Rabu, 11 Mei 2016
Budidaya Padi Metode SRI
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peningkatan produktivitas padi merupakan kunci pembangunan kemandirian pangan Indonesia.Upaya ini bukan saja dihadapkan pada batas kemampuan teknologi dan pengaturan yang ada selama inidenganpermasalahansosiokultural yang menyertainya namun juga dituntut untuk dapat memenuhi criteria ramah lingkungan dan mutu produk yang lebih sehat (Masyud, 2013).
Pemerintah telah mentargetkan swasembada beras dan bahkan surplus beras sebanyak 10 juta ton padatahun 2014, melalui program peningkatan produksi beras Nasional (P2BN). Program ditempuh antara lain melalui penerapan dan pengembangan System of Rice Intensification (SRI), selain SL-PTT dan GP3K. Oleh karena paket teknologi SRI ini relative baru, maka kinerja SRI di lapang perlu dievaluasi sejak awal program, mengingat pada tahun 2013 dan 2014 target untuk pengