keuntungan dari metode SRI adalah memperhatikan bagaimana interaksi tanaman padi terhadap lingkungan sekitar, memanfaatkan sumberdaya seminim mungkin, kompetisi antar tanaman dapat dihindarkan, dan penyerapan nutrisi lebih baik.
Pada metode SRI, air yang digunakan kurang dari 1/2 air pada metode konvensional. Pemberian air pada metode ini yaitu macak-macak bertujuan untuk efisiensi penggunaan air. Pemberian air hanya perlu dijaga agar padi tetap lembab selama tahap vegetatif. Dalam sistem SRI, jarak tanam lebih renggang, hal ini bertujuan untuk mengurangi kompetisi dalam memperebutkan makanan, yaitu sekitar 25-30 cm. Sedangkan dalam sistem konvensional jarak tanam lebih sempit, yaitu sekitar 20 cm. Dalam hal ini, air juga harus diperhatikan. Untuk pertanian organik, air tidak boleh terlalu banyak karena air yang menggenangi sawah akan membuat akar mati hingga 75%. Akar yang terendam akan kesulitan mengambil oksigen karena fungsi akar tidak hanya untuk menggambil makanan.
Pindah tanam pada metode SRI dilakukan pada usia padi yang muda yang bertujuan untuk mengoptimalkan pertumbuhan akar. Karena pada usia muda, akar memiliki potensi tumbuh yang tinggi.Penanaman satu bibit per lubang tanam bertujuan untuk mengoptimalkan penyerapan nurisi oleh tanaman sehingga pertumbuhannya maksimal. Dengan dua bibit perlubang tanam, akan menimbulkan kompetisi untuk memperoleh nutrisi dengan demikian pertumbuhan kurang optimal. Selain itu, tanaman padi memerlukan tempat tumbuh yang cukup untuk pertumbuhannya agar dapat memperoleh cahaya matahari yang cukup.
Karakteristik Metode SRI:
1. Bibit dipindah lapang (transplantasi) lebih awal
Bibit padi ditransplantasi saat dua daun telah muncul pada batang muda, biasanya saat berumur 7-14 hari
2. Bibit ditanam satu-satu daripada secara berumpun
Bibit ditranplantasi satu-satu daripada secara berumpun, yang terdiri dari dua atau tiga tanaman. Ini dimaksudkan agar tanaman memiliki ruang untuk menyebar dan memperdalam perakaran.Sehingga tanaman tidak bersaing terlalu ketat untuk memperoleh ruang tumbuh, cahaya, atau nutrisi dalam tanah. Sistem perakaran menjadi sangat berbeda saat tanaman ditanam satu-satu.
3. Jarak tanam yang lebar
Dibandingkan dengan baris yang sempit, bibit lebih baik ditanam dalam pola luasan yang cukup lebar dari segala arah. Biasanya jarak minimalnya adalah 25 cm x 25 cm. Hasil panen maksimum diperoleh pada sawah subur dengan jarak tanam 50 x 50 cm, sehingga hanya 4 tanaman per m2.
4. Kondisi tanah tetap lembab tapi tidak tergenang air
Dengan SRI, petani hanya memakai kurang dari ½ kebutuhan air pada sistem tradisional yang biasa menggenangi tanaman padi. Tanah cukup dijaga tetap lembab selama tahap vegetatif, untuk memungkinkan lebih banyak oksigen bagi pertumbuhan akar. Sesekali (mungkin seminggu sekali) tanah harus dikeringkan sampai retak. Ini dimaksudkan agar oksigen dari udara mampu masuk kedalam tanah dan mendorong akar untuk “mencari” air. Sebaliknya, jika sawah terus digenangi, akar akan sulit tumbuh dan menyebar, serta kekurangan oksigen untuk dapat tumbuh dengan subur.
5. Pendangiran
Pendangiran (membersihkan gulma dan rumput) dapat dilakukan dengan tangan atau alat sederhana.
6. Asupan Organik
Kompos menambah nutrisi tanah secara perlahan-lahan dan dapat memperbaiki struktur tanah.Kompos dapat dibuat dari macam-macam sisa tanaman (seperti jerami, serasah tanaman, dan bahan dari tanaman lainnya), dengan tambahan pupuk kandang bila ada. Daun pisang bisa menambah unsur potasium, daun-daun taaman kacang-kacangan dapat Perlakuan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap berat kering tanaman. Pada penanaman dengan jarak tanam lebar dapat meningkatkan berat kering tanaman secara nyata dibanding jarak tanam yang sempit dan jarak tanam sedang. Hal ini diduga, penanaman dengan jarak tanam lebar akan diperoleh populasi yang sedikit sehingga mengurangi kompetisi antar tanaman akan penyerapan sinar matahari, air, unsur hara tanah dan kompetisi dalam tubuh tanaman akan hasil asimilasi, sehingga dapat mendukung proses perkecambahan dan pertumbuhan tanaman padi.
Kelemahan dari metode SRI adalah:
1. membutuhkan tenaga kerja lebih banyak (pada awalnya),
2. perlu drainase untuk membuang kelebihan air,
3. lebih banyak waktu untuk untuk mengatur pengairan
4. lebih banyak waktu dan tenaga kerja untuk penyiangan
5. pembuatan kompos yang memakan waktu dan tenaga
Dari grafik ini menampilkan tinggi tanaman sampai massa panen pada masing masing perlakuan pindah tanam. Dari garafik diatas dapat dilihat bahwa tanaman padi 7 hss memiliki tinggi tanaman paling tinggi daripada tanaman padi 14 hss dan 21 hss. Suatu benih bisa dikatakan mempunyai daya tumbuh yang baik apabila mampu menjalankan metabolisme yang terjadi dengan menumbuhkan organ-organ yang membantu dalam proses asimilasi makanan bagi pertumbuhan tanaman tersebut. Tinggi tanaman adalah ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator pertumbuhan. Ini karena tinggi tanaman merupakan ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat. Selain itu tinggi tanaman juga diketahui sebagai parameter pengaruh lingkungan, tinggi tanaman sensitif terhadap faktor lingkungan tertentu seperti : cahaya, kandungan air dalam tanah/kelembaban, suhu.
Dari grafik jumlah daun diatas dapat dilihat bahwa jumlah daun terbanyak adalah tanaman padi 7hss. Kemudian diikuti oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss. Jumlah daun digunakan dalam mengukur kualitas bibit yang tumbuh dan menghasilkan jumlah daun yang banyak. Hal ini dasarkan pada bila kita melihat jumlah daun yang lebih banyak maka kita akan berfikir bahwa sarana untuk asimilasi makanan melalui fotosintesis yang tersedia dengan cukup.
Benih yang baik dalam metabolisme menghasilkan produk yang besar dan bisa dicirikan dengan pertumbuhan yang baik dengan berat tanaman yang normal sebanding dengan zat yang dikandung oleh tanaman tersebut. Histogram diatas menunjukkan perbandingan antara berat basah dan berat kering pada masing masing perlakuan pindah tanam. Mengetahui kualitas benih yang baik dapat kita lihat pada berat basah dan kering tanaman. Berat kering dapat menjadi parameter kualitas benih, yang mana berat kering yang tinggi dapat menunjukkan fotosintat tanaman yang baik. Jadi, bibit pada 7 hss merupakan bibit berkualitas tinggi karena memiliki berat kering paling tinggi.
Dari hasil perhitungan SGR didapatkan hasil tanaman 7 hss 0,52, tanaman 14 hss 0,37 dan tanaman 21 hss 0,27. Dari hasil perhitungan apabila SGR suatu bibit lebih tinggi maka bibit tersebut mempunyai kualitas yang lebih baik daripada lainnya. Oleh karena itu, bibit terbaik adalah tanaman padi 7 hss, kemudian disusul oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss.
V. KESIMPULAN
1. Dari hasil percobaan ini, pengaruh waktu pindah tanam terhadap pertumbuhan bibit padi menyebabkan tanaman menjadi semakin lebih cepat tumbuh dan berkembang. Dari hasil tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar dan berat kering paling baik adalah tanaman padi 7 hss, kemudian disusul oleh tanaman padi 14 hss dan 21 hss.
2. Hubungan antara kualitas bibit dengan berat kering adalah semakin besar berat kering suatu tanaman semakin baik kualitas bibit padi. Ini dapat kita lihat dari nilai SGR tanaman padi 7hss > 14 hss > 21 hss. Semakin tinggi nilai SGR suatu tanaman semakin baik kualitas bibit tanaman tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Najiati, S. dan Danarti. 1992. Budidaya dan Penanganan Pasca Panen Tanaman Cengkih. Penerbit Swadaya, Jakarta.
Mc. Donald, A. J. 2006. Does the system of rice intensification outperform conventional best manajemen? A synopsis of the empirical record. Field Crop Research 96 : 31-36.
Michael. 1999. Effect of Studge Applications on Soil Water Solution and Vegetation. March, University of New Hampshire, Dulham.
Mohammad. 2010. Cara Tanam Padi SRI. <http://www.cakham.wordpress.com>. Diakses tanggal 12 Maret 2011.
Mulyadi, Noeriwan, and Wihardjaka, A. 2001. Pengaruh sistem olah tanam dan pemberian bahan organik terhadap emisi gas n2o dan produksi padi gogorancah di ekologi sawah tadah hujan. Jurnal Penelitian Pertanian 20 : 103-112.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik, Pemasyarakatan dan Pengembangan. Kanisius, Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1.
Data hasil pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun golongan A1
Kelompok Pengamatan minggu ke-
Perlakuan 1 2 3 4
TT JD TT JD TT JD TT JD
I 7 hss 4,40 1,00 18,33 2,33 28,00 2,67 31,30 4,30
II 4,83 0,00 17,40 3,67 24,83 5,00 27,33 2,00
III 4,70 1,00 16,83 2,30 75,40 4,00 29,77 5,30
IV 4,37 1,00 17,90 3,67 26,23 4,67 28,00 6,00
V 9,33 2,00 18,23 2,67 27,10 3,00 30,73 4,00
Rata-rata 5,53 1,00 17,74 2,93 26,31 3,87 29,43 4,32
I 14 hss 0,00 0,00 19,83 2,67 24,83 4,00 33,83 3,33
II 0,00 0,00 20,33 2,33 23,37 3,00 29,23 4,00
III 0,00 0,00 18,67 2,33 23,93 4,00 31,17 5,00
IV 0,00 0,00 14,63 2,33 20,40 3,33 27,13 4,00
V 0,00 0,00 13,27 2,00 18,10 3,00 22,60 4,00
Rata-rata 0,00 0,00 17,35 2,33 22,13 3,47 28,79 4,07
I 21 hss 0,00 0,00 0,00 0,00 25,17 2,67 20,00 2,67
II 0,00 0,00 0,00 0,00 25,90 2,67 26,70 3,00
III 0,00 0,00 0,00 0,00 26,13 2,67 28,33 3,67
IV 0,00 0,00 0,00 0,00 23,17 2,67 26,93 3,33
V 0,00 0,00 0,00 0,00 23,20 2,33 24,13 3,00
Rata-rata 0,00 0,00 0,00 0,00 24,71 2,60 25,22 3,13
Ket : TT = Tinggi Tanaman
JD = Jumlah Daun
Lampiran 2.
Data hasil pengamatan berat basah dan berat kering golongan A1
Kelompok Perlakuan Berat basah (gram) Berat kering (gram)
I 7 hss 0,326 0,066
II 0,343 0,086
III 0,330 0,060
IV 0,470 0,037
V 0,690 0,056
Rata-rata 0,432 0,061
I 14 hss 0,266 0,063
II 0,270 0,056
III 0,363 0,080
IV 0,280 0,037
V 0,130 0,026
Rata-rata 0,262 0,052
I 21 hss 0,196 0,003
II 0,190 0,036
III 0,210 0,066
IV 0,190 0,033
V 0,163 0,043
Rata-rata 0,190 0,036
Lampiran 3. Data H`, L`, W` golongan A1
7hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2 3 4
H`7 (cm) 1,000 0,498 0,359 0,353 0,552
L`7 1,000 0,557 0,389 0,357 0,576
W`7 (gram) 0,404 0,404 0,404 0,404 0,404
SGR 0,801 0,486 0,384 0,371 0,511
14 hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2 3
H`14 (cm) 0,501 0,303 0,345 0,383
L`14 0,443 0,349 0,353 0,382
W`14 (gram) 0,349 0,349 0,349 0,349
SGR 0,431 0,334 0,349 0,371
21 hss Pengamatan ke Rata-rata
1 2
H`21 (cm) 0,338 0,302 0,320
L`21 0,261 0,272 0,267
W`21 (gram) 0,242 0,242 0,242
SGR 0,280 0,272 0,276
ACARA IV
PENGARUH CEKAMAN AIR TERHADAP PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah suatu biji.
2. Mengetahui faktor-faktor luar yang mempengaruhi perkacambahan biji.
3. Mengetahui pengaruh cekaman air terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Benih atau biji merupakan fase generatif dari siklus kehidupan tumbuhan yang berfungsi untuk memperbanyak diri secara generatif.Pada benih mempunyai pengertian lebih bersifat agronomis, sedangkan biji lebih bersifat biologis.Perkecambahan merupakan tahap awal perkembangan suatu tumbuhan, khususnya tumbuhan berbiji. Dalam tahap ini, embrio di dalam biji yang semula berada pada kondisi dorman mengalami sejumlah perubahan fisologis yang menyebabkan berkembang menjadi tumbuhan muda.Tumbuhan muda ini yang dikenal sebagai kecambah (Kamil,1992).
Ketersediaan air di lingkungan sekitar benih merupakan faktor terpenting kurang tersedianya air pada lingkungan benih akan menyebabkan jumlah air yang diambil untuk berkecambah menjadi semakin rendah atau tidak terpenuhi. Hal ini dapat berpengaruh besar pada proses perkecambahan. Jika jumlah air yang diserap tidak mencapai kebutuhan minimum maka proses peerkecambahan tidak akan terjadi. Ada batas minimum serapan air yang harus dilamapui agar perkecambahan dapat berlansung (Bewley and Black,1982).
Cekaman air pada umumnya berpengaruh dalam aktivitas metabolisme sekunder. Cekaman air untuk meningkatkan mutu simplisia tempuyung masih langka dilakukan. Tanaman tempuyung yang mendapat cekaman air sebesar 60% kapasitas lapang kadar flavonoidnya mencapai dua kali lipat dibandingkan tanaman yang tidak terkena cekaman (Rahardjo dan Darwati, 2000).
Faktor-faktor proses perkecambahan (AAK, 1995):
1. Air
Penghisapan air merupakan kebutuhan biji untuk berlangsungnya kegiatan-kegiatan di dalam biji.
2. Udara
Di dalam udara terkandung oksigen yang sangat diperlukan untuk kelangsungan hidup bagi setiap makhluk, yaitu untuk pernapasan embrio.
3. Temperatur atau suhu
Meningkatnya temperatur menyebabkan kegiatan di dalam biji semakin meningkat.Namun apabila temperatur terlalu tinggi daya berkecambah menjadi berkurang, karena embrio mati.Pada temperatur yang terlalu rendah, proses perkecambahan berlangsung lambat.
4. Sinar matahari
Peranan sinar matahari dalam proses perkecambahan sejalan pula dengan peranan temperatur pada proses perkecambahan. Sinar matahari juga berperan dalam pertumbuhan kecambah, supaya tidak tampak pucat.
Telah disebutkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah Air, udara, suhu, Sinar matahari. Faktor-faktor tersebut untuk selanjutnya juga menentukan vigor dan kecepatan tumbuh berkecambah (Gardner et al,1991).
Manaree (2009) menyatakan bahwa selain faktor luar, perkecambahan benih juga dipengaruhi oleh faktor dalam.Faktor dalam tersebut adalah tingkat kemasakan benih, ukuran benih, dormansi, dan penghambat perkecambahan.Dalam perkecambahan dikenal istilah daya tumbuh benih yaitu kekuatan tumbuh benih dalam jangka waktu tertentu.
Berdasarkan tipenya, perkecambahan ada dua, yaitu perkecambahan epigeal dan hipogeal.Perkecambahan epigeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon (organ penyimpan cadangan makanan) terangkat ke atas permukaan tanah.Perkecambahan tipe ini terjadi pada tanaman berkeping dua (dikotil).Sedangkan perkecambahan hipogeal adalah perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon tetap berada di bawah permukaan tanah.Adapun pola perkecambahan meliputi serangkaian peristiwa selama proses perkecambahan berlangsung, yaitu (Pramono, 2009):
1. Imbibisi
2. Aktivasi Enzim
3. Perombakan simpanan cadangan
4. Inisiasi pertumbuhan embrio
5. Pemunculan radikel
6. Pemantapan kecambah
Dalam proses metabolisme perkecambah biji, terdiri dari proses katabolisme dan anabolisme. Proses metabolisme perkecambahan benih ditentukan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik adalah susunan kimiawi benih dan berpengaruh dalam sifat ketahanan hidup yang berhubungan dengan kadar air benih, kegiatan enzim dalam benih dan sifat kimia benih (Syamsul, 2003).
III. METODOLOGI
Praktikum Dasar-Dasar Agronomi acara IV mengenai Pengaruh Cekaman Air Terhadap Perkecambahan Biji di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta pada hari Senin tanggal 21 Maret2011. Metode pendekatan yang digunakan adalah menggunakan persamaan Van’t Hoff. Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan adalah benih padi (Oryza sativa), kertas filter, dan larutan polyethylene glycol (PEG) setara dengan potensial air 0; -0,6; -1,2; dan -1,8 Mpa. Sedangkan alat-alat yang digunakan adalah bak perkecambahan, petridish, kaca-kaca pengaduk, penggaris, beaker glass, sendok, pinset, kaca penutup, dan gelas ukur.
Dalam praktikum, pertama-tama biji padi yang sudah disiapkan direndam dalam air selama semalam (12 jam). Petridish disiapkan dan dilapisi dengan kertas saring. Benih padi direndam ke dalam larutan PEG sesuai dengan perlakuan dan kertas saring juga dibasahi dengan larutan PEG sesuai perlakuan. 25 biji dimasukkan ke dalam tiap-tiap petridish. Setelah selesai, petridish ditutup dengan penutupnya. Jumlah biji yang berkecambah diamati dan dihitung setiap hari selama 1 minggu dimulai sehari setelah percobaan. Biji yang telah berkecambah dan berjamur dibuang untuk mempermudah pengamatan. Dihitung nilai gaya berkecambah dan indeks vigor dari masing-masing perlakuan PEG. Dibuat histogram gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan untuk semua konsentrasi dalam masing-masing alokasi waktu perendaman.
Rumus Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Tabel 1. Data Hasil Perkecambahan
Perlakuan PEG (Mpa) Jumlah biji yang berkecambah sampai hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0.0 6.4 8.8 11.6 14.8 18.6 20.8
-0.6 0.0 6.8 12.8 14.0 16.6 17.8 19.4
-1.2 0.0 5.4 10.8 12.8 14.8 16.0 17.8
-1.8 0.0 0.0 0.2 5.0 10.6 13.0 15.6
Perlakuan PEG (Mpa) Jumlah biji yang berkecambah pada hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0 6.4 2.4 2.8 3.2 3.8 1.8
-0.6 0 6.8 6 1.2 2.6 1.2 1.6
-1.2 0 5.4 5.4 2 2 1.2 1.8
-1.8 0 0 0.2 4.8 5.6 2.4 2.6
Tabel 2. Data pengamatan gayaberkecambah
Perlakuan PEG (Mpa) GB hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0% 26% 35% 46% 59% 74% 83%
-0.6 0% 27% 51% 56% 66% 71% 78%
-1.2 0% 22% 43% 51% 59% 64% 71%
-1.8 0% 0% 1% 20% 42% 52% 62%
Tabel 3. Data Pengamatan index vigor
Perlakuan PEG (Mpa) IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7
0 0.0 3.2 0.8 0.7 0.6 0.6 0.3
-0.6 0.0 3.4 2.0 0.3 0.5 0.2 0.2
-1.2 0.0 2.7 1.8 0.5 0.4 0.2 0.3
-1.8 0.0 0.0 0.1 1.2 1.1 0.4 0.4
B. PEMBAHASAN
Proses pertumbuhan tanaman diawali dengan perkecambahan biji. Perkecambahan adalah permulaan tumbuhnya embrio yang tadinya dalam keadaan istirahat.Biji padi (Oryza sativa) merupakan tanaman berkeping satu (monokotil), jadi kotiledonnya tetap berada di tempat sementara plumula dan radikulanya terbentuk.
Ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan benih, antara lain : tingkat kematangan benih, ukuran benih, berat benih, kondisi persediaan makanan dalam benih, ketidaksempurnaan embrio, daya tembus air dan oksigen terhadap kulit biji.Di samping faktor internal, faktor eksternal seperti suhu, air, dan oksigen, dan cahaya juga mempengaruhi perkecanbahan biji. Perkecambahan tidak dapat terjadi jika benih tidak dapat menyerap air dari lingkungan.
Kaitannya dengan perkecambahan biji, air berfungsi sebagai pelarut, penggiat enzim-enzim, pelunakan kulit biji, dan ikut serta dalam reaksi-reaksi yang terjadi di dalam biji. Mula-mula air masuk ke dalam biji karena penyerapan kulit biji (secara imbibisi).Air yang masuk ke dalam biji mengaktifkan enzim-enzim dan ikut serta dalam membantu pernafasan sehingga dihasilkan tenaga. Tenaga ini diperlukan untuk pembelahan sel-sel embrio. Banyak sedikitnya air yang diserap oleh biji tergantung dari permeabilitas kulit biji, suhu, susunan kimia dalam dan jenis biji.
Air diperlukan dalam proses imbibisi pada tahap awal proses perkecambahan biji, hingga proses-proses fisiologis dalam biji hingga terjadinya perkecambahan. Biji yang akan berkecambah menyerap air dari lingkungan tumbuhnya. Pada kodisi kekeringan, air yang diperlukan tersebut tidak cukup terseedia.
Dalam laboratorium, larutan osmotik digunakan untuk meniru cekaman air. Molekul polietilen glikol (PEG) bersifat inert, non-ionik yang sering digunakan untuk menginduksi cekaman air (water stress) dan mempertahankan keseragaman potensial air selama percobaan dilakukan. Molekul PEG cukup kecil untuk mempengaruhi potensial osmotik, tetapi cukup besar sehingga tidak dapat diserap tanaman. Karena PEG tidak dapat masuk ke dalam apoplas, air diserap dari sel dan dinding sel. Oleh karena itu, larutan PEG menyerupai tanah kering.
Dari data (mentah) tersebut di atas dapat diketahui bahwa biji mulai tumbuh pada hari ke-2 untuk semua perlakuan kecuali perlakuan PEG dengan konsentrasi yang sama dengan potensial air sebesar – 1,8 Mpa. Terjadi sebuah fluktuasi jumlah biji yang berkecambah setelah hari ke-2. Penurunan jumlah terjadi setelah hari ke-2, khusus perlakuan larutan PEG 0 Mpa, – 0,6 Mpa, dan -1,2 Mpa. Pada biji yang mendapatkan perlakuan larutan PEG -1,8 Mpa terjadi perkecambahan pada hari ke-3. Hal ini memungkinkan biji telah beradaptasi dengan keadan lingkungan tempat berkecambah. Kemampuan adaptasi yang dimiliki biji juga ikut menentukan persentase kecepatan, gaya berkecambah dan indeks vigor suatu biji yang berakibat terhadap persentase keberhasilan perkecambahan biji. Kemungkinan lain adalah biji dapat berkecambah setelah terjadi akumulasi unsur essensial yang cukup untuk berkecambah.
Penggunaan larutan PEG dilakukan hanya untuk menciptakan sebuah keadaan tanah yang kering dan bukan menjadi zat penghambat pertumbuhan. Keberadaan PEG menyebabkan perubahan stress air dengan mengurangi potensial air sangat mempengaruhi pergerakan air seperti osmosis, tekanan mekanikal atau efek matrik seperti tekanan permukaan. Hal ini disebabkan oleh salah satu system pergerakan air yaitu bergerak dari area yang berpotensial air tinggi ke area yang berpotensial air rendah.Semakin kecil PEG dengan satuan Mpa, semakin besar cekaman air terhadap biji.
Dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan padi(Oryza sativa) yang paling baik berbeda-beda pada setiap perlakuan. Pada kontrol adalah hari kedua, pada perlakuan PEG -0.6 Mpa adalah hari kedua, pada perlakuan -1.2 Mpa adalah hari kedua, dan pada perlakuan -1.8 Mpa adalah pada hari keempat. Secara keseluruhan, pertumbuhan padi (Oryza sativa) naik namun mulai menurun pada pengamatan terakhir. Hal ini dikarenakan bahwa pada perkecambahan, dibutuhkan air.Dan pada percobaan ini, air lama kelamaan habis karena telah digunakan pada hari-hari awal percobaan. Selain itu, pertumbuhannya pun kurang stabil. Hal ini dikarenakan tingkat kematangan biji berbeda-beda. Selain itu, dimungkinkan karena adanya beberapa benih yang berjamur, sehingga mempengaruhi indeks vigor. Penambahan larutan PEG juga akan menyebabkan menurunnya kandungan air dalam benih sehingga kemampuan berkecambahnya menurun. Namun pada perlakuan ini, konsentrasi PEG yang ditambahkan sangat kecil sehingga dapat membantu perkecambahan.Biji padi (Oryza sativa) yang dikecambahkan mempunyai gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah kurang dari 80% sehingga biji tersebut dinyatakan berkualitas kurang baik, meskipun pada perlakuan kontrol pada pengamatan terakhir mencapai 83%.
Dapat disimpulkan bahwa gaya berkecambah secara keseluruhan cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan setiap hari, pasti ada benih yang berkecambah. Sehingga jumlah biji yang berkecambah pasti meningkat dari hari ke hari. Pada hari pertama pengamatan, gaya berkecambah adalah 0 atau belum ada yang berkecambah. Pada semua perlakuan, pertumbuhan cenderung stabil. Secara keseluruhan, urutan gaya berkecambah dari yang terbesar adalah perlakuan kontrol, – 0,6 MPa, -1,2 Mpa dan -1.8 MPa. Ini mengindikasikan bahwa padi (Oryza sativa) tahan terhadap kondisi cekaman air karena gaya berkecambah pada akhir pengamatan lebih dari 80%.
V. KESIMPULAN
1. Gaya berkecambah biji ditunjukkan dengan banyaknya jumlah biji yang berkecambah
2. Kecepatan berkecambah biji dapat dihitung dari banyaknya biji yang berkecambah dalam jangka waktu pengamatan tertentu
3. Faktor luar yang mempengaruhi perkecambahan antara lain, kelembaban, oksigen,temperatur, dan cahaya.
4. Larutan PEG pada konsentrasi tinggi akan mengganggu perkecambahan namun pada konsentrasi rendah akan mendukung perkecambahan biji.
5. Indeks vigor tertinggi tiap perlakuan yang menentukan kondisi terbaik perkecambahan yaitu : pada kontrol adalah hari kedua, pada perlakuan PEG -0.6 Mpa adalah hari kedua, pada perlakuan -1.2 Mpa adalah hari kedua, dan pada perlakuan -1.8 Mpa adalah pada hari keempat.
6. Gaya berkecambah cenderung konstan dan yang paling tinggi yaitu pada perlakuan kontrol, – 0,6 MPa, -1,2 Mpa dan -1.8 MPa.
DAFTAR PUSTAKA
AKK. 1995. Budidaya Tanaman Padi. Kanisius, Yogyakarta.
Bewley, J. D. and M. Black. 1982. Physiology and Biochemistry of Seeds in Relation to Germination. Springer-Verlag, New York.
Gardner, F.P, R.B. Pearce dan R.L.Mitchell.1991. Fisologi Tanaman Budidaya. Indonesia University Press.Jakarta.
Kamil, j. 1992. Teknologi Benih. Angkasa Raya, Padang.
Manaree, 2009. Perkecambahan Biji. <www.manaree.blogspot.com>. Diakses tanggal 24 Maret 2011.
Pramono, Eko. 2009. Perkecambahan Benih. <http:/blog.unila.ac.id/ekop/files/2009/perkecambahan-benih-oht.pdf>. diakses pada tanggal 24 Maret 2011.
Rahardjo, M. dan I. Darwati. 2000. Pengaruh cekaman air terhadap produksi dan mutu simplisa tempuyung (Sonchus arvensis l.). Jurnal LITTRI 6 : 74.
Syamsul, R. 2003. Genetika Tanaman Holtikultura. Pionir Jaya, Bandung.
ACARA V
PEMECAHAN DORMANSI DAN ZAT PENGHAMBAT PERKECAMBAHAN BIJI
I. TUJUAN
1. Mengetahui penyebab terjadinya dormansi biji.
2. Mengetahui pengaruh perlakuan mekanis dan khemis terhadap perkecambahan biji kulit keras.
3. Mengetahui pengaruh cairan buah terhadap perkecambahan biji.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dormansi biji dapat disebabkan oleh adanya zat penghambat atau belum matangnya embrio. Tebalnya kulit biji dapat menghambat daya tembus air dan udara ke dalam biji. Dormansi dapat pula dikatakan sebagai mekanisme alami untuk adaptasi terhadap lingkungannya supaya biji tidak berkecambah secara bersama-sama karena akan menimbulkan kompetisi dalam pertumbuhannya (Hanson,2000).
Zat pengatur tumbuh adalah senyawa-senyawa organik yang bukan hara, dalam konsentrasi rendah dapat mempercepat, menghambat atau mengubah suatu proses fisiologi tumbuhan. Meskipun penggunaan zat pengatur tumbuhan sintesis telah digunakan dalam pertanian secara luas namun pencarian zat pengatur tumbuhan baru yang lebih efektif masih dilakukan, dan perhatian ditujukan dari bahan alam untuk memperoleh model zat pengatur tumbuh alami yang dapat digunakan untuk membuka berbagai wawasan mengenai studi ke arah transformasi dan sintesis yang efektif, serta informasi ketersediaan dalam bagian tanaman yang melimpah (Hidayat et al., 2003).
Perkecambahan biji adalah kulminasi dari serangkaian kompleks proses-proses metabolik, yang masing-masing harus berlangsung tanpa gangguan. Tiap substansi yang menghambat salah satu proses akan berakibat pada terhambatnya seluruh rangkaian proses perkecambahan. Beberapa zat penghambat dalam biji yang telah berhasil diisolir adalah coumarin dan lacton tidak jenuh; namun lokasi penghambatannya sukar ditentukan karena daerah kerjanya berbeda dengan tempat di mana zat tersebut diisolir. Zat penghambat dapat berada dalam embrio, endosperm, kulit (Yeni, 2007).
Pemberian asam absisat sampai 100 ppm dapat mencegah berkecambahnya benih dalam penyimpanan. Hal ini disebabkan karena asam absisat dapat menghambat sintesis protein dan asam nukleat, di samping itu asam absisat juga dapat menghambat pembentukan α-amilase. Terhambatnya sintesis protein dan α-amilase akan berakibat terhambatnya reaksi-reaksi enzimatis dalam benih, terutama reaksi perombakan karbohidrat menjadi gula reduksi. Gula reduksi tersebut selanjutnya akan dipindahkan dari jaringan penyimpanan cadangan makanan ke titik-titik tumbuh. Jika proses ini terhambat, perkecambahan benih akan terhambat (Purwaningsih, 2001).
Perkecambahan benih yang mengandung kulit biji yang tidak permeable dapat dirangsang dengan skarifikasi-pengubahan kulit biji untuk membuat menjadi permeabel terhadap gas-gas dan air. Ini tercapai dengan bermacam-macam teknik, cara mekanik termasuk pengamplasan merupakan tindakan yang paling umum. Tindakan air panas 77-100ºC efektif untuk benih ”honey locust”. Beberapa benih dapat diskarifikasi dengan tindakan H2SO4 (Harjadi, 2002).
Dormansi dapat disebut sebagai kondisi biji saat biji gagal untuk berkecambah walaupun tersedia cukup banyak kelembaban luar, biji dipajangkan ke kondisi atmosfer yang lazim ditemukan pada tanah beraerasi baik pada permukaan tanah dan suhu berada berada dalam rentang yang biasanya berkaitan dengan aktifitas fisiologis. Konsep dormansi mencerminkan konsep induksi hamper pada kejadian perkecambahan tidak berlangsung selam ada perlakuan yang mengakhiri dormansi, tapi justru sebaliknya. Contoh yang paling mudah mengenal dormansi adalah adanya kulit biji yang keras yang menghalangi penyerapan oksigen atau air. Beberapa spesies, air dan oksigen tidak dapat menembus biji tertentu karena jalan masuk dihalangi oleh sumpal seperti gabus. Pemecahan penghalang kulit biji dinamakan skarifikasi atau penggoresan untuk yang menggunakan pisau, kikir atau kertas amplas. Senyawa kimia penghambat sering juga terdapat di dalam biji dan penghambat ini harus dikeluarkan lebih dahulu sebelum perkecambahan dapat berlangsung. Di alam bila terdapat cukup curah hujan yang dapat mencuci penghambat dan biji, tanah akan cukup basah bagi kecambah baru untuk bertahan hidup. Misalnya saja buah tomat (Sallisburry and Ross,1995).
Biji yang telah berhasil melalui dormansi, selanjutnya akan mengalami proses after ripening. After ripening dapat didefinisikan sebagai banyaknya perubahan yang terjadi dalam biji selama penyimpanan hasil perkecambahan dikembangkan. After ripening merupakan proses yang harus terjadi dalam embrio dan hal ini sangat memerlukan waktu. Proses ini sering terjadi pada musim kering. Tetapi pada kasus lain, penyimpanan pada biji di musim kering tidak menyebabkan after ripening. Biji harus tersedia dalam keadaan imbibisi, umumnya pada suhu rendah supaya terjadi proses after ripening (Mayer and Mayber, 1975).
III. METODOLOGI
Praktikum acara pemecahan dormansi dan zat penghambat perkecambahan biji dilaksanakan pada hari kamis, 21 Maret 2011 di Laboratorium Manajemen dan Produksi Tanaman, Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Bahan-bahan yang dibutuhkan yaitu biji saga (Abrus precatorius), biji padi (Oryza sativa), coumarin 0%, 25%,50%, dan 100%, H2SO4 pekat, kertas filter dan aquadest. Alat-alat yang digunakan adalah beaker glass, corong penyaring, pengaduk kaca, petridish, amplas, dan pinset.
