Rabu, 07 Desember 2016

BERAT SERIBU BENIH

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang

Biji merupakan alat untuk mempertahankan kelanjutan hidup jenis (spesies) suatu tumbuhan yaitu dengan cara mempertahankan atau memperpanjang kehidupan embryonic axis.  Kehidupan embryonic axis dalam biji ini kemudian berubah menjadi kehidupan bentuk baru sampai bertahun-tahun sesudah tanaman induknya mati.  Biji merupakan suatu unit organisasi yang teratur rapi, mempunyai persediaan bahan makanan yang cukup untuk melindungi serta memperpanjang kehidupannya.
Sifat agronomik suatu tanaman merupakan penampakan sifat sebagai parameter untuk mengetahui dan mengidentifikasi sifat tanaman yang memberikan manfaat untuk membedakan dengan tanaman yang lain. Karakter agronomik merupakan manifestasi dari interaksi genotip dengan kondisi lingkungan. Karakter agronomik tanaman dapat digunakan untuk analisis pertumbuhan tanaman padi, seperti tinggi tanaman, jumlah anakan produktif, jumlah gabah per malai, umur berbunga, umur panen, dan bobot 1000 biji, akan dapat mengidentifikasi faktor pertumbuhan utama yang mengendalikan hasil tanaman.
Bobot 1000 biji merupakan karakter penting dalam pengadaan suatu varietas unggul baru karena menentukan jumlah produksi. Tinggi bobot 1000 biji dipengaruhi lingkungan pada saat fase pematangan biji. Produksi adalah jumlah berat hasil yang dikumpulkan dari tempat pemeliharaan yang diusahakan dengan skala kecil maupun skala besar. Produksi padi yang tinggi merupakan salah satu sifat yang diinginkan oleh petani. Produksi padi dapat diketahui melalui karakter bobot 1000 biji, persentase gabah isi, jumlah gabah per malai, dan bobot gabah per petak efektif kg/m2.


B.     Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk menetukan bobot 1000 biji dari suatu tanaman.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA



Bobot 1.000 biji merupakan berat nisbah dari 1.000 butir benih yang dihasilkan oleh suatu jenis tanaman atau varietas. Salah satu aplikasi penggunaan bobot 1.000 biji adalah untuk menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar. Penentuan benih dapat dilakukan dengan menetukan bobot 1000 biji. Dengan mengetahui biji yang besar atau berat berarti menandakan biji tersebut pada saat dipanen sudah dalam keadaan yang benar-benar masak, karena biji yang baik untuk ditanam atau dijadikan benih adalah biji yang benar-benar masak. Penggunaan bobot 1000 biji adalah untuk mencari bobot rata-rata yang dapat menyebabkan ukuran benih yang konstan dalam beberapa spesies karena penggunaan contohnya terlalu banyak, hal ini dapat menutupi variasi dalam tiap individu tumbuhan (Imran, 2002).
Penentuan berat untuk 1000 butir benih dilakukan karena karakter ini merupakan salah satu ciri dari suatu jenis benih yang juga tercantum dalam deskripsi varietas. Benih dapat dihitung secara manual dengan menggunakan sebuah spatula dan diletakkan pada sebuah tempat dengan warna permukaan kontras terhadap berwarna benih, kemudian jumlah benih tersebut ditimbang. Pekerjaan menghitung jumlah benih akan lebih mudah dengan alat penghitung automatik. Bila alat tersebut digunakan secara benar maka tingkat ketepannya adalah sekitar + 5 % (Sutopo, 2002).
Penentuan benih dapat dilakukan dengan menetukan bobot 1000 biji. Dengan mengetahui biji yang besar atau berat berarti menandakan biji tersebut pada saat dipanen sudah dalam keadaan yang benar-benar masak, karena biji yang baik untuk ditanam atau dijadikan benih adalah biji yang benar-benar masak. Penggunaan bobot 1000 biji adalah untuk mencari bobot rata-rata yang dapat menyebabkan ukuran benih yang konstan dalam beberapa spesies karena penggunaan contohnya terlalu banyak, hal ini dapat menutupi variasi dalam tiap individu tumbuhan. Pada banyak spesies bobot benih merupakan salah satu ciri fenotip yang paling kurang fleksibel. Bobot 1000 biji padi dibedakan menjadi 3 kategori oleh Badan Pengendali Bimas yaitu bobot 1000 biji berukuran kecil apabila kurang dari 20 gr, ukuran sedang antara 20-25 gr, dan untuk ukuran besar lebih dari 25 gr (copeland, 1976).



BAB III
METODE PRAKTIKUM

A.    Bahan

            Pada praktikum menentukan bobot 1000 biji ini bahan yang digunakan adalah butir padi gogo dan kedelai slamet.


B.     Alat

            Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah hand counter, timbangan analitik, dan alat tulis.


C.    Prosedur Kerja

1.                  Metode 1
a.       Benih sebanyak 1000 biji diambil dan ditimbang
b.      Angka hasil penimbangan dicatat
c.       Penimbangan biji dikerjakan 5 kali ulangan
2.                  Metode 2
a.       Benih sebanyak 200 biji diambil dan ditimbang
b.      Angka hasil penimbangan dicatat
c.       Bobot 200 biji dihitung dengan menggunakan rumus :
Bobot 200 biji =
d.      Penimbangan biji dilakukan 5 kali ulangan
3.                  Metode 3
a.       Benih sebanyak kurang lebih 1000 biji diambil dan ditimbang
b.      Angka hasil penimbangan dicatat
c.       Bobot 1000 biji dihitung dengan menggunakan rumus :
Bobot 1000 biji =
d.      Penimbangan biji dilakukan 5 kali ulangan


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Pengamatan

Metode 1
No.    Bobot 1000 biji (X)    Bobot 1000 biji (Y)    V= (M-Y)    V2
1.    25,0 gram       gram    0,2    0,04
2.    25,2 gram     gram    0    0
3.    25,4 gram    gram    -0,2    0,04
4.    25,0 gram     gram    0,2    0,04
5.    25,4 gram     gram    -0,2    0,04
∑    126 gram        0,16

Perhitungan :
Berat rata-rata = M =  = 25,2 gram
Salah menengah =  =  =  = 0,008 gram
Kesimpulan : jadi bobot biji yang sebenarnya adalah 25,2 ± 0,008 gram

Metode  2
No.    Bobot 200 biji (X)    Bobot 1000 biji (Y)    V= (M-Y)    V2
1.    16,7 gram        +0,4    0,16
2.    16,9 gram        -0,6    0,36
3.    17,0 gram        -1,1    1,21
4.    16,7 gram        +0,4    0,16
5.    16,6 gram        +0,9    0,81
∑    419,5 gram        2,7

Perhitungan :
Berat rata-rata = M =  = 83,9 gram
Salah menengah =  =  = 0,14 gram
Kesimpulan : jadi bobot biji yang sebenarnya adalah 83,9 ± 0,14 gram

Metode 3
No.    Jumlah Benih    Bobot 1000 biji (X)    Bobot 1000 biji (Y)    V= (M-Y)    V2
1.    557    14,1        0,14    0,0196
2.    513    13,0        0,11    0,0121
3.    472    12,1        -0,18    0,0324
4.    461    11,9        -0,36    0,1296
5.    449    11,3        0,29    0,0841
∑    127,25        0,2778

Perhitungan :
Berat rata-rata = M =  = 25,45 gram
Salah menengah =  =  = 0,01 gram
Kesimpulan : jadi bobot biji yang sebenarnya adalah 25,45 ± 0,01 gram



B.     Pembahasan

Bobot 1.000 biji merupakan berat nisbah dari 1.000 butir benih yang dihasilkan oleh suatu jenis tanaman atau varietas. Salah satu aplikasi penggunaan bobot 1.000 biji adalah untuk menentukan kebutuhan benih dalam satu hektar. Penentuan benih dapat dilakukan dengan menetukan bobot 1000 biji. Dengan mengetahui biji yang besar atau berat berarti menandakan biji tersebut pada saat dipanen sudah dalam keadaan yang benar-benar masak, karena biji yang baik untuk ditanam atau dijadikan benih adalah biji yang benar-benar masak. Penggunaan bobot 1000 biji adalah untuk mencari bobot rata-rata yang dapat menyebabkan ukuran benih yang konstan dalam beberapa spesies karena penggunaan contohnya terlalu banyak, hal ini dapat menutupi variasi dalam tiap individu tumbuhan (Imran,2002).
Penggunaan bobot 1000 biji adalah untuk mencari bobot rata-rata yang dapat menyebabkan ukuran benih yang konstan dalam beberapa spesies karena penggunaan contohnya terlalu banyak, hal ini dapat menutupi variasi dalam tiap individu tumbuhan. Pada banyak spesies bobot benih merupakan salah satu ciri fenotip yang paling kurang fleksibel. Penentuan bobot 1000 benih berperan sangat penting dalam menentukan berapa jumlah benih yang harus di tabur dalam satu hektar lahan. Prinsip pelaksanaan penentuan berat 1000 biji adalah 1000 butir benih hasil uji kemurnian benih ditimbang dengan tingkat kepekaan penimbangan pada uji kemurnian benih.
Penentuan bobot 1000 biji suatu tanaman untuk mengetahui produktivitas suatu tanaman pada suatu luas tertentu yang diharapkan dapat menentukan hasil dari suatu varietas yang dapat beradaptasi dengan lingkungan. Untuk penentuan berat 1000 butir benih, prinsip pelaksanaannya adalah 1000 butir benih hasil uji kemurnian benih ditimbang dengan tingkat kepekaan penimbangan pada uji kemurnian benih, dapat juga dilakukan dengan penimbangan per 100 butir (Kuswanto, 1997).
Tiap varietas tanaman menpunyai ukuran berat 1000 biji yang khusus, dengan demikian perhitungan berat 1000 biji ini hanya berlaku untuk biji-biji satu tanaman. Meskipun demikian variabilitas biji yang ada disebabkan oleh beberapa faktor luar antara lain sebagai berikut (Makarim,2009):
a. Keadaan cuaca
b. Intensitas sinar matahari
c. Masa kering yang terlalu panjang
d. Pemupukan
e. Letak biji pada tanaman
Bobot 1000 biji padi dibedakan menjadi 3 kategori oleh Badan Pengendali Bimas yaitu:
•    bobot 1000 biji berukuran kecil apabila kurang dari 20 gr
•    ukuran sedang antara 20-25 gr
•    untuk ukuran besar lebih dari 25 gr.
Untuk  mengetahui berat setiap kelompok benih per  1000 butir benih, penghitungan  dapat dilakukan melalui 2 cara (ISTA) yaitu :
1.        Menghitung  seluruh benih
Seluruh  benih murni dari analisis kemurnan dihitung  (= x butir)
Benih tersebut ditimbang (= Y g)
2.        Berat 1000 butir = Z = 1000 x Y/x
Menghitung  1000 butir benih berdasarkan ulangan-ulangan,  menjadi 8 ulangan kemudian dicari koefisien  keragamannya. Bila CV > 4 maka pengujian harus diulang.
Pada praktikum ini digunakan benih padi gogo dan kedelai varietas slamet. Pengamatan bobot 1000 biji dilakukan sebanyak 5 kali ulangan dengan 3 metode. Hasil dari metode I didapatkan bobot biji sebenarnya 25,2 gram, metode II bobot bijinya 83,9 gram, dan metode III bobot bijinya 25,45 gram. Kedelai varietas slamet merupakan kategori sedang karena bobot 1000 bijinya berkisar antara 20-25 gram.
Perbedaan bobot 1000 biji dengan metode tersebut mungkin karena ukuran biji yang berbeda, isi pada setiap butir padi juga berbeda. Bobot atau besarnya biji dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu umur biji, waktu pemanenan, lama biji di lapangan sesudah masak, dan juga lingkungan (Kamil, 1979).


BAB V
SIMPULAN


1.       Bobot 1000 biji merupakan berat nisbah 1000 butir benih yang dihasilkan oleh suatu jenis tanaman atau varietas.
2.       Faktor yang memengaruhi bobot 1000 biji yaitu umur biji, lama biji berada di lapangan setelah masak, waktu pemanenan, dan lingkungan.
3.      Dari hasil pengamatan diperoleh hasil metode I didapatkan bobot biji sebenarnya 25,2 gram, metode II bobot bijinya 83,9 gram, dan metode III bobot bijinya 25,45 gram.




DAFTAR PUSTAKA

Copeland, L. O. 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company. Minnesota. 369p]
Imran, S., Syamsuddin, dan Efendi. 2002. Analisis vigor benih padi (Oryza sativaL.) pada lahan alang-alang. Agrista 6(1):81-86.
Kamil, Jurnalis.1979.Teknologi Benih I. Angkasa Raya. Padang.
Kuswanto, H. 1997.  Analisis Benih. Penerbit Andi. Yogyakarta
Sutopo,Lita. 2002. Teknologi Benih. Universitas Brawijaya. Malang.

Makarim, A. Karim dan E. Suhartatik.2009. Morfologi dan Fisiologi Tanaman Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi ITKP 11 : 306-308

PENGENALAN PENYAKIT TANAMAN

PENGENALAN PENYAKIT TANAMAN
I.    Tujuan Praktikum

1. Mengetahui gejala penyakit tanaman
2. Mengetahui penyebab penyakit tanaman

II.    Tinjauan Pustaka
Penyakit tanaman adalah terjadinya perubahan fungsi sel dan jaringan inang sebagai akibat gangguan yang terus menerus oleh agensi patogen atau faktor lingkungan dan berkembangnya gejala dan ketidakmampuan tumbuhan untuk memberi hasil yang cukup kuantitas maupun kualitasnya. Konsep penyakit tumbuhan dikenal dengan konsep segitiga penyakit yang merupakan konsep timbulnya penyakit yang dipengaruhi oleh tanaman inang, patogen, dan faktor lingkungan. 1) Tanaman inang adalah tanaman yang berpengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit  tergantung dari jenis tanaman   inang, kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan, struktur dan kerapatan populasi, kesehatan tanaman dan ketahanan inang dan tanaman inang terbagi atas tujuh golongan yaitu tanaman inang rentan, tanaman inang resisten, tanaman inang toleran, tanaman inang sekunder, tanaman inang primer, tanaman inang alternative, dan tanaman inang perantara; 2)Pathogen adalah organisme hidup yang mayoritas bersifat  mikro dan mampu untuk dapat menimbulkan penyakit tumbuhan antara lain yaitu cendawan, virus, bakteri, nematode, spiroplasma dan riketsia; 3) Faktor lingkungan merupakan faktor yang dapat memberikan pengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit dapat berupa suhu udara, intensitas dan lama curah hujan, intensitas dan lama embun, suhu tanah, kandungan air tanah, kesuburan tanah, kandungan bahan organik, angin, api dan pencemaran air (Adinugroho, 2008).

Pengenalan jenis - jenis penyakit pada tanaman dapat dilakukan dengan cara percobaan di lapang pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Timbulnya penyakit dapat bervariasi tergantung dari fase pertumbuhan tanaman, musim, lokasi dan varietas. Kombinasi dari beberapa penyakit dapat terjadi misalnya kombinasi beberapa cendawan atau bahkan kombinasi dari cendawan, bakteri, dan virus (Wigenasanta, 2004).
Penyakit tumbuhan dapat disebabkan oleh faktor biotik dan abiotik. Penyebab penyakit yang bersifat biotik umunya parasitik pada tumbuahn, dapat ditularkan, dan disebut penyakit biogenik. Adapun penyakit yang bersifat abiotik tidak parasit, tidak menular, dan biasa disebut penyakit fisiogenik. Penyebab yang parasitik terdiri dari beberapa golongan seperti virus, viroid, fitoplasma bakteri, cendawan, riketsia, protozoa, nematode dan tumbuhan tingkat tinggi (Sinaga, 2003).

Penggolongan penyakit tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu penyakit abiotik dan penyakit biotik. Penyakit abiotik adalah penyakit yang disebabkan oleh penyakit noninfeksi/ penyakit yang tidak dapat ditularkan dari tumbuhan satu ke tumbuhan yang lain.Patogen penyakit abiotik meliputi: suhu tinggi, suhu rendah, kadar oksigen yang tak sesuai, kelembaban udara yang tak sesuai, keracunan mineral, kekurangan mineral, senyawa kimia alamiah beracun, senyawa kimia pestisida, polutan udara beracun, hujan es dan angin. Penyakit biotik adalah penyakit tumbuhan yang disebabkan oleh penyakit infeksius bukan binatang dan dapat menular dari tumbuhan satu ke tumbuhan yang lain. Patogen penyakit biotik meliputi: Jamur, Bakteri, Virus, Nematoda, Tumbuhan tingkat tinggi parasitik dan Mikoplasma (Hasna, 2012).

Tanaman yang sakit adalah tanaman yang tidak dapat melakukan aktifitasfisiologis secara sempurna, yang akan mengakibatkan tidak sempurnanya produksi baik secara kualitas maupun kuantitas. Secara umum penyakit tanamandiakibatkan oleh faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik adalah penyakit tanamanyang disebabkan oleh mikroorganisme (mahluk hidup) yang antara lain berupa jamur, bakteri, virus, nematoda, MLO dan lain-lain. Sedangkan faktor abiotik antara lain pengaruh dari suhu, kelembaban, defisiensi unsur hara atau keracunanunsur hara (Mynature-faiq, 2010).

Penyakit dapat dikenal dengan mata telanjang dari gejalanya. Penyakit tumbuhan yang belum ada campur tangan manusia merupakan hasil interaksi antara patogen, inang dan lingkungan. Konsep ini disebut dengan segitiga penyakit atau plant disease triangle, sedangkan penyakit tanaman yang terjadi setelah campur tangan manusia adalah interaksi antara patogen, inang, lingkungan dan manusia. Konsep ini disebut segi empat penyakit atau plant disease square(Triharso, 1996).

Gejala merupakan kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal tanaman akibat adanya gangguan penyebab penyakit, dan gejala dapat dilihat dengan mata telanjang. Gejala pada tumbuhan terbagi atas 2 macam yaitu gejala berdasarkan sifat dan bentuknya. a). gejala berdasarkan sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu gejala lokal (gejala yang dicirikan oleh perubahan struktur yang jelas dan terbatas biasanya dalam bentuk bercak  atau kanker, gejalanya terbatas pada bagian-bagian tertentu dari tanaman) dan gejala sistemik (Kondisi serangan penyakit yang lebih luas, bisanya tidak jelas batas batasnya. Contohnya adalah serangan oleh virus mosaic, belang maupun layu. gejalanya terdapat di seluruh tubuh tanaman); b) gejala berdasarkan bentuknya dibagi menjadi dua, yaitu gejala morfologi (gejala luar yang dapat dilihat dan dapat diketahui melalui bau, rasa dan raba serta ditunjukkan oleh seluruh tumbuhan atau tiap organ dari  dari tumbuhan) dan gejala histologi (gejala yang hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit jaringan yang sakit. Pada gejala histology terdapat tiga tipe gejala yaitu: Nekrotik, hipoplastik dan Hiperplastik (Fahmi, 2012).

Nekrotik merupakan gejala yang terjadi akibat adanya kerusakan pada sel atau bagian sel bahkan kematian sel. Nekrotik terbagi atas: a). nekrosis, merupakan gejala nekrotik berupa bercak warna dan bentuk tergantung jenis penyakit, nekrosis terbagi atas tiga bagian yaitu blight, spot dan target board spot; b). klorosis, merupakan gejala berupa menguningnya bagian-bagian tanaman dari warna hijau karena rusaknya klorofil; c). hidrosis, merupakan gejala pada bagian tanaman tampak kebasah-basahan; d). layu, merupakan gejala yang timbul akibat hilangnya turgor pada daun atau tunas karena gangguan pada jaringan pengankutan atau akar, sehingga proses penguapan terjadi lebih besar dari pada pengangkutan air; e). gosong atau terbakar, merupakan gejala nekrotis yang disebabkan oleh mati atau mengeringnya bagian tumbuhan, biasanya pada daun yang disebabkan oleh faktor abiotik; f). mati ujung, merupakan matinya ranting atau cabang dari ujung meluas sampai kepangkal; g). busuk, merupakan gejalan nekrosis namun umumnya terjadi pada jaringan yang tebal seperti akar, daun yang tebal, buah dan umbi; h).  rebah semai, merupakan gejala pada tanaman muda dengan busuknya pangkal batang yang mengakibatkan tanaman rebah terbagi atas pre-emergence dumping off dan post-emergence dumping off;  i).  perdarahan atau eksudasi, merupakan gejala terjadinya pengeluaran dari suatu tumbuhan karena penyakit dengan dikenal gummosis, lateksosis, dan resinosis; j). perforasi, merupakan gejala terbentuknya lubang-lubang karena runtuhnya sel yang telah mati pada bercak nekrosis (Fahmi, 2012).

Hipoplastik merupakan gejala yang disebabkan karena terhambat atau terhentinya pertumbuhan sel. Hipoplastik terbagi atas; a).  kerdil, merupakan gejala yang ditandai dengan ukuran tanaman menjadi lebih kecil dari pada pertumbuhan biasanya karena terjadi hambatan pertumbuhan; b). klorosis, merupakan gejala terhambatnya pembentukan klorofil dari warna hijau menjadi kuning atau pucat; c). etiolasi, merupakan gejala dengan ditandai tanaman kurang mendapatkan cahaya, sehingga menjadi pucat, pertumbuhannya memanjang dan berdaun sempit; d). roset, merupakan gejala yang mendesak dengan penghambatan pertumbuhan ruas batang tetapi daun tidak terhambat (Fahmi, 2012).

Hiperplastik merupakan gejala yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sel yang lebih dari biasanya (overdevelopment). Hiperplastik terbagi atas: a). Menggulung atau mengeriting, merupakan gejala yang ditandai dengan pertumbuhan tidak seimbang dari bagian daun; b). sesidium, merupakan pembengkakan pada bagian setempat pada jaringan tumbuhan sehingga membentuk bintil; c). kudis, merupakan kenampakan sebagai bercak kasar, terbatas agak menonjol, terkadang pecah-pecah; d). erinos, merupakan gejala dengan pembentukan banyak trikomata (Fahmi, 2012).

Secara umum, langkah-langkah dalam tata kerja diagnosis penyakit tanaman adalah sebagai berikut (Bambang Purnomo, 2006) :
1) Identifikasi tanaman inang. Mudah sulitnya tanaman yang akan didiagnosis tergantung dari keadaan tanamannya. Jika tanaman memiliki bagian-bagian yang lengkap, seperti : akar, batang, bunga, buah, dan lainnya, akan lebih mempermudah diagnosis dari pada tanaman yang tidak lengkap.
2) Informasi lingkungan tempat tanaman inang tumbuh. Tanaman inang yang tumbuh di tanah datar, kebun, atau pekarangan akan berbeda sifatnya. Hal ini perlu diketahui karena akan ikut menentukan tindakan pengendalian yang direkomendasikan.
3) Pengamatan gejala-gejala di lapangan. Adanya catatan mengenai gejala yang ada di lapangan akan membantu mempermudah diagnosis.
4) Kondisi kultur teknis. Informasi tentang bagaimana tanaman yang bersangkutan dibudidayakan dapat merupakan faktor pendukung terjadinya gangguan tanaman.
5) Pengamatan gejala lanjutan. Pengamatan dari dekat tanpa bantuan alat pembesar seharusnya sudah dapat menunjukan tipe penyakit yang ada, untuk lebih meyakinkan keberadaan organisme pada atau dalam tubuh tanaman dapat dibunakan alat pembesar bahkan alat-alat maupun proses lain.

III.    Metodologi
Praktikum Ilmu Penyakit Tanaman, mengenai  Pengenalan Penyakit Tanaman dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit, Fakultas Pertanian, Universitas Tidar. Pada hari Senin, 10 Oktober 2016, Pukul 16.15 WIB sampai selesai. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanaman bergejala penyakit, mikroskop, alat tulis.
Cara Kerja pada praktikum pengenalan penyakit tanaman adalah pada lahan tertentu carilah tanaman atau bagian tanaman yang sakit, ambil bagian tanaman tersebut, masukkan dalam plastik dengan bagian pangkal batang tertutup kapas, diagnosis penyebab penyakit, amati di bawah mikroskop jenis patogen penyebab penyakit

IV.    Hasil dan Pembahasan
 Penyakit tanaman sebagian besar disebabkan oleh jamur. Lebih dari 250.000 spesies jamur sebagai pathogen tanaman. Hampir semua jamur dalam hidupnya pada tanaman inangnya dam sebagian dalam tanah dan sisa-sisa tanaman. Penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur sering dikenal dari bagian organ tanaman yang terinfeksi dan dari tipe gejala yang dihasilkan. Tipe umum penyakit tanaman yang disebabkan oleh jamur adalah  damping-off (rebah kecambah), root rots ( busuk akar), vascular wilt(layu pembuluh), downy dan powdery mildew, leaf spot (bercak daun) dan bligh(hawar), rust (karat), smuts(gosong), antraknosa, gall, dieback (mati ujung) dan penyakit pasca panen.
a.Jamur 
Jamur adalah organisme heterotrof, tidak berklorofil, berinti sel, struktur somatiknya terdiri dari filament yang bercabang-cabang, dinding sel mengandung selulosa atau kitin atau keduanya bersama molekul organic lainnya. Umumnya berkembang biak dengan spora baiksecara seksusal maupun aseksual atau menggunakan bagian vegetative jamur. Bagian vegetative jamur umumnya berupa benang-benang halus, memanjang, bersekat atau tidak bersekat yang disebut hifa, dan kumpulan benang-benang hifa tersebut disebut miselium. Miselium dapat dibedakan menjadi dua tipe pokok yaitu :
1.      Miselium yang tidak bersekat (coenocytic)
2.      Miselium yang bersekat (cellular)
Didalam hidupnya, hifa-hifa tersebut dapat membentuk struktur khusus yang berfungsi tertentu, antara lain : haustorium, sklerotium, apresorium, stroma, dan alat reproduksi seperti : gametongium, sporangium dan sporangiofor, konidium dan konidiofor, klamidospora dan bermacam badan buah (apotesium, peritesium, kleistosium, aservulus, piknidium, sporodokium, koremium).
b. Bakteri
Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu (unisellular) yang tidak mempunyai klorofil dan berkembang biak dengan cara pembelahan (budding), hidup secara saprofitik atau parasitic dan memperoleh makanan dari bahan organic yang mati atau masik hidup.
Sel bakteri ada yang berbentuk bola (coccus), tongkat (bacilli) dan spiral (spirillus). Bakteri ada yang mempunyai organ untuk bergerak yang disebut flagella, dan ada pula yang tidak mempunyai flagella (atricus). Golongan yang mempunyai flagella ada yang mempunyai satu flagella pada bagian ujung sel bakteri dan disebut monotrichus (contoh : xanthomonas sp.), ada yang mempunyai seberkas flagella yang merata diseluruh permukaan tubuh disebut pritrishus,sedangkan yang mempunyai dua berkas flagella dikedua ujungnya disebut amfitrichus.
c. Virus
Virus adalah suatu partikel atau zarah sub-mikroskopis yang terdiri dari protein kapsid di bagian luar protein kapsomer (coat)yang keduanya membungkus asam nukleat. Asam nukleat bersifat menular dalam bentuk salah satu yaitu asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksorobonukleat (DNA). Asam nukleat virus memperbanyak diri (replikasi) dengan bantuan ribosom sel inang, mensintesis protein mantel virus dan menggunakan kemampuan sintetiknya untuk membuat cetakan dirinya membentuk lebih banyak RNA, kemudian penggabungan protein virus  dengan RNA hasil replikasi membentuk partikel virus baru (virion).
Ada perbedaan yang luas dalam morfologi dan ukuran virus, yang sangat membantu dalam klasifikasi khususnya dalam mendeteksi virus. Pada dasarnya virus tumbuhan dapat digolongkan ke dalam tiga bentuk spherical atau berbentuk bulat yang sering pula disebut polyhedral atau isometri, memanjang atau batang (elongate) dan bentuk benang (filament).
Ada beberapa kelompok virus :
1.      Partikel virus berbentuk isometric anatara lain tobacco necrosis virus, caulimovirus nm, reovirus tumbuhan 65-75nm, cucumovirus (contoh : cucumber mosaic virus 28-30nm).
2.      Partikel virus yang berbentuk batang memanjang antara lain : tobravirus 46-114nm dan 180-219 nm.
3.      Partikel virus berbentuk filament lentur antara lain kelompok potexvirus (potato virus x) mempunyai panjang 470-580 nm, lebar 11-13 nm, kelompok carlavirus (potato virus S) mempunyai panjang 620-700 nm dan lebar 12 nm, kelompok potyvirus (potato virus Y) kebanyakan mempunyai ukuran 11 nm dan lebar 680-900 nm, terpanjang adalah kelompok closterovirus yang sangat lentuk, mempunyai panjang 1.250-2500 nm.

Gejala Penyakit Tanaman
Gejala adalah keadaan penyakit yang merupakan perwujudan dari reaksi fisiologis dari tanaman terhadap kegiatan yang bersifat merusak yang disebabkan pathogen. Setiap penyakit pada tanaman tertentu akan memberikan gejala khusus, yang biasanya timbul dalam suatu rangkaian selama terjadinya penyakit.
Gejala yang dapat diamati secara langsung disebut juga gejala morfologis. Gejala ini dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan alat, atau juga dapat dirasa, dibaui, diraba. Sedangkan gejala yang hanya diamati dengan bantuan alat seperti mikroskop disebut sebagai gejala histologist.
Gejala morfologis ada tiga macam yaitu : nekrosa, hipoplasia, hyperplasia. Nekrosa adalah gejla penyakit yang disebabkan oleh protoplas yang diikuti oleh kematian sel, jaringan, organ dan seluruh tanaman. Gejala nekrotik yang timbul sebelum kematian protoplas disebut plesionekrotik. Ada tiga gejala yang termasuk dalam plesionekrotik yaitu menguning (yellowing), layu (wilting), dan hidrosis (adanya jaringan yang Nampak bening). Gejala nekrotik yang ada setelah kematian protoplas disebut holonekrotik. Gejala holonekrotik dapat dibagi menjadi 3 berdasarkan tempat terjadinya, yaitu pada organ bahan penyimpanan (buah, biji, umbi dan akar). Pembusukan yang terjadi bersifat lunak atau basah disebut gejala bocor (leak), sedangkan yang kering disebut mumifikasi. Nekrosa pada jaringan tanaman yang hijau misalnya rebah kecambah (damping off), bercak (spot), bintik kecil (fleck), nekrotik pada batang dan tulang daun ( streak), nekrosa tanpa batas yang jelas karena kematian yang cepat dari seluruh tanaman atau bagian daun (hawar=blight), kematian mendadak dari kuncup yang belum membuka atau pembungaan (blast), rontoknya buah akibat nekrosis yang meluas (shelling) dan lain-lain. Nekrosa pada jaringan kayu yang sakit (bleeding).
Hipoplasia merupakan kegagalan tanaman atau organ untuk berkembang secara penuh, missal kerdil (dwarfing), kegagalan membentuk warna hijau dan hanya menghasilkan warna kuning (klorosis), daun bercorak warna hijau dan kuning ( mosaic).
Hyperplasia merupakan hasil dari perkembangan yang berlebihan baik ukuran dan warna atau juga perkembangan bagian organ yang terlalu dini secara tidak wajar, missal : pertumbuhan yang berlebihan (gigantisme), perkembangan warna yang berlebihan (hiperkronik), perubahan dari jaringan dari satu bentuk menjadi bentuk lain ( metaplastik), perkembangan pucuk yang premature dan mati pucuk (proleptik).

Diskribsi penyakit tanaman

Penyakit busuk lunak pada wortel (Daucus carota) disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora sub-sp. caratovora atau Erwinia carotovora sub-sp. Atroseptica ini dengan  timbulnya cairan-cairan pada bagian luka. Luka luka itu berkembang dengan cepat dan meyebabkan pembusukan atau pembekuan yang luas pada jaringan-jaringan yang diserang atau dirusak, sehingga tanaman yang diserang menjadi roboh. Penyakit sering kali bermula dari bagian tanaman yang dekat dengan permukaan tanah. Pada wertel biasanya penyakit dapat diketahui karena adanya layu pada bagian-bagian tanaman yang terdapat atas permukaan tanah.
 Pengendalian yang dapat mencegah dari perkembangbiakan serangan bakteri terhadap penyakit busuk basah wortel adalah a). Sanitasi, dengan menjaga kebersihan area tanaman dari sisa-sisa tanaman yang sakit sebelum penanaman; b). Melakukan penanaman dengan jarak tanam yang tidak terlalu rapat untuk menghindari kelembaban yang tinggi, terutama pada musim hujan; c). Menghindari pelukaan pada tanaman saat pemeliharaan; d). Pengendalian untuk pasca panen dapat dilakukan dengan mencuci wortel dengan air yang mengandung chlorine atau dapat menggunakan boraks, mengurangi terjadinya luka pada waktu penyimpanan dan pengangkutan, menyimpan dalam ruangan yang cukup kering dengan ventilasi yang sesuai atau cukup, sejuk dan difumigasinya sebelumnya.

Penyakit sapu pada kacang panjang (Vigna sinensis) disebabkan oleh virus Cowpea Witches-broom Virus / Cowpea Stunt ditandai dengan pertumbuhan tanaman terhambat, ruas-ruas (buku-buku) batang sangat pendek, tunas ketiak memendek dan membentuk “sapu”. Penyakit ditularkan kutu daun. Pertumbuhan tanaman menjadi terhambat, daun-daun mengecil dan melengkung ke bawah, warna daun menjadi lebih tua. Ruas-ruas batang menjadi sangat pendek dan pada ketiak berkembang tunas-tunas, sehingga apabila diamati terlihar seperti sapu. Tanaman yang terinfeksi pada umumnya dapat membentuk bunga, tetapi tidak dapat membentuk buah.
Penyakit Kudis pada umbi Kentang (Solanum tuberosum) disebabkan oleh bakteri Streptomyces scabies. Tanaman yang terserang kudis tidak menunjukkan gejala dari luar. Umbi sakit bergejala sisik-sisik dan bisul-bisul bergabus pada permukaannya. Jaringan yang terdapat di bawah permukaan umbi bergejala biasanya berwarna agak kecokelatan. Umbi yang berkudis pada umumnya juga lebih cepat busuk. Cendawan ini umumnya menginfeksi umbi muda melalui lentisel yang belum mengalami suberisasi (penggabusan).

Streptomyces scabies adalah bakteri yang mirip fungi berbentuk filamentous (benang) dan morfologinya sangat berbeda dengan fungi. Filamentous secara bertahap akan menginduksi spora melalui fragmen. Diameter vegetatif filamentous bakteri ini lebih kecil dibandingkan fungi ± 1 mm dan tidak mempunyai nucleus, menghasilkan thaxtomins (phytotoxins) yang berhubungan dengan perkembangan penyakit yaitu menginduksi gejala penyakit yang namanya hypertrophysel dan kematian sel. Penyebab penyakit bertahan dalam tanah dan menyerang pertanaman selanjutnya. Penyebaran jarak jauh dilakukan oleh umbi-umbi sakit. Infeksi terjadi melalui lentisel, stomata atau luka. Umbi-umbi muda lebih peka terkena infeksi. Suhu tanah di bawah 20 °C, kelembaban tanah rendah dan pH lebih besar dari 5,2 akan mengurangi serangan penyakit. Penyakit hanya menyerang umbi, dengan gejala awal berupa bercak yang kecil berwarna kemerah-merahan sampai kecoklat-coklatan. Bercak makin lama makin luas serta bergabus dan sedikit menonjol (Gambar 34). Luka berkembang dengan beberapa tipe, baik di permukaan atau di dalam umbi, serta pembengkakan. Luka – luka tersebut memiliki bentuk dan ukuran yang berlainan, tetapi biasanya bundar dan berdiameter tidak lebih dari 10 mm. Luka-luka ini dapat bergabung satu sama lain sehingga seluruh permukaan umbi retak-retak. Akar-akar serabut dapat juga terserang.

   Pengendalian penyakit Kudis pada umbi Kentang (Solanum tuberosum) adalah 1) Mengusahakan tumbuhan slalu dalam kondisi prima atau sehat dengan cara tercukupi kebutuhan zat haranya; 2) Mengusahakan lingkungan yang bersih; memperhatikan tumbuhan sesering mungkin sehingga penyakit dapat terdeteksi sedini mungkin; 3) Sterilisasi tanah dengan panas; 4) Perlakuan tanah (fumigasi); 5) Pengendalian penyakit dengan menggunakan fungisida

Penyakit huanglongbing (HLB) / CVPD (citrus vein phloem degeneration) pada jeruk (Citrus sp.) disebabkan oleh  bakteri Candidatus Liberibacter asiaticus (CLas). Pada tanaman yang baru mulai menderita CVPD, salah satu cabangnya akan tampak menguning. Daun pada cabang tersebut tampak berbelang-belang hijau-kuning secara tidak simetris antara bagian kanan dan kiri tulang daun utama . Daun-daun kemudian akan mempunyai tulang daun yang lebih tebal dan ber-gabus, bagian daun menguning yang semakin mencakup seluruh permuka-an daun, serta daun menjadi lebih kaku, tumbuh lebih tegak, dan kadang-kadang berbentuk tidak normal. Lama kelamaan, daun gugur dan cabang menjadi tumbuh meranggas, tanaman tampak tumbuh merana, sebelum akhirnya tanaman mati. Tanaman bergejala dengan dugaan penyakit huanglongbing di lapangan memiliki tajuk yang kurang rimbun dan cenderung menyempit secara vetikal, dengan daun berwarna kekuningan kusam dan berukuran lebih kecil secara nyata dibandingkan dengan tanaman yang tidak bergejala. Gejala tersebut menyerupai gejala kekurangan hara. Gejala kekurangan hara seperti Fe dan Zn akan mempengaruhi tajuk tanaman jeruk. Gejala kekurangan unsur mikro Fe pada tanaman jeruk berupa pengurangan ukuran tajuk, karena daun menjadi kecil dan lebih cepat gugur. Gejala kekurangan Zn dapat juga menyebabkan tajuk tanaman menjadi lebih kecil karena daun yang menjadi menjadi kecil, runcing, dan tegak.
Pengendalian huanglongbing melalui : penggunaan bibit bebas penyakit,eliminasi tanaman sakit di lapangan, pengendalian serangga penular, dan karantina. Apabila melihat statistik peningkatan produktivitas jeruk nasional dari sekitar 8 t/ha menjadi 20 t/ha selama periode 1985-2009 maka upaya pengendalian ini dapat dinyatakan berhasil. Meskipun capaian ini cukup menggembirakan, bila dibandingkan dengan ratarata produktivitas negara penghasil jeruk di Asia, ratarata produktivitas nasional masih tergolong rendah. Pengembangan agroindustri jeruk nasional saat ini masih menghadapi berbagai masalah, di antaranya pengaruh dampak perubahan iklim dan masih luasnya insiden penyakit huanglongbing. Selain berdampak pada tingginya angka kematian tanaman, huanglongbing juga memperpendek umur produktif tanaman, menurunkan produktivitas dan kualitas produk yang pada gilirannya akan memperlemah daya saing dan kemampuan memenuhi kebutuhan.

Penyakit bulai pada jagung (Zea mays L.) disebabkan oleh jamur Peronosclerospora maydis. klorosis daun, diikuti dengan goresan putih pada daun. Daun juga bisa memiliki warna putih, pertumbuhan berbulu halus di bagian bawah helai daun. Putih bergaris pada daerah daun akan menjadi nekrotik dari waktu ke waktu, yang membuat seperti daun robek. Pada kematian tanaman, struktur reproduksi tidak membentuk dengan benar atau tidak membentuk sama sekali. Hal ini menyebabkan tanaman steril. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai sejak umur muda sekitar (10-15 HST), maka akan terjadi infeksi yang sistemik dan intensitas serangan berat, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen. Gejala lainnya adalah tanaman akan terhambat pertumbuhannya, termasuk pembentukan tongkol, bahkan sama sekali tongkol jagung tidak terbentuk. Selanjutnya daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan dan daun mengalami sobek-sobek.
Pengendalian penyakit bulai yang paling ideal adalah menggunakan varietas tahan. Penggunaan varietas tahan merupakan cara pengendalian yang baik, murah, ramah terhadap lingkungan, mudah dilakukan, dan dapat dipadukan dengan komponen pengendalian lainnya . Meskipun sudah dilakukan cukup lama, varietas yang tahan terhadap penyakit bulai juga tidak terlalu banyak. Upaya perakitan tanaman jagung yang tahan terhadap penyakit bulai melalui penyaringan plasma nutfah dan persilangan, dihadapkan pada kendala sumber daya genetik yang terbatas dan lamanya proses perakitan.
 Penyakit karat daun pada kopi (Coffea sp.) disebabkan oleh jamur Hemileia vastatrix B. et Br. Gejala awal penyakit karat daun terlihat sebagai bercak berwarna kuning muda pada permukaan bawah daun yang berubah menjadi kuning tua. Bercak tersebut pada mulanya berbentuk bulatan kecil bergaris tengah + 0,5 cm. Selanjutnya bercak-bercak yang berdekatan akan menyatu, sehingga ukurannya menjadi besar dan bentuknya tidak teratur, diameternya dapat mencapai 5 cm. pada bercak ini terbentuk tepung yang asalnya berwarna kuning/jingga berubah menjadi putih karena adanya jamur hiper parasite pada uredospora. Penyakit ini dapat mengakibatkan daun yang terserang gugur sebelum waktunya (premature). Serangan yang berat dapat menyebabkan daun rontok, cabang/ranting mati dan akhirnya tanaman mati.Uredospora merupakan alat penularan dan penyebaran penyakit karat daun. Uredospora mengadakan infeksi melalui stomata pada daun. Penularan penyakit melalui media air, angin, peralatan pertanian, dan kontak yang lain.
Gangguan penyakit ini tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan tanaman, tapi juga menurunkan hasil biji kopi. Meluasnya bercak pada daun sebagai tanda berkembangnya penyakit, menyebabkan area fotosintesis berkurang secara signifikan yang berdampak pada menurunnya pertumbuhan tanaman. Banyaknya daun yang gugur sebagai gejala lanjut dari penyakit ini menyebabkan jumlah bunga yang terbentuk berkurang, yang berdampak pada turunnya jumlah biji kopi yang dihasilkan. Tanaman lain sebagai inang H. vastarix belum diketahui. Jamur ini membentuk urediospora pada daun kopi, sedangkan urediospora ini dapat menginfeksi kopi lagi tanpa melalui tanaman inang perantara. H. vastatrix bersifat parasit obligat, yang hanya dapat hidup jika memarasit jaringan hidup. Patogen ini juga diketahui memiliki banyak ras fisiologi yang berbeda patogenisitasnya terhadap jenis dan varietas kopi tertentu. Penyebaran penyakit melalui urediospora yang dapat dibentuk sepanjang tahun. Perkembangan penyakit dipengaruhi oleh kelelembapan. Spora yang telah matang dapat disebarkan oleh angin dan untuk perkecambahannya diperlukan tetesan air yang mengandung udara.

Pengendalian Penyakit Karat Daun dikendalikan dengan metode secara hayati dan kimiawi. Metode Hayati dengan  petani bisa menggunakan varietas-varietas unggulan. Varietas yang dimaksud berasal dari kopi berjenis arabika yang memang sudah teruji kualitasnya. Beberapa varietas unggulan kopi arabika di antaranya S 333, S 288, dan S 795. Diharapkan varietas-varietas kopi arabika tersebut mempunyai daya tahan terhadap penyakit yang lebih baik. Metode Kimiawi pemberantasannya dilakukan memakai fungisida yang tepat. Fungisida yang dapat diandalkan utamanya mengandung bahan tembaga atau fungisida golongan sistemik. Di antaranya yaitu Copper sandoz, Cupravit, Cobox, Vitigran blue, Trademefon, Bayleton 250 EC, dan Dithane M-45. Harus diperhatikan bahwa pengaplikasian fungisida tersebut perlu diterapkan sesuai anjuran pada masing-masing kemasan.

Penyakit bercak daun coklat pada ketela pohon (Manihot esculenta) disebabkan oleh jamur Cercospora heningsii. Gejala : Pada daun terdapat bercak kebasah-basah dengan bentuk tidak teratur, bersudut-sudut (angular) dikelilingi oleh daerah bewarna hijau tua .Gejala yang meluas dengan  cepat dan warna bercak menjadi coklat muda, mengkriput dan menyebabkan daun layu yang selanjutnya daun rontok. Tanam yang terserang masih mampu membentuk tunas baru akan tetapi tunass ini pun terserang juga sehingga ikut mati. Jaringan epidermis batang muda yang terinfeksi sering pecah dan pada cuaca yang lembab dapat mengeluarkan getah (gum) yang mengandung bakteri yang kemudian batang yang terserang akan mengering dan mati. Pada pengamatan penampang melintang batang yang terinfeksi akan tampak bahawa berkas pembuluh berwarna coklat dan terjadi nekrosis dan terlihat garis-garis pada penampang membujur. Selain dari batang getah yang terdiri dari massa bakteri sering keluar dari bercak, terutama pada permukaan dau dan sekitar tulang daun. Biasanya gejala akan timbul setelah 11-13 hari setelah infeksi.

Penyakit bercak daun (Pestalotia) pada jambu biji (Psidium guajava) disebabkan oleh jamur Pestalotiopsis psidii (Pat) Mordue. atau Cercospora psidii. Cendawan Cercospora psidii menyebabkan gejala bercak putih. Gejala awal berupa bercak bulat, kurang teratur bentuknya, dan berwarna merah kecokelatan. Bagian tengah bercak berwarna putih. Bercak yang bersatu membentuk bercak yang lebih besar berwarna putih yang dibatasi oleh halo kecokelatan. Gejala penyakit antraknosa yang disebabkan oleh Pestaloiopsis psidii selain menyebabkan bercak pada daun juga menyerang buah dan mengakibatkan kanker buah.

Penyakit bintil daun (Cecidia) pada mangga (Mangifera indica) disebabkan oleh hama bintil daun Procantarinia matteiana (Diptera : Cecido-myidae). Menyerang daun Mangga. Terlihat gejalanya pada daun yang menjadi coklat, hijau, dan kemerahan. Pengendalian penyakit dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut: a). Pucuk tanaman yang sudah terserang harus segera dipangkas dan dibakar supaya kutu, nimfa dan telur mati; b). Tanaman disemprot dengan insektisida sistemik yang bisa menyusup ke jaringan daun, misalnya menggunakan Elsan 60 EC Dan Nuvacron 20 EC dan dapat menggunakan insektisida sistemik yaitu teknik 10G, Curater 3G, dan furadan 3G. Insektisida ini dimasukkan ke dalam tanah di dekat akar agar bisa dihisap akar untuk diedarkan ke daun. Jika larva menghisap cairan daun, tentu akan mati keracunan; c). Penyemprotan dengan insektisida kontak, hasilnya akan kurang memuaskan karena tidak bisa menembus perisai yang melindungi kutu; d). Penyemprotan buah dan daun dengan Ripcord, Cymbuth atau Phosdrin tiga kali dalam seminggu, membakar daun yang terserang, menggemburkan tanah untuk mengeluarkan kepompong dan memperbaiki aerasi.

Penyakit hawar daun padi (Oryza sativa) disebabkan oleh bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae dan Xanthomonas campestris pv oryzicola. Sel bakteri hawar daun masuk ke dalam jaringan tanaman melalui pori-pori atau stomata pada daun, atau lewat celah/retakan yang terjadi akibat pertumbuhan tanaman, seperti munculnya akar. Setelah masuk ke jaringan tanaman, bakteri lalu memperbanyak diri atau tumbuh, kemudian menyerang sistem vaskuler tanaman. Cairan yang mengandung bakteri akhirnya keluar ke permukaan daun pada daerah yang terbentuk lesi/luka. Pada helaian daun, cairan bakteri akan terlihat seperti embun susu.Bila serangan terjadi pada awal pertumbuhan, tanaman menjadi layu dan mati, gejala ini disebut kresek. Gejala kresek sangat mirip dengan gejala sundep yang timbul akibat serangan penggerek batang pada fase tenaman vegetatif. Pada tanaman dewasa penyakit hawar daun bakteri menimbulkan gejala hawa (blight). Baik gejala kresek maupun hawar, gejala dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun menjadi kering. Bila serangan terjadi saat berbunga, proses pengisian gabah menjadi tidak sempurna, menyebabkan gabah tidak terisi penuh atau bahkan hampa. Pada kondisi seperti ini kehilangan hasil mencapai 50-70 persen. Gejala kresek sangat mirip dengan gejala sundep yang timbul akibat serangan hama penggerek batang pada tenaman fase vegetatif umur 1-4 minggu setelah tanam. Mula-mula pada tepi atau bagian daun yang luka tampak garis bercak kebasahan, kemudian berkembang meluas, berwarna hijau keabu-abuan, seluruh daun keriput, dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Gejala yang khas adalah penggulungan helaian daun dan warna daun menjadi hijau pucat atau ke abu-abuan.

Pada tanaman dewasa umur lebih dari 4 minggu setelah tanam, penyakit hawar daur bakteri menimbulkan gejala hawar (blight). Gejala diawali berupa bercak kebasahan berwarna keabu-abuan pada satu atau kedua sisi daun, biasanya dimulai dari pucuk daun atau beberapa sentimeter dari pucuk daun. Bercak ini kemudian berkembang meluas ke ujung dan pangkal daun dan melebar. Bagian daun yang terinfeksi berwarna hijau keabu-abuan dan agak menggulung, kemudian mengering dan berwarna abu-abu keputihan. Pada tanaman yang rentan, gejala ini terus berkembang hingga seluruh daun menjadi kering dan kadang-kadang sampai pelepah. Pada pagi hari saat cuaca lembap dan berembun, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan bercak berupa cairan berwarna kuning dan pada siang hari setelah kering menjadi bulatan kecil berwarna kuning. Eksudat ini merupakan kumpulan massa bakteri yang mudah jatuh dan tersebar oleh angin dan gesekan daun. Percikan air hujan menjadi pemicu penularan yang sangat efektif.

Gejala kresek maupun hawar dimulai dari tepi daun, berwarna keabu-abuan dan lama-lama daun menjadi kering. Pada varietas rentan, gejala menjadi sistemik dan mirip gejala terbakar. Apabila penularan terjadi pada saat tanaman berbunga maka gabah tidak terisi penuh bahkan hampa. Hawar daun bakteri (HDB) merupakan salah satu penyakit tanaman padi yang sangat penting di negara-negara penghasil padi di dunia, termasuk di Indonesia. Di
Indonesia, keberadaan penyakit HDB dilaporkan sejak tahun 1950an pada tanaman padi muda di daerah Bogor dengan gejala layu. Pada awalnya penyakit ini dinamai kresek dan patogennya dinamai Xanthomonas kresek. Pengembangan varietas unggul berdaya hasil tinggi tetapi rentan HDB seperti varietas IR64 menyebabkan penyakit ini berkembang dan menyebar ke seluruh sentra produksi padi, terutama di Jawa. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Xanthomonas oryzae pv. oryzae (Xoo), yang dapat menginfeksi tanaman padi pada semua fase pertumbuhan, mulai dari pesemaian sampai menjelang panen. Penyebab penyakit (patogen) menginfeksi tanaman padi pada bagian daun dengan cara melalui luka daun atau melalui lubang alami berupa stomata dan merusak klorofil daun, sehingga menurunkan kemampuan tanaman untuk berfotosintesis. Apabila hal ini terjadi pada fase generatif maka proses pengisian gabah kurang sempurna.

Penyakit layu pada tomat (Solanum lycopersicum) disebabkan oleh bakteri Pseudomonas (eks. Ralstonia) solanacearum, jamur Fusarium spp. atau Verticillium alboatrum. Layu karena bakteri  Pseudomonas solanacearum merupakan salah satu bakteri penyebab layu bakteri atau penyakit lender  pada tanaman. Karakteristik  bakteri ini adalah:
1.    Selnya berbentuk batang dan bergerak dengan satu flagel
2.    Bakteri ini dapat bertahan di dalam tanah dan dapat cepat berkembang biak pada keadaan tanah yang lembab,
3.    Bakteri ini dapat menginfeksi akar-akar tanaman melalui luka-luka karena pemindahan bibit, ketika pembumbunan, luka karena gigitan serangga, luka karena tusukan nematoda, dan ternyata bakteri ini juga dapat menginfeksi tanaman melalui luka-luka pada daun.
4.    Tanaman yang diserang antara lain: kentang, tomat, pisang, cabai, terung dan lebih dari 140 jenis tanaman terutama yang termasuk dalam keluarga Solanaceae.
5.    Patogen ini menyerang jaringan pengangkutan air sehingga mengganggu transportasi air tanaman inang, akibatnya kelihatan tanaman menjadi layu, menguning dan kerdil, dan biasanya dalam beberapa hari tanaman akan mati.
6.    f.   Toksin dan enzim yang dihasilkan oleh bakteri ini dapat melarutkan dinding sel akar dan dapat menyebabkan perubahan warna pada jaringan pengangkutan yang dapat dilihat jika batang dipotong (melintang) atau dibelah.  Gejala penyakit layu bakteri pada tomat dan tembakau ditandai dengan perubahan warna pada bagian berkas pembuluhnya biasanya menjadi berwarna coklat dan perubahan warna ini dapat meluas sampai ke tulang daun bahkan sampai ke empulur.   dan akar tanaman yang sakit berwarna coklat.
7.    Umumnya pertama kali gejala terlihat pada tanaman yang berumur kurang lebih 6 minggu.  Gejala yang terlihat adalah daun-daun layu, biasanya dimulai dari daun-daun muda (ujung).  Terkadang kelayuan tidak terjadi dengan tiba-tiba, bahkan terjadi kelayuan sepihak, pada bagian yang layu daging daun diantara tulang-tulang daun atau di tepi daun menguning, kemudian mengering dan akhirnya seluruh daun layu dan tanaman menjadi mati.
8.    Bila batang tanaman yang sakit dipotong dan potongan tersebut  dimasukkan ke dalam gelas/wadah berisi air, yang jernih, kemudian dibiarkan beberapa lama, akan keluar eksudat (cairan berwarna putih kotor) yang berisi jutaan bakteri.
Daur hidup Fusarium oxysporum mengalami fase pato-genesis dan saprogenesis. Pada fase patogenesis, jamur hidup sebagai parasit pada tanaman inang. Apabila tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulum untuk menimbul-kan penyakit pada tanaman lain. Penyebaran propagul dapat terjadi melalui angin, air tanah, serta tanah terinfeksi dan terbawa oleh alat pertanian dan manusia.
Penyakit virus kuning / bulai pada cabai (Capsicum annuum) disebabkan oleh Gemini Virus. Gejala Gemini Virus Tanaman yang terserang gemini virus secara umum gejala-gejala yang dapat diamati adalah helai daun mengalami “vein clearing”, dimulai dari daun-daun pucuk, berkembang menjadi warna kuning yang jelas, tulang daun menebal dan daun menggulung ke atas (cupping). Infeksi lanjut dari geminivirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah. Pengamatan lapang menunjukkan pertanaman cabai merah yang 100% terserang tidak menghasilkan buah sama sekali.

Variasi gejala yang mungkin timbul pada cabai adalah sebagai berikut:
• Tipe -1. Gejala diawali dengan pucuk mengkerut cekung berwarna mosaik hijau pucat, pertumbuhan terhambat, daun mengkerut dan menebal disertai tonjolan berwarna hijau tua.
• Tipe-2. Gejala diawali dengan mosaik kuning pada pucuk dan daun muda, gejala berlanjut pada hampir seluruh daun menjadi bulai.
• Tipe-3. Gejala awal urat daun pucuk atau daun muda berwarna pucat atau kuning sehingga tampak seperti jala, gejala berlanjut menjadi belang kuning, sedangkan bentuk daun tidak banyak berubah.
• Tipe-4. Gejala awal daun muda/pucuk cekung dan mengkerut dengan warna mosaik ringan, gejala berlanjut dengan seluruh daun berwarna kuning cerah, bentuk daun berkerut dan cekung dengan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan terhambat.

Penyakit mosaik pada kacang panjang (Vigna sinensis) disebabkan oleh virus Bean common mosaic virus (BCMV) yang terbawa benih kacang panjang. Gejala infeksi BCMV pada tanaman kacang panjang berupa daun berwarna kuning terang, penebalan pada tulang daun, dan permukaan daun tidak rata akibat pertumbuhan urat daun tidak sebanding dengan pertumbuhan helaian daun. Gejala infeksi BCMV yang lain berupa mosaik berupa lepuhan, pola warna kuning dan hijau pada daun, malformasi daun, daun menggulung, tanaman menjadi kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat.

Tanaman yang terinfeksi virus pada umur tanaman yang berbeda akan menunjukkan respons yang berbeda. Semakin muda tanaman diinfeksi virus, insidensi penyakit semakin tinggi, periode inkubasi menjadi lebih singkat, dan distirbusi virus semakin cepat. Belum banyak informasi terkait efisiensi BCMV terbawa benih kacang panjang, sedangkan insidensi penyakit mosaik kacang panjang akibat infeksi BCMV masih tinggi di lapangan. Tingginya insidensi BCMV di lapangan diduga disebabkan oleh tingginya BCMV terbawa benih. Oleh karena itu penelitian bertujuan menentukan pengaruh infeksi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap efisiensi BCMV terbawa benih serta pengaruhnya pada pertumbuhan vegetatif dan produksi kacang panjang.

V.    Kesimpulan
1.    Patogen adalah sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit.
2.    Penyakit pada tanaman biasanya disebabkan oleh jamur, bakteri dan virus.
3.    Gejala morfologi (gejala luar yang dapat dilihat dan dapat diketahui melalui bau, rasa dan raba serta ditunjukkan oleh seluruh tumbuhan atau tiap organ dari  dari tumbuhan) dan gejala histologi (gejala yang hanya dapat diketahui lewat pemeriksaan mikroskopis dari jaringan yang sakit jaringan yang sakit. Pada gejala histology terdapat tiga tipe gejala yaitu: Nekrotik, Hipoplastik dan Hiperplastik.
4.    Nekrotik terbagi atas: a). nekrosis, b). klorosis c). hidrosis, d). layu, e). gosong atau terbakar, f). mati ujung, g). busuk, h).  rebah semai, i).  perdarahan atau eksudasi, j). perforasi. Hipoplastik terbagi atas; a).  kerdil, b). klorosis, c). etiolasi, d). roset. Hiperplastik terbagi atas: a). Menggulung atau mengeriting, b). sesidium, c). kudis, d). erinos.



DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, 2008. Konsep Timbulnya Penyakit (http://konsep-timbulnya-penyakit.pdf). Diakses pada tanggal 27 November 2016.

Bambang Purnomo, 2006. DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN : Proses Terjadinya Penyakit Tumbuhan.

Fahmi. 2012. Gejala dan Tanda Penyakit Pada Tanaman. (http://kickfahmi.blogspot.com). Diakses pada tanggal 27 November 2016.

Hasna, qomatul. 2012. Penggolongan Penyakit Tumbuhan (http://planthospital.blogspot.com). Diakses pada tanggal 27 November 2016.

Mynature-faiq. 2010. Pengenalan penyakit tanaman pangan. http://mynature-faiq.blogspot.com/2010/07/pengenalan-penyakit-tanaman-pangan.html. diakses 27 November 2016.
Triharso. 1996. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada UniversityPress, Yogyakarta.

.

ISOLASI


ISOLASI
I. Tujuan Praktikum
1. Dapat melakukan isolasi pathogen
II. Tinjauan Pustaka
Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentudari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobianya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Isolasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode cawan tuang dan metode cawan gores. Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan. Masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan (Mutiara, T, 2006).
Isolasi bakteri dikarakterisasi dengan menumbuhkan pada medium dan dilakukan pengamatan meliputi: pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar miring yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas goresan, pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar tegak yaitu bentuk pertumbuhan pada bekas tusukan dan pertumbuhan koloni bakteri pada medium agar lempeng yaitu bentuk, tepian, elevasi, permukaan warna, diameter koloni dan konfigurasi. Berdasarkan hasil identifikasi secara mikrobiologis maupun fisiologis melalui uji biokimia ditemukan tujuh isolat bakteri yang termasuk kedalam bakteri patogen maupun non patogen (Rahmaningsih, 2012).
Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil. Oleh karena itu, jamur mengambil zat-zat makanan yang sudah jadi yang dibuat atau dihasilkan oleh organisme lain untuk kebutuhan hidupnya. Sifat ketergantungan terhadap organisme lain menyebabkan jamur digolongkan sebagai tumbuhan heterotrofik (Arif, 2012). Menurut (Arif, 2012), sebagai tumbuhan heterotrofik, jamur membutuhkan sumber makanan sebagai substrat, sumber energi, aktivitas metabolisme, dan nutrisi. Energi dapat diperoleh dari oksidasi senyawa karbon, metabolisme untuk mensintesis senyawa-senyawa yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan hifa jamur, dan sumber nutrisi yang dibutuhkan seperti vitamin, CO2, dan nitrogen (Arif, 2007).
Pada proses isolasi dan identifikasi jamur serta proses produksi digunakan berbagai bahan kimia yang berderajat murni (pro-analisis) kecuali bila disebutkan lain. Spesifikasi bahan kimia yang digunakan dijelaskan pada setiap tahap isolasi dan analisis. Isolasi jamur menggunakan medium PDA (Potato Dextrose Agar). Jamur lebih tahan terhadap pH suasana asam jika dibandingkan dengan bakteri atau aktinomisetes, sehingga dengan cara ini juga telah terjadi seleksi terhadap mikroba yang sedang diisolasi (Saryono, 2002).
Teknik Postulat Koch meliputi empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi, inokulasi, dan reisolasi. Asosiasi yaitu menemukan gejala penyakit dengan tanda penyakit (pathogen) pada tanaman atau bagian tanaman yang sakit. Isolasi yaitu membuat biakan murni pathogen pada media buatan (pemurnian biakan). Inokulasi adalah menginfeksi tanaman sehat dengan pathogen hasil isolasi dengan tujuan mendapatkan gejala yang sama dengan tahap asosiasi. Reisolasi yaitu mengisolasi kembali patogen hasil inokulasi untuk mendapatkan biakan patogen yang sama dengan tahap isolasi (Gilang, 2012).
            Dalam Postulat-postulat Koch disebutkan, untuk menetapkan suatu organisme sebagai penyebab penyakit, maka organisme tersebut harus memenuhi sejumlah syarat. Pertama, ditemukan pada semua kasus dari penyakit yang telah diperiksa.Kedua, telah diolah dan dipelihara dalam kultur murni (pure culture). Ketiga, mampu membuat infeksi asli (original infection), meskipun sudah beberapa generasi berada dalam kultur. Keempat, dapat diperoleh kembali dari hewan yang telah diinokulasi dan dapat dikulturkan kembali (Hakikah, 2010).
            Menurut Purnomo (2013), Pada tahun 1880, Koch memanfaatkan kemajuan metoda laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu. Kriteria ini dikenal dengan postulat Koch yaitu:
1.      Mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang ditimbulkan.
2.      Mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni di laboratorium.
3.      Biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman yang sesuai dapat menimbulkan penyakit.
4.      Mikroorganisme tersebut dapat diisolasi kembali dari tanaman yang telah terinfeksi tersebut.
Penyebab penyakit digolongkan menjadi dua besar yaitu penyakit yang bersifat abiotik dan yang bersifat biotik. Untuk yang bersifat biotik (tidak hidup) misalnya polutan udara, polutan tanah, suhu yang ekstrim, kelembaban yang ekstrim, oksigen dan cahaya yang berlebihan atau berkekurangan, unsur hara yang tidak tepat dosis. Sedangkan penyakit yang bersifat biotik (hidup) ada 6 kelompok besar yaitu jamur, prokariotik, virus, viroid, nematode, protozoa dan tanaman tinggi parasit. Penyebab yang bersifat biotik disebut juga patogen yang berasal dari bahasa latin “pathos” yang berarti sakit dan “gene” yang berarti penyandi sifat. Patogen menyebabkan sakit pada gen sehingga ekspresi yang muncul adalah sesuatu yang tidak normal pada tanaman (Agrios, 1996).
Penyakit Antraknosa dapat menyebabkan kerusakan sejak dari bibit ditanam sampai tanaman cabai berbuah, dan merupakan masalah utama yang berakibat serius terhadap penurunan hasil baik didaerah tropis maupun di subtropis (Agrios, 1997). Patogen antraknosa dapat mcnyerang buah cabai mentah, matang selama penyimpanan setelah panen, atau cabai yang sudah dipasarkan sehingga menyebabkan buah membusuk-kering dan tidak laku dijual (Pamekas, 2007).
Penyebab penyakit antraknosa adalah jamur Colletotricum capsici. .iamur Colletotricum capsici tergolong pada Divisi Eumycota, Subdivisi Deuteromycotina, Kelas Deuteromycetes, Ordo Melanconiales dan Genus Colletotrichum (Agrios, 1997). Jamur ini mempunyai banyak aservulus dengan garis tengah sekilar 100pm dengan tangkai (setae) yang berwarna hitam dengan ukuran 75-lOOfim x 2-2,6|im. Aservulus jamur ini tumbuh dan tersebar di bawah kutikula alau pada permukaan organ tanaman yang lerinfeksi.
Gejalanya seperti daun nekrotis dengan cincin berkonsentris yang merupakan masa konidia.(Lakshmi,2014). C. capsici koloni berwarna putih ke abu-abu dengan sedikit area miselium sementaraC. acuatatum menghasilkan koloni berwarna orange. Suhu optimum untuk C. capsici adalah 28ºC sedangkanC. gloeosporioides is 320C (Lakshmi,2014)
Jamur ini menghasilkan spora berupa konidia yang berbentuk silindris, hialin dengan ujung-ujungnya yang tumpul dan bengkok seperti bulan sabit dengan ukuran 18,6 - 25nm x 3,5 - 5,3(im (Semangun, 2000). (Sinclair, 1994), menyatakan bahwa jamur C. capsici dapat dengan mudah dikembangbiakkan di laboratorium dengan menginkubasikan konidia pada media PDA (Potato Dextrose Agar) pada suhu 10-30 ''C. Menurut (Setiadi, 2001), patogen penyebab antraknosa tidak hanya menyerang buah cabai, tetapi juga menyerang bagian tanaman lain. Bagian yang diserang  biasanya menunjukkan gejala bercak yang mirip "patek" sehingga penyakit ini lebih populer di kalangan petani dengan penyakit patek. Gejala ditandai dengan pembusukan pada buah cabai yang terserang. Mula-mula terdapat bercak coklat kehitaman, kemudian meluas dan akhimya menyebabkan buah menjadi busuk dan lunak. Pada pusat bercak akan terlihal titik-titik hitam terdiri dari kumpulan setae dan konidia.
Penyakit bercak daun cercospora merupakan penyakit paling sering menyerang
pertanaman kacang tanah di lapangan. Sampai saat ini petani tidak begitu memperhatikan penyakit tersebut, padahal serangan yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah dan berat biji per tanaman (Semangun, 2004)
Penyakit bercak daun cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora spp Jamur ini dapat disebarkan oleh angin ataupun serangga serta infeksinya dapat terjadi melalui kedua sisi daun (Sudjono, 1989). Sampai saat ini penyakit ini belum mendapat perhatian secara serius, padahal bila terjadi serangan berat dapat mengakibatkan penurunan produksi yang cukup berarti.
    Penyakit bercak kacang tanah ( Cercospora aracidicola) merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri. Bercak daun yang terdapat banyak di negara ini disebut dengan tikka, terdapat disemua negara penanam kacang tanah, termaksud di Indonesia. Menurut Raciborski, pada tahun 1900 penyakit ini sudah tersebar di seluruh Jawa. Penyakit bercak kacang tanah selalu terdapat pada daun-daun kacang tanah yag menjelang masak. Hal ini sedemikian lajimnya dianggap sebagai keadaan yang biasa, bahkan banyak petani yang masih beranggapan bahwa datangnya penyakit ini menandakan bahwa tanamannya sudah hampir masak.Menurut pengamatan iskandar muda (1985) di Sumatera Barat intensitas penyakit berkisar antara 34-38%. Sedangkan menurut Jusfah (1985) di daerah yang sama bercak daun mengurangi jumlah polong total, jumlah polong yang bernafas, berat biji, jumlah biji, berat biji per tanaman. Tergan tung dari cepat dan lambatnya timbulnya penyakit, bercak daun dapat mengurangi produksi tanaman sampai 50%. Menurut Singh (1969) di India dapat menurunkan produksi sampai 20%. Dari banyak percobaan diketahui bahwa produksi tanaman akan mengkat jika penyakit ini dikendalikan. Bahkan di Afrika diberitahukan bahwa pengendalian bercak daun dengan fungisida dapat meningkatkan produksi sampai 60% (Semangun, 1991).
    Penyakit bercak daun cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora spp Jamur
ini dapat disebarkan oleh angin ataupun serangga serta infeksinya dapat terjadi melalui kedua sisi daun (Sudjono, 1989). Sampai saat ini penyakit ini belum mendapat perhatian secara serius, padahal bila terjadi serangan berat dapat mengakibatkan penurunan produksi yang cukup berarti.
    Di Indonesia, menurut Raciborski (1898) dalam Semangun (1990), penyakit bercak daun kacang tanah pertama kali ditemukan di Pulau Jawa pada tahun 1898. Untuk penyakit karat pertama kali ditemukan oleh Triharso pada tahun 1972 di Yogyakarta, dan pada tahun yang sama ditemukan pula di Lombok dan Kalimantan Selatan. Pada saat sekarang, kedua penyakit tersebut telah tersebar di seluruh sentra-sentra produksi kacang tanah di Indonesia.
Penyakit bercak daun dan karat merupakan penyakit endemis dengan intensitas serangan yang bervariasi dari musim ke musim dan antardaerah. Hasil survei pertanian tahun 1995 menunjukkan bahwa luas serangan penyakit karat dan bercak daun di empat provinsi utama penghasil kacang tanah di Jawa masing-masing mencapai 147 ha dan 391 ha dengan intensitas serangan 11,3% dan 9,4% (BPS 1995)..
Bakteri Asam Laktat adalah kelompok bakteri yang mampu mengubah karbohidrat menjadi asam laktat (Amin, 2001). Karakter fisiologis BAL dikelompokkan sebagai bakteri gram positif, bentuk coccus atau batang yang tidak berspora , dengan asam laktat sebagai produk utama fermentasi karbohidrat (Malaka, 2005). Proses fermentasi karbohidrat dapat menghasilkan asam laktat yang dapat menurunkan pH. Penurunan nilai pH dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain, terutama bakteri patogen. Bakteri pembentuk asam laktat terbagi menjadi 2 tipe fermentasi, yaitu : 1) spesies homofermentatif yang mampu mengubah glukosa mejadi asam laktat sebagai hasil utama, 2) spesies heterofermentatif, merupakan grup yang memproduksi asam laktat dalam jumlah sedikit dan produk yang dihasilkan yaitu etanol, asam asetat, dan asam format (Moat, 2002).

Alkohol bekerja dengan mendenaturasi protein dari sel bakteri dan umumnya dibuat dalam campuran air pada konsentrasi 70% - 90%. Etanol bersifat bakterisid yang cepat, digunakan sebagai antiseptik kulit dan sebagai pengawet. Aktivitas bakterisidnya optimal pada kadar 70%. Isopropanol mempunyai aktivitas bakterisid lebih kuat dibandingkan etanol karena lebih efektif dalam menurunkan tegangan permukaan sel bakteri dan denaturasi bakteri (Elisabeth, 2012).

III. METODOLOGI

    Praktikum Ilmu Penyakit Tanaman, mengenai Isolasi dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian, Universitas Tidar, Magelang. Dilaksanakan pada hari Senin 3 Oktober 2016, Pukul 16.15 sampai selesai. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish,agar,alkohol 95%, kloroks 0,5, buah cabai, daun kacang tanah, jarum ent, kertas filter, label,kapas,lampu bunsen, plastik pembungkus.
Cara Kerja pada praktikum ini dari Isolasi jamur dari bahan tebal adalah  Sediakan petridish steril dan isi dengan PDA tegak yang telah dicairkan. Sediakan bahan yang akan diisolasi jasad reniknya, bersihkan kotoran – kotorannya dengan air .Bahan yang telah dibersihkan, pada batas antara sehat dan sakit diusap dengan alcohol 95% kemudian dikupas. Ambil bagian di bawah kulit yang sudah dikupas tersebut beberapa potong fdan letakkan pada agar di dalam petridish yang telah disiapkan. Inkubasikan pada suhu kamar 2 – 4 hari. Amati biakan yang tumbuh dan pindahkan biakan ke dalam tabung reaksi yang berisi PDA (agar miring) dengan jarum ent steri. Periksa di bawah mikroskop dan Gambar hasil isolasi. Isolasi jamur dari jaringan tipis dengan menyediakan petridish steril dan isi dengan PDA tegak yang telah dicairkan. Sediakan bahan yang akan diisolasi jasad reniknya, bersihkan kotoran – kotorannya dengan air. Potong – potong bahan tersebut baik yang sakit maupun sehat. Rendam potongan – potongan tersebut dalam klorox 0,5 selama 1 – 2 menit. Cuci potongan dalam air steril. Pindahkan potongan – potongan tersebut ke dalam petridish yang sudah ada kertas filternya. Pindahkan potongan – potongan tersebut ke dalam petridish yang telah diisi PDA. Inkubasikan pada suhu kamar 2 – 4 hari. Amati biakan yang tumbuh dan pindahkan biakan ke dalam tabung reaksi yang berisi PDA (Agar miring) dengan jarum ent steril. Periksa di bawah mikroskop dan Gambar hasil isolasi.  Isolasi bakteri dari bahan tipis dengan menyediakan petridish steril dan isilah dengan PDA tegak yang telah dicairkan. Ambillah bahan tanaman sakit dan bersihkan dari kotoran. Potong – potong bahan tersebut, sertakan bagian hyang sehat dan yang sakit. Rendam bahan yang telah dipotong di dalm klorox 0,5% selama 1 – 2 menit. Cuci bahan dengan air steril. Masukkan bahan tersebut ke dalam Petridis yang telah berisi air steril. Robek – robek bahan tersebut dengan jarum preparat hingga massa bakteri keluar dari bahan dan bercampur dengan air steril (suspensi bakteri). Dengan jarum ose, suspense bakteri diambil dan digoreskan di atas agar di dalm petridish. Inkubasikan selama 1 – 2 hari. Biakan yang tumbuh dipindah ke agar miring dengan jalan mengambil massa bakteri dari petridish dengan jarum ose, digojog hingga homogeny, lalu digoreskan pada agar miring. Amati hasilnya. Isolasi bakteri dari bahan tipis dengan menyediakan petridish steril dan isilah dengan PDA tegak yang telah dicairkan. Ambilah bahan tanaman sakit dan bersihkan dari kotoran. Potong – potong bahan tersebut, sertakan bagian yang sehat dan sakit. Rendam bahan yang telah dipotong di dalam klorox 0,5% selama 1 – 2 menit. Cuci bahan dengan air steril. Masukkan bahan tersebut ke dalam petridis yang telah berisi air steril. Robek – robek bahan tersebut dengan jarum perparat hingga massa bakteri keluar dari bahan dan bercampur dengan air steril (suspensi bakteri). Dengan jarum ose, suspensi bakteri diambil dan digoreskan di atas agar di dalam petridish. Inkubasikan selama 1 – 2 hari. Biarkan yang tumbuh dipindahkan ke agar miring dengan jalan mengambil massa bakteri dari petridish dengan jarum ose, digojog homogen, lalu digoreskan pada agar miring, dan Amati hasilnya.



IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentudari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobianya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal. Isolasi dapat dilakukan dengan dua metode yaitu metode cawan tuang dan metode cawan gores. Ada berbagai cara untuk mengisolasi bakteri dalam biakan murni yaitu, cara pengenceran, cara penuangan, cara penggesekan atau penggoresan, cara penyebaran, cara pengucilan 1 sel, dan cara inokulasi pada hewan.
Teknik Postulat Koch meliputi empat tahapan, yaitu asosiasi, isolasi, inokulasi, dan reisolasi. Asosiasi yaitu menemukan gejala penyakit dengan tanda penyakit (pathogen) pada tanaman atau bagian tanaman yang sakit. Isolasi yaitu membuat biakan murni pathogen pada media buatan (pemurnian biakan). Inokulasi adalah menginfeksi tanaman sehat dengan pathogen hasil isolasi dengan tujuan mendapatkan gejala yang sama dengan tahap asosiasi. Reisolasi yaitu mengisolasi kembali patogen hasil inokulasi untuk mendapatkan biakan patogen yang sama dengan tahap isolasi.
Penyebab penyakit antraknosa adalah jamur Colletotricum capsici. .iamur Colletotricum capsici tergolong pada Divisi Eumycota, Subdivisi Deuteromycotina, Kelas Deuteromycetes, Ordo Melanconiales dan Genus Colletotrichum . Dalam hasil pengamatan antraknosa memberikan ciri-ciri koloni putih dan orange. Koloni berwarna orange yang merupakan ciri-ciri jamur Colletotricum capsici.
Penyakit bercak daun cercospora merupakan penyakit paling sering menyerang
pertanaman kacang tanah di lapangan. Sampai saat ini petani tidak begitu memperhatikan penyakit tersebut, padahal serangan yang berat dapat mengakibatkan berkurangnya jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah dan berat biji per tanaman . Penyakit bercak kacang tanah ( Cercospora aracidicola) merupakan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri. Bercak daun yang terdapat banyak di negara ini disebut dengan tikka, terdapat disemua negara penanam kacang tanah, termaksud di Indonesia.
    Dalam praktikum ini , media ditambahkan dengan asam laktat untuk mengurangi kontaminasi bakteri. Pada saat isolasi tanaman inang diolesi alkohol dan kloroks. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terserang infeksi mikroba luar. Sehingga keberhasilan isolasi meningkat dan infeksi akibat dari mikroba luar menurun.



Hasil pengukuran pada isolasi cabai (Colletotricum capsici)
   
Pada praktikum ini dilakukan pengisolasian mikroba yang merupakan suatu cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni. Kultur murni ialah kultur yang sel-sel mikrobanya berasal dari pembelahan dari satu sel tunggal.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan bahwa diameter koloni pada media tumbuh dan bertambah banyak. Hal ini disebabkan bakteri yang ditumbuhkan pada media tumbuh karena media yang digunakan sesuai dengan karakteristik nutrisi, suhu, pH, dan lingkungan yang dibutuhkan bakteri untuk tumbuh sehingga bakteri dapat tumbuh dengan baik. Bentuk bakteri yang telah didapat dari hasil isolasi dari biakan murni yang telah tersedia adalah berbentuk lapisan pada atas permukaan media berwarna putih orange dan menyebar diatas permukaan media. 







Hasil pengukuran pada isolasi kacang tanah (Cercospora aracidicola)

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan, didapatkan bahwa diameter koloni pada media tumbuh dan bertambah banyak. Pada minggu pertama sampai minggu ketiga koloni tumbuh bertambah banyak tapi pada minggu ke empat sampai ketujuh pertumbuhan tidak terlalu cepat dibandingkan dengan minggu pertama sampai minggu ke tiga. Hal ini disebabkan jamur yang ditumbuhkan pada media tumbuh karena media yang digunakan sesuai dengan karakteristik nutrisi, suhu, pH, dan lingkungan yang dibutuhkan jamur untuk tumbuh sehingga jamur dapat tumbuh dengan baik. Bentuk jamur yang telah didapat dari hasil isolasi dari biakan murni yang telah tersedia adalah berbentuk lapisan pada atas permukaan media berwarna putih dan menyebar diatas permukaan media. 

V. KESIMPULAN
1. Isolasi adalah cara untuk memisahkan atau memindahkan mikroba tertentu dari  lingkungannya, sehingga diperoleh kultur murni atau biakan murni.
2.  Postulat Koch memanfaatkan kemajuan metoda laboratorium dan menentukan kriteria yang diperlukan untuk membuktikan bahwa mikroba spesifik merupakan penyebab penyakit tertentu.
3. Penyebab penyakit antraknosa adalah jamur Colletotricum capsici dan Penyakit bercak daun cercospora disebabkan oleh jamur Cercospora spp
4. Diameter  koloni pada media tumbuh bertambah pada setiap harinya.


DAFTAR PUSTAKA

Agrios,G.N.1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan. Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Amin . 2001. Efektifitas Bakteri Asam Laktat dalam Menghambat bakteri . Erlangga.

Pamekas,T. 2007. Potensi Ekstrak Cangkang Kepiting Untuk Mnegendalikan Penyakit Pasca Panen Antraknosa pada Buah Cabai merah. Universitas Bengkulu.Bengkulu, Vol(10) No 1 , hal :72-75

Arif, A. 2007. Isolasi dan Identifikasi Jamur Kayu dari Hutan Pendidikan dan Latihan Taboo-Tabo Kecamatan Bungoro Kabupaten Pangkep. Perrenial, 3(2): 49-54.
BPS. 1995. Survei Pertanian. Luas dan Intensitas Serangan Jasad Pengganggu Padi dan Palawija di Indonesia. BPS, Jakarta. 241 hlm.

Elisabeth. 1960. A Medium for the Cultivation of Lactobacilli. J. Appl. Bact. 23. 130-135.

Gilang, Restu. 2012. Postulat koch. Di unduh 10 Oktober 2016 di http://restugilang08.student.ipb.ac.id/2010/06/21/postulat-koch/
Hakikah, Sylvia. 2010. Postulat Koch. Di unduh 10 Oktober 2016 di http://sylviahakikah08.student.ipb.ac.id/2010/06/20/postulat-koch/html.
Halimi, E. S., Zaidan, A. Hendryan dan Hcrmawan. 1997. Studi Penerapan Scieksi In-Vitro Untuk Sifat Resistensi Terhadap Penyakit Anlraknosa pada Tanaman Cabai {Capsicum sp). Prosiding Seminar Hasil Penelitian Ilmu-Ilniu Pertanian: Pekanbaru, Juni 1999. Hal. 31-41 .

Jusfah, J. 1985. Pengaruh Cercospora personata terhadap hasil kacang tanah (Arachis hypogaea). hlm. 81-82. Kongres Nasional VIII PFI, Jakarta, Oktober 1985.

Lakshmi U1, Sri Deepthi R2, Pedda Kasim D3, Suneetha P4  Krishna MSR.2014. Anthracnose, a Prevalent Disease in Capsicum.Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences : India

Malaka, R dan A. Laga. 2005. Isolasi dan identifikasi Lactobacillus bulgaricus strain ropy dari yogurt komersial. Sains dan Teknol. 5(1):50-58.

Moat, A,G. 2002.Microbial Physiologi, Jhon Wiley and Sons , New York,600 p.

Mutiara, T, dkk. 2006. Ilmu Pengetahuan Alam. Jakarta: Erangga.
Purnomo, Bambang dkk. 2015. Penuntun praktikum penyakit tanaman. Laboratorium IHPT : Fakultas Pertanian UNIB.
Rahmaningsih, S, dkk. 2012.. Bakteri Patogen dari Perairan Pantai dan Kawasan Tambak di Kecamatan Jenu Kabupaten Tuban. Ekologia, 12(1):1-5.
Saryono, dkk. 2002. Isolasi dan Karakteristik Jamur Penghasil Inulinase yang Tumbuh pada Umbi Dahlia. Natural Indonesia, 4(2): 171-177.
Semangun, H., 2000. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan Di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Setiadi. 2001. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta.
Singh, R.S. 1969. Plant Diseases. Oxford Ibh Publishing Co. PVT.LTD, New
Delhi, India.
Semangun, H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. Gadjah Mada Univ. Press, Yogyakarta. 449 hlm.

Sudjono, M.S. 1989. Ketahanan varietas unggul dan kehilangan hasil kacang tanah terhadap penyakit karat dan bercak daun Cercospora. Penelitian Pertanian 9(1): 19-22. Sunihardi, Yunastri, dan S.