Cara kerja pada perlakuan khemis pada biji berkulit keras adalah 100 biji saga diambil, kemudian direndam dalam H2SO4 selama 1 menit, 3 menit, 6 menit, dan dalam air sebagai kontrol masing-masing 10 biji. Biji yang telah direndam H2SO4 dicuci dengan air sampai bersih, lalu dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi kertas filter basah. Setiap hari selama 10 hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, yang berjamur juga dibuang, jika perlu media perkecambahan diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung kemudian dibuat grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan. Cara kerja pada perlakuan mekanis pada biji berkulit keras adalah 10 biji saga diambil, bagian tepinya diamplas. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada petridish yang telah dialasi sehelai kertas filter basah. Biji-biji yang tidak diperlakukan juga dikecambahkan dalam jumlah yang sama sebagai kontrol. Setiap hari selama 10 hari diamati, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, yang berjamur dibuang, jika perlu media perkecambahan diganti. Gaya berkecambah dan indeks vigor dihitung kemudian dibuat grafik pada berbagai hari pengamatan. Cara kerja pada percobaan pengaruh cairan daging buah adalah 100 biji padi disiapkan. Biji-biji tersebut dikecambahkan pada 4 petridish, masing-masing 25 biji dengan alas kertas saring masing-masing dibasahi dengan coumarin 0%, 25%, 50%, dan 100%. Setiap hari selama 10 hari diamati perkecambahannya, yang berkecambah dihitung lalu dibuang, bila media berjamur diganti dengan yang baru sesuai dengan perlakuan. Perlakuan kontrol (coumarin 0%) diamati, bila biji sudah berkecambah lebih dari 50% maka seluruh biji dari perlakuan lain dicuci dan diganti medianya dengan air biasa. Kemudian pengamatan dilanjutkan hingga hari kesepuluh. Gaya berkecambah dan indeks vigor dibuat kemudian dibuat pula grafik gaya berkecambah dan indeks vigor pada berbagai hari pengamatan.
Rumus Gaya Berkecambah dan Indeks Vigor
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Gaya Berkecambah Pada Biji Saga
Perlakuan GB hari ke-n (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saga khemis H2SO4 1 menit 0% 2% 2% 4% 4% 6% 6% 6% 6% 8%
Saga khemis H2SO4 3 menit 0% 2% 2% 6% 8% 8% 8% 8% 12% 18%
Saga khemis H2SO4 6 menit 0% 0% 0% 0% 2% 2% 8% 14% 14% 14%
Saga mekanis 0% 6% 8% 10% 16% 22% 28% 28% 28% 28%
Saga Kontrol 0% 2% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4% 4%
Tabel 2. Indeks Vigor Biji Saga
Perlakuan IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Saga khemis H2SO4 1 menit 0,00 0,10 0,00 0,05 0,00 0,03 0,00 0,00 0,00 0,02
Saga khemis H2SO4 3 menit 0,00 0,10 0,00 0,10 0,04 0,00 0,00 0,00 0,04 0,06
Saga khemis H2SO4 6 menit 0,00 0,00 0,00 0,00 0,04 0,00 0,09 0,08 0,00 0,00
Saga mekanis 0,00 0,30 0,07 0,05 0,12 0,10 0,09 0,00 0,00 0,00
Saga Kontrol 0,00 0,10 0,07 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Tabel 3. Gaya Berkecambah Pada Tanaman Padi
Perlakuan GB hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Padi coumarin 0% 0% 23% 54% 64% 68% 72% 77% 81% 81% 82%
Padi coumarin 25% 0% 22% 52% 64% 66% 70% 73% 73% 74% 74%
Padi coumarin 50% 0% 14% 48% 58% 60% 61% 64% 65% 66% 68%
Padi coumarin 100% 0% 1% 8% 28% 48% 52% 65% 65% 66% 67%
Tabel 4. Index Vigor Tanaman Padi
Perlakuan IV hari ke-n
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Padi coumarin 0% 0,00 2,92 2,52 0,65 0,20 0,17 0,17 0,13 0,00 0,02
Padi coumarin 25% 0,00 2,70 2,53 0,75 0,08 0,20 0,09 0,00 0,04 0,00
Padi coumarin 50% 0,00 1,70 2,87 0,65 0,08 0,03 0,11 0,02 0,02 0,06
Padi coumarin 100% 0,00 0,10 0,60 1,25 1,00 0,17 0,46 0,00 0,04 0,02
B. PEMBAHASAN
Pada proses perkecambahan, tidak semua biji yang dikecambahkan dapat berkecambah. Beberapa biji yang tidak berkecambah ini disebut biji dorman. Jika perkecambahan mulai, struktur yang pertama kali muncul adalah radikula. Gejala ini menujukkan bahwa yang pertama kali dibutuhkan bagi kecambah adalah air dan juga perlu untuk melekat pada tanah. Dormansi adalah masa istirahat biji, yaitu masa-masa biji tidak akan berkecambah meskipun dalam keadaan yang menguntungkan untuk perkecambahan ( biji belum masak sempurna ). Masa istirahat ini tidak dialami oleh semua varietas, namun kebanyakan mengalami masa tersebut.
Secara umum, terjadinya dormansi ialah disebabkan oleh faktor luar (eksternal) dan faktor dalam (internal). Faktor-faktor yang menyebabkan dormansi biji adalah tidak sempurnanya embrio (rudimentary embryo), embrio yang belum matang secara fisiologis (physiological immature embryo), kulit biji yang tebal (tahan terhadap gerakan mekanis), kulit biji impermeable (impermeable seed coat), dan adanya zat penghambat (inhibitor) untuk perkecambahan. Ada beberapa keuntungan dan kekurangan dormansi yaitu sebagai berikut
Keuntungan dormansi
1. Biji-biji yang telah tua dapat berkecambah apabila terkena air ( keadaan lembab ), terutama penting sekali selama panen di musim hujan, sehingga adanya dormansi me nunda perkecambahan.