Semangun, H. 2004. Penyakit-penyakit tanaman hortikultura di Indonesia Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta.

Sinclair. 1994. Livestock and Farm Management. Advisers at The Unit. NAC

PEMBUATAN MEDIA DAN STERILISASI

PEMBUATAN MEDIA DAN STERILISASI

I. Tujuan Praktikum
    1. Dapat melakukan pembuatan media
    2. Dapat melakukan sterilisasi alat dan media
II. Tinjauan Pustaka
Mahluk hidup yang ada di bumi tidak hanya terdiri dari makhluk hidup yang dapat dilihat oleh mata telanjang, tetapi ada juga mikroorganisme yang berukuran kecil dan hanya dapat dilihat dengan menggunakan teknik dan peralatan khusus. Mikroorganisme (jasad renik) merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat kecil. Mikroorganisme mempengaruhi kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung yang bisa berdampak positif maupun negatif bagi kehidupan manusia (Kusnadi, 2003).
Untuk menelaah mikroorganisme di laboratorium, kita harus dapat menumbuhkan mereka. Mikroorganisme dapat berkembang biak dengan alami atau dengan bantuan manusia. Mikroorganisme yang dikembangkan oleh manusia diantaranya melalui substrat yang disebut media. Untuk melakukan hal ini, haruslah dimengerti jenis-jenis nutrien yang diisyaratkan oleh bakteri dan juga macam lingkungan fisik yang menyediakan kondisi optimum bagi pertumbuhannya (Mila, 2005).
Media adalah suatu substansi yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembang biakan jasad renik (mikroorganisme). Media dapat berbentuk padat, cair dan semi padat (semi solid) . Didalam laboratorium mikrobiologi, kultur media sangat penting untuk isolasi, pengujian sifat-sifat phisis dan biokhemis bakteria serta untuk diagnosa suatu penyakit . Zat makanan yang dibutuhkan bakteri pada umumnya sangat bervariasi, dapat berbentuk senyawa-senyawa organik sederhana atau senyawa-senyawa organik komplek (majemuk). Untuk menumbuhkan bakteri pada tanah cukup dengan mempergunakan senyawa organik sederhana, tetapi bakteri patogen membutuhkan media yang mengandung ekstrak daging bagi pertumbuhan dan perkembang biakannya. Ekstrak daging mengandung antara lain : asam-asam amino dan pepton (Supar dan Ibrohim,
1981) . Pepton adalah sebagai sumber/persediaan nitrogen bagi pertumbuhan bakteri, mudah larut dalam air, tidak rusak/menggumpal pada suhu tinggi dan juga berfungsi sebagai buffer (penyangga) . Pepton dapat dibuat dengan pengasaman atau hidrolisa dengan enzym dari protein hewani atau protein nabati, seperti : otot, hati, darah, susu, kasein, laktalbumin, gelatin dan kacang kedelai (Cowan, 1975) .
Medium atau media agar adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran nutrisi yang banyak dipakai untuk isolasi, memperbanyak, pengujian, sifat-sifat fisiologi dan juga untuk perhitungan mikroba. Medium dapat dibedakan menjadi tiga macam, berdasarkan susunan kimia yaitu medium organik, medium anorganik, medium sintetik dan medium nonsintetik. Berdasarkan fungsinya yaitu  medium diperkaya, medium spesifik, medium diferensiasi, medium penghitung dan medium penguji(Suriawiria, 2005).
Dalam medium harus ada nutrisi yang merupakan kebutuhan dasar dari mikroorganise yang meliputi air, karbon, energi dan mineral. Air sangat berperan penting karena air merupakan komponen dasar protoplasma, jalan masuknya nutrien kedalam sel, dan juga reaksi enzimatik. Air yang baik digunakan dalam pembuatan medium organisme adalah air suling, karena kalau air sadah yang digunakan  untuk pembuatan medium yeng terbentuk dari ekstrak dari ekstrak daging dan pepton maka akan terbentuk endapan fosfat dan magnesium fosfat. Dengan adanya endapan tersebut maka akan menghambat bagi pertumbuhan biakan yang di tanam dalam medium(Dwidjoseputro, 2002).
Pertumbuhan bakteri selain memerlukan nutrisi, juga memerlukan pH yang tepat. Kebanyakan bakteri tidak dapat tumbuh pada kondisi yang terlalu basa, kecuali Vibrio cholerae yang dapat hidup pada pH lebih dari 8. Suhu juga merupakan variabel yang perlu dikendalikan. Kelompok terbesar yaitu mesofil, suh optimum untuk pertumbuhannya 20-40oC (Suryanto, 2006).
Media adalah substansi yang terdiri atas campuran zat-zat makanan yang dipergunakan untuk pemeliharaan dan pertumbuhan mikroorganisme. Mikroorganisme juga merupakan mahluk hidup, untuk memeliharanya dibutuhkan medium yang harus mengandung semua zat yang diperlukan untuk pertumbuhannya, yaitu antara lain senyawa-senyawa organik (protein, karbohidrat, lemak, mineral, dan vitamin). Medium digunakan untuk melihat gerakan dari suatu gerakan mikroorganisme apakah bersifat motil atau non motil, medium ini ditambahkan bahan pemadat 50% (Sutarma,2000).
Secara umum medium dapat dibedakan atas medium alami maksudnya medium yang murni berasal dari alam, medium semi buatan yaitu campuran bahan-bahan kimia dan bahan alami, sedangkan medium buataan adalah medium yang seluruhnya dibuat oleh manusia. Menurut Yusuf Hidayat (2000) Berdasarkan konsistensi atau kepadatannya, medium dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Medium padat (solid medium) yaitu media yang mengandung agar 15% sehingga    setelah dingin media menjadi padat.
2. Medium setengah padat (semi solid medium) yaitu media yang mengandung agar 0,3-0,4% sehingga menjadi sedikit kenyal, tidak padat, tidak begitu cair. Media semi solid dibuat dengan tujuan supaya pertumbuhan mikroba dapat menyebar ke seluruh media tetapi tidak mengalami percampuran sempurna jika tergoyang. Misalnya bakteri yang tumbuh pada media NfB (Nitrogen free Bromthymol Blue) semisolid akan membentuk cincin hijau kebiruan dibawah permukaan media, jika media ini cair maka cincin ini dapat dengan mudah hancur. Semisolid juga bertujuan untuk mencegah/menekan difusi oksigen, misalnya pada media Nitrate Broth, kondisi anaerob atau sedikit oksigen meningkatkan metabolisme nitrat tetapi bakteri ini juga diharuskan tumbuh merata diseluruh media.
3. Medium cair (liquid medium) yaitu media yang tidak mengandung agar, contohnya adalah NB (Nutrient Broth), LB (Lactose Broth).
4. Medium semi solid dan solid menggunakan bahan pemadat (seperti amilum, gelatin, selulosa dan agar-agar). Untuk medium padat/solid kita dapat menggunakan agar-agar dengan kadar 1,5%-1,8%, dan pada medium  semi solid  kadarnya setengah dari medium  padat,  sedangkan  pada  medium cair  tidak  diperlukan  pemadat. (Yusuf Hidayat,2000)

Pembuatan medium Nutrien Agar (NA) menggunakan bahan utama beef ekstrak 5 g, peptom 3 g dan agar 3 g. Pada awal pengamatan medium Nutrien Agar, sebelum proses sterilisasi berwarna kuning, setelah sterilisasi warna medium menjadi agak coklat. Pada pembuatan medium NA ini ditambahkan pepton agar mikroba cepat tumbuh, karena mengandung banyak N2 (Dwidjoseputro, 1994). Agar yang digunakan dalam proses ini untuk mengentalkan medium sama halnya dengan yang digunakan pada medium PDA yang juga berperan sebagai media tumbuh yang ideal bagi mikroba (Schlegel 1993).
Tahapan pembuatan media yaitu Penimbangan, penggunaan pelarut dan wadah, Pengukuran derajat keasaman (pH), Pengisian dan Sterilisasi, Kontrol sterilitas, uji pertumbuhan dan penyimpanan. Penimbangan, penggunaan pelarut dan wadah dilakukan dengan Media yang akan dibuat selain yang siap pakai, artinya untuk membuatnya tinggal menimbang dengan jumlah tertentu kemudian melarutkannya, ada pula yang harus diramu dengan komposisi yang ditentukan (Anonymous, 1994) . Timbangan yang praktis dipakai adalah timbangan "top loading" Sartorius yang mempunyai angka 2 atau 3 desimal (2 atau 3 angka dibelakang koma) . Aquadest digunakan sebagi pelarut untuk  menghindari adanya bahan-bahan yang dapat mempengaruhi kelarutan, wadah tempat melarutkan, jika jumlahnya sedikit dipakai alat-alat gelas seperti erlenmeyer atau gelas piala, jika pembuatannya dengan jumlah banyak dipakai ember yang terbuat dari stainless . Wadah dari tembaga atau seng tidak digunakan untuk menghindari terjadinya kelarutan pada kedua metal tersebut, karena keduanya diketahui mudah teroksidasi dan korosif. Jumlah sekecil apapun dari kedua metal ini jika terlarut dalam media akan bersifat sebagai bakterisidal (Collin dan Patricia, 1987) .
Pengukuran derajat keasaman atau eksponen hidrogen (pH) media sangat penting. Jika terlalu asam atau basa, maka pertumbuhan bakteri akan dihambat . Hampir semua bakteri tumbuh pada media pH 7 .00 - 7 .50, dan hanya beberapa saja yang tumbuh pada media yang pH nya dibawah 7 .0, misalnya Mycobakterium, yaitu bakteri tahan asam yang tumbuh pada media pH 6 .8 . Pengukuran pH hendaknya dilakukan pada suhu kamar, untuk menghindari penyimpangan/kesalahan . Pengukuran bisa dilakukan dengan : kertas penunjuk (indikator), pH meter elektrik dan zat penunjuk. Untuk memperoleh pH media yang kehendaki, jika terlalu rendah dipakai tetesan larutan NaOH I N, sebaliknya jika terlalu tinggi diturunkan dengan tetesan larutan HCL' 1 N. Zat penunjuk dipakai khususnya pada media diferensial yang mengandung karbohidrat atau unsur karbon lain, digunakan untuk mempelajari sifat-sifat bakteri . Jika penunjuk yang dipakai adalah phenol red, maka warna media adalah merah, karena pH 7 .0 - 7.5.
Pengisian media yang sudah diukur pH nya kedalam tabung/botol sebaiknya jangan terlalu penuh untuk menghindari tumpah atau pecah jika disterilkan. Untuk bentuk padat yang mengandung 2% agar-agar atau bentuk semi solid yang mengandung 0,2% - 0,5% agar-agar, sehelum diisikan harus dipanaskan dahulu supaya agarnya larut dan homogen. Sedangkan untuk pembuatan media agar plat. dimasukan kedalam erlenmeyer yang kemudian ditutup dengan kapas/alumunium foil . Media dalam tabung, botol atau erlenmeyer, kemudian disterilkan dengan uap air jenuh bertekanan (autoclave) . Pada proses ini ada hubungan antara suhu yang diinginkan dengan tekanan uap airnya Dengan sterilisasi sel-sel vegetatif dan spora bakteri akan mati . Jika media tersebut mengandung bahan-bahan yang tidak bisa disterilkan dengan autoclave, dapat disterilkan dengan uap air yang mengalir, suhunya 100°C (steam) . Lama sterilisasi dengan steam bervariasi antara 10 - 30 menit, tergantung bahan yang disteril, media yang mengandung selenit atau tetrationat cukup 10 menit, dan untuk karbohidrat 30 menit (Cowan, 1975) . Untuk mensterilkan bahanbahan yang tidak tahan terhadap panas, misal serum, beberapa macam vitamin dilakukan sterilisasi dengan menggunakan saringan, yaitu mengunakan kertas saring ashes (SEITZ EK), dengan bantuan pompa vakum yang bisa menyedot atau menekan udara.Sedangkan untuk mensterilkan alat-alat gelas, dipakai sterilisasi panas kering (hot air open), suhunya 160°C selama I jam atau 170°C selama 40 menit (Collin dan Patricia, 1987) . Pada pengisian kedalam cawan-cawan petri dilakukan secara aseptik didalam "biohazard" atau dekat nyala api bunsen untuk menghindari kontaminan dari udara . Pada pembuatan media agar slope (agar miring), media dalam tabung/botol yang masih panas/cair dimiringkan dan diganjal dengan tabung kaca, lalu diatur sedemikian sehingga ujung media tidak terlalu dekat dengan leher botol/tabung .

Media yang dibuat sebelum digunakan harus dikontrol dahulu sterilitasnya, yaitu dengan menyimpan didalam inkubator pada suhu 370C selama 24 jam . Media yang terkontaminasi harus dibuang . Beberapa sampel media yang sudah dikontrol sterilitasnya diuji pertumbuhannya dengan bakteri yang cocok untuk penggunaan media tersebut, misal untuk media agar Brilian green (BRG) digunakan bakteri Salmonella, dan untuk agar Mac Conkey (MCC) digunakan bakteri E.coli . Media yang baik adalah apabila media BRG dengan pertumbuhan Sabnonella harus berubah warna menjadi merah, dan media MCC dengan pertumbuhan E.coli harus berubah menjadi merah . Media-media yang sudah dikontrol sterilitas dan uji pertumbuhannya selaina belum digunakan harus disimpan didalam lemari pendingin (cool room) suhu 50C-80C .

Dalam suatu laboratorium, ada banyak jenis alat – alat yang digunakan, salah satu jenis alat yang sering digunakan dalam laboratorium mikrobiologi adalah alat sterilisasi. Dalam laboratorium, sterilisasi media dilakukan dengan menggunakan autoklaf yang menggunakan tekanan yang disebabkan uap air, sehingga suhu dapat mencapai 1210C. Sterilisasi dapat terlaksana bila mencapai tekanan 15 psi dan suhu 1210C selama 15 menit. Media biakan yang telah disterilkan harus diberi penutup agar tidak dicemari oleh mikroorganisme yang terdapat disekelilingnya (Lay,W.B 1994).

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Proses sterilisasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas (pemijaran dan udara panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida, asam perasetat, formaldehida dan glutaraldehida alkalin) (Hadioetomo,1993).