2. Mencegah proses perkecambahan biji dalam penyimpanan di tempat yang lembab selama beberapa hari setelah panen.
Kelemahan dormansi
1. Penyebab dormansi tidak diketahui dengan jelas, kemungkinan biji belum masak sempurna atau ada substansi penghambat.
2. Kurang menguntungkan bila ingin segera ditanam, sebab biji yang dipanen dalam keadaan segar, sehingga tidak dapat segera ditanam.
Kondisi lingkungan biji sangat mempengaruhi mudah tidaknya suatu biji berkecambah. Bahkan dalam satu tanaman untuk proses pertumbuhan (perkecambahan, pertumbuhan panjang akar, pertumbuhan panjang akar dan lain-lain) memiliki kondisi yang berbeda. Lama masa dormansi biji padi berlangsung antara 0-80 hari.
Biji saga mempunyai kulit biji yang keras. Pada biji saga, dilakukan perendaman dan pengamplasan pada permukaan kulit biji agar dapat diketahui dan dibandingkan perbedaan perlakuan tersebut terhadap kontrol. Fungsi H2SO4 adalah untuk melunakkan kulit biji saga tersebut karena H2SO4 merupakan larutan kimia yang bersifat korosif dan merupakan asam kuat. Sedangkan pada proses pengamplasan yang juga bertujuan untuk mengurangi ketebalan kulit biji saga, tidak seluruh permukaan biji tersebut dilakukan pengamplasan. Pada praktiknya, hanya bagian tepi biji tersebut yang diamplas karena pada daerah tersebut merupakan titik awal perkecambahan.
Kualitas perkecambahan suatu biji dapat dilihat dari nilai Gaya Berkecambah (GB), dan Indeks Vigor (IV) tanaman. Kualitas benih ditentukan oleh nilai GB dan keserentakan tumbuh dapat ditentukan oleh IV.
Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa GB padi tertinggi terdapat pada perlakuan dengan konsentrasi coumarin 0% dan yang terendah adalah perlakuan dengan coumarin 100%.
Menurut teori, coumarin dengan konsentrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, sedangkan konsentrasi yang rendah dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut. Dari percobaan, pertumbuhan terendah pada konsentrasi coumarin 100%. Hal ini sesuai dengan teori yang ada.
indeks vigor, kecepatan tumbuh padi terbaik terlihat pada konsentrasi 0%. Coumarin menyebabkan terjadinya penghambatan kecepatan pertumbuhan grafik padi. Secara padi dapat tumbuh serentak pada hari keenam hal ini terlihat dari grafik bahwa rata-rata nilai tertinggi gaya berkecambah pada berbagai perlakuan kosentrasi coumarin menunjukan angka paling tinggi pada pengamatan hari keenam.
dapat dilihat bahwa GB biji saga tertinggi terdapat pada perlakuan perendaman H2SO4 6 menit, sedangkan pada perlakuan yang laih, biji saga tidak tumbuh.Berdasarkan histogram di atas dapat dilihat bahwa seluruh biji saga dengan perlakuan mekanis tumbuh tinggi. menurut teori, dengan adanya perlakuan mekanis, yaitu dengan cara pengamplasan pada permukaan kulit biji saga, dapat membantu perkecambahan biji tersebut sehingga gaya berkecambah dan indeks vigornya lebih tinggi daripada kontrol yang sama sekali tidak berkecambah. Dengan adanya pengamplasan, kulit biji saga yang keras dan bersifat impermeabel dapat terkikis, sehingga dapat memudahkan biji saga dalam menyerap air dan unsur hara yang diperlukan untuk perkecambahan. Permukaan yang diamplas merupakan sisi samping pada biji yang paling tebal dan nantinya tunas atau radikula akan tumbuh dari bagian itu.
Dapat disimpulkan bahwa semakin lama perendaman biji saga dalam H2SO4, biji saga dapat tumbuh secara serentak dengan ditunjukkan oleh indeks vigornya yang mampu berkecambah lebih cepat. Larutan H2SO4 berfungsi untukmembantu melunakkan biji saga yang mempunyai kulit biji yang keras dan tebal, karena kulit biji yang keras dan tebal menyebabkan kulit bersifat impermeabel terhadap air dan zat lain yang diperlukan untuk perkecambahan, sehingga dapat menghambat proses perkecambahan.
V. KESIMPULAN
1. Dormansi biji dapat disebabkan oleh zat penghambat (Coumarin), kulit biji yang keras (Biji Saga), embrio yang dorman atau rudimentair, dan kulit biji yang impermeabel.
2. Pengaruh perlakuan mekanis dan khemis pada perkecambahan biji berkulit keras yaitu untuk membantu mempercepat perkecambahan biji berkulit keras yang dapat dilihat pada peningkatan gaya berkecambah dan kecepatan berkecambah.
3. Pengaruh cairan buah (coumarin) yaitu pada kadar tertentu dapat memacu proses perkecambahan.
DAFTAR PUSTAKA
Hanson, J. 2000. Peranan biji dalam pelestarian tumbuhan. Buletin Kebun Raya LBN-LIPI XXII:1-4.
Harjadi, S. S. 2002. Pengantar Agronomi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Hidayat, A. T., U. Supratman, Supriyatna, dan P. Tagiran. 2003. Zat penghambat pertumbuhan, metil feoforbida B dari biji petir ( Parkia intermediaHassk ). Jurnal BionaturaV : 112 – 121.
Mayer, A. M., and A. Poljakoff-Mayber. 1975. The Germation of Seeds. Pergamon Press Ltd. Oxford.
Langganan:
Postingan (Atom)