Bahan ataupun peralatan yang digunakan dalam praktikum mikrobiologi harus dalam keadaan steril (Suriawiria,1995). Yang dimaksud steril berarti pada bahan atau peralata tersebut tidak didapatkan mng tidak diharapkan kehadirannya, baik mikroba yang akan mengganggu atau merusak media ataupun mengganggu kehidupan dan proses yang sedang
dikerjakan (Suriawiria,1995). Steril berarti akan didapatkan melalui sterilisasi, yang berarti proses atau kegiatan membebaskan suatu bahan atau benda dari semua bentuk kehidupan. Pada prinsipnya sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu secara mekanik, fisika dan kimiawi.

Beberapa macam radiasi dapat bersifat letal (mematikan) terhadap selsel mikroba dan juga sel-sel organisme lain. Radiasi macam ini meliputi bagian dari spektrum elektromagnetik (radiasi ultraviolet, gama, dan sinar X) dan sinar-sinar katode (elektron berkecepatan tinggi). (Michael J. et. Al 2005). Sterilisasi ini menggunakan sinar gelombang pendek (220-290) nm, berguna untuk mensterilkan udara, air, plasma darah. Sinar ultra ungu daya penetrasinya lemah dilewatkan (dialirkan) atau ditempatkan langsung dibawah sinar ultra ungu dalam lapisan-lapisan tipis.

Sterilisasi dengan uap air panas, bahan yang mengandung cairan tidak dapat disterilkan dengan oven sehingga digunakan alat ini. alat ini disebut Arnold steam sterilizer dengan suhu 1000Cdalam keadaan lembab. Secara sederhana dapat pula digunakan dandang. Mula-mula bahan disterilkan pada suhu 1000C selama 30 menit untuk membunuh sel-sel vegetatif mikrobia. kemudian disimpan pada suhu kamr 24 jam untuk memberi kesempatan
spora tumbuh menjadi sel vegetatif, lalu dipanaskan lagi 1000C 30 menit. dan diinkubasi lagi 24 jam dan disterilkan lagi, jadi ada 3 kali sterilisasi. Banyak bakteri berspora belum mati dengan cara ini sehingga dikembangkan cara berikutnya yaitu uap air bertekanan (Machmud 2008).
Sterilisasi bahan yang tidak tahan panas, seperti misalnya ekstrak tanaman, media sintetik tertentu, dan antibiotik dilakukan dengan penyaringan. Dasar metode ini semata-mata ialah proses mekanis yang membersihkan larutan atau suspensi dari segala organisme hidup dengan melewatkannya pada suatu saringan, misalnya menggunakan saringan Seitz. Cara lain untuk sterilisasi ialah menggunakan radiasi. Bahan radiasi yang umum digunakan yaitu sinar gamma (Khopkar 2003).



III. Metodologi
Praktikum Ilmu Penyakit Tanaman, mengenai  Pembuatan Media dan Sterilisasi dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian, Universitas Tidar, Magelang. Dilaksanakan pada hari Senin 26 September 2016, Pukul 16.00 sampai selesai. Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah petridish,agar, Potongan kentang 200 gram,Dextrose 20 gram, Agar 20 gram, Aquades 1000 ml, autoclave, Beef Agar 3 gram, Peptone 5 gram,Dextrose 10 gram,Yeast ekstrak 5 gram, Agar 20 gram, kertas Ph, lampu bunsen, plastik pembungkus.
Cara Kerja pada praktikum ini adalah pembuatan media PDA untuk menumbuhkan jamur dengan cara Kentang yang sudah dicuci dipotong – potong kemudian direbus dalam air sampai mendidih. Ekstrak kentang dipisahkan dan ditambah aquades sampai volume 1000 ml. Kemudian ditambahkan dextrose dan agar lalu dilarutkan di atas api. Sesudah larutan ekstraknya disaring dengan kain kemudian diisikan ke dalam tabung reaksi steril volume 10 ml untuk agar tegak dan 5 ml untuk agar miring dan disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1200 C atau tekanan 1 atm selama 15 – 20 menit. Dan pembuatan media NA dengan cara masukkan semua bahan pada gelas piala kemudian Media diatur pHnya pada 7,2 dan kemudian disterilkan di dalam autoclave pada suhu 1200 Cselama 15 – 20 menit.
IV. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
Media adalah suatu substansi yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembang biakan jasad renik (mikroorganisme). Media dapat berbentuk padat, cair dan semi padat (semi solid) .

Nutrient Agar (NA) merupakan suatu medium yang berbentuk padat, yang merupakan perpaduan antara bahan alamiah dan senyawa-senyawa kimia. NA dibuat dari campuran ekstrak daging dan peptone dengan menggunakan agar sebagai pemadat. Dalam hal ini agar digunakan sebagai pemadat, karena sifatnya yang mudah membeku dan mengandung karbohidrat yang berupa galaktam sehingga tidak mudah diuraikan oleh mikroorganisme. Dalam hal ini ekstrak beef dan pepton digunakan sebagai bahan dasar karena merupakan sumber protein, nitrogen, vitamin serta karbohidrat yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang. Medium Nutrient Agar (NA) merupakan medium yang berwarna coklat muda yang memiliki konsistensi yang padat dimana medium ini berasal dari sintetik dan memiliki kegunaan sebagai medium untuk menumbuhkan bakteri.

Medium PDA (Potato Dekstrosa Agar) berdasarkan susunannya merupakan medium organik semi alamiah atau semi sintetis sebab terdiri dari bahan alamiah yang ditambah dengan senyawa kimia; berdasarkan konsistensinya merupakan medium padat karena mengandung agar yang memadatkan medium; berdasarkan kegunaannya merupakan medium
untuk pertumbuhan jamur. Medium PDA terdiri dari kentang yang berfungsi sebagai sumber energi, nitrogen organik, karbon dan vitamin, dekstrosa sebagai sumber karbon, agar sebagai bahan pemadat medium dan aquadest sebagai pelarut untuk menghomogenkan medium dan
sumber O2. Penuangan media yang telah dibuat ke dalam petridish dilakukan dalam kondisi steril agar tidak terjadi kontaminasi (biasanya terjadi akibat tumbuhnya kapang, seperti Penicilium dalam biakan). Media yang dituang hendaknya tidak terlalu panas, karena selain mengganggu proses penuangan juga masih mengeluarkan uap yang akan menempel pada
cawan penutup, sehingga mengganggu proses pengamatan. Pada metode ini, koloni akan tumbuh di dalam media agar. Kultur diletakkan terbalik, dimasukkan di dalam plastik dengan diikat kuat kemudian diletakkan dalam inkubator.

Sterilisasi merupakan suatu proses untuk mematikan semua organisme yang teradapat pada suatu benda. Ada tiga cara utama yang umum dipakai dalam sterilisasi yaitu penggunaan panas, penggunaan bahan kimia, dan penyaringan (filtrasi). Apabila panas digunakan bersama-sama dengan uap air maka disebut sterilisasi basah, bila tanpa kelembapan maka disebut sterilisasi kering. Medium merupakan bahan yang digunakan untuk menumbuhkan mikroorganisme diatas atau didalamnya. Sebelum menumbuhkan mikroorganisme, pertama-tama kita harus memahami kebutuhan dasarnya lalu mencoba memformulasikan suatu medium yang memberikan hasil baik. Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan percobaan untuk menambah pengetahuan tentang cara pembuatan medium dan juga cara menstrilisasikan medium. Autoklaf adalah alat yang digunakan untuk sterilisasi. Autoklaf termasuk dalam teknik sterilisasi secara fisika dengan prinsip arus uap dan tekanan. Alat ini sering digunakan dalam teknik pensterilan karena tingkat koefisien dan sifat alat yang tidak merusak kandungan dalam media pertumbuhan yang dipakai yaitu NA, PDA.  Sterilisasi yang dilakukan bertujuan untuk menghindari kontaminasi, yaitu masuknya mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sterilisasi merupakan suatu proses (kimia dan fisika) yang membunuh semua bentuk hidup terutama mikroorganisme.

Sterilisasi secara fisika yang menggunakan arus uap dan tekanan yang tinggi untuk mematikan mikroorganisme. Alat yang memakai prinsip ini adalah autoklaf. Uap panas dapat mematikan mikroorganisme karena mikroorganisme mengandung senyawa protein yang akan mengalami degradasi jika terkena panas. Dalam proses ini juga memerlukan tekanan sehingga arus panasnya dapat menembus kista atau dinding pelindung mikroba.
Sebelum peralatan di masukkan ke dalam autoklaf.  untuk proses sterilisasi, maka terlebih dahulu peralatan tersebut bersihkan dengan cara dicuci, kemudian alat yang sudah bersih dibungkus dengan menggunakan kertas sampul coklat dan untuk erlenmeyer dan tabung reaksi disumbat mulutnya menggunakan kapas, dimana tujuan dari pembungkusan dengan menggunakan kertas sampul coklat dan penyumbatan ini adalah:
1. Untuk menghindari kontaminasi karena bagian mulut adalah bagian yang rentan kontaminasi.
2. Agar mikroba tidak dapat masuk berdasarkan luas area kontak dengan udara.
3. Untuk mencegah penguapan air pada bagian mengkilap karena bagian mengkilap dapat menyerap cahaya.
4. Menjaga semua alat dan bagiannya dalam kondisi bersih dan steril dan siap digunakan setiap waktu, dan terjaga dari kontaminan lingkungan.
5. Untuk menyerap air dari uap panas yang dikeluarkan autoklaf.

Kemudian alat-alat yang akan disterilisasi dimasukkan ke dalam autoklaf selama 15sampai 20 menit. Batas air bawah rak kukus harus diperiksa karena batas air di dalam rak kukus harus berlebih untuk membentuk uap air yang jenuh. Suhu autoclave dalam percobaan ini adalah 1200C, dengan demikian maka segala bentuk mikroorganisme dapat dimatikan.

Autoclave menggunakan uap air murni (lebih ringan dan lebih panas dari udara) untuk sterilisasi sehingga udara yang terdapat dalam wadah harus dikeluarkan. Pada saat sumber panas dinyalakan, air dalam autoclave lama kelamaan akan mendidih dan uap air yang terbentuk mendesak udara yang mengisi autoclave. Setelah semua udara dalam autoclave diganti dengan uap air, katup uap/udara ditutup sehingga tekanan udara dalam autoclave naik. Pada saat tercapai tekanan dan suhu yang sesuai, maka proses sterilisasi dimulai dan timer mulai menghitung waktu mundur. Setelah proses sterilisasi selesai, sumber panas dimatikan dan tekanan dibiarkan turun perlahan hingga sama dengan tekanan atmosfer. Autoclave tidak boleh dibuka sebelum tekanan turun sampai nol. Hal yang sering keliru adalah dengan menutup semua katup rapat-rapat sebelum udara dalam wadah digantikan oleh uap air. Adanya udara dalam wadah saat sterilisasi dapat mengakibatkan kurang efisiennya sterilisasi. Autoclave hanya dapat mencapai suhu maksimal pada kondisi uap air murni. Grafik berikut menggambarkan penurunan suhu jika terdapat campuran udara pada wadah autoclave saat sterilisasi.

Setelah peralatan dan media padat selesai disterilisasikan dengan menggunakan autoclave, selanjutnya proses penanaman bakteri. Terlebih dahulu media padat yang telah homogen dituang ke dalam petridish dan tabung reaksi. Kemudian media padat didinginkan sejenak hingga mengeras di dalam clean bench. Pada saat didiamkan posisi tabung reaksi dimiringkan. Hal ini bertujuan untuk memperluas bidang permukaan dari media padat didalam tabung reaksi. Setelah media padat mengeras dituangkan media cair ke dalam petridish dan tabung reaksi yang berisikan media padat, yang sebelumnya telah dibuat goresan pada media padat tersebut. Dibuat tempelan bakteri dan jamur pada media padat.

V. Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat pada praktikum pembuatan media dan sterilisasi ini adalah sebagai berikut:
1.    Alat dan bahan yang akan digunakan untuk membuat media haruslah steril.
2.     Media harus mengandung nutrien.
3.     Media harus memiliki pH dan osmotik yang sesuai dengan mikroorganisme.
4.    Media PDA dan NA digunakan untuk memelihara dan pertumbuhan mikroorganisme.















DAFTAR PUSTAKA
Anonymous 1982. The Oxoid Manual of Culture Media, Ingredients and other Laboratory Service, Fifth edition.Basingstok -England.
Collin.CH and Patricia M .Lyne 1987 Microbiological Method, Fifth edition . Butterworths, London .
Cowan ST 1975, Cowan and Steel's Manual for identification of medical bacteria Second edition, Cambridge University Press . Cambridge .
Dwidjoseputro, D. 2002. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan,Malang.
Hadioetomo, R.S. 1993. Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek. Gramedia, Jakarta.
Khopkar, S.M 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia. Jakarta.
Kusnadi. 2003. Mikrobiologi. JICA, Malang.
Lay, W. B. (1994). Analisis Mikrobiologi di Laboratorium. Jakarta : Penerbit PT. Raja Grafindo Persada. Hal. 32, 71-73.
Machmud, M. 2008. Teknik Penyimpanan dan Pemeliharaan Mikroba. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan, Bogor.
Michael J. dan E.C.S. Cha 2005. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2. Jakarta: UIPress.
Mila. 2005. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Erlangga, Jakarta.
Schegel, G.H. 1993. General Microbiologi seventh edition. Cambrige University Press, USA.
Suriawiria, U. 2005. Mikrobiologi Dasar. Jakarta :Papas Sinar Sinanti
Suryanto. 2006. Bahan Ajar : Mikrobiologi.USU-Press, Medan.

Sutarma.2000. Jurnal Teknik Pembuatan Kultur Media Bakteri, Yusuf  Hidayat dan Sutarma,Balai Penelitian Veteriner, JL.R.E Martadinata,30 Bogor 16114


Unus Suriawiria .1995. Pengantar Mikrobiologi Umum. Bandung. Angkasa
Yusuf Hidayat. Jurnal Teknik Pembuatan Kultur Media Bakteri. Balai Penelitian Veteriner, JL.R.E Martadinata,30 Bogor 16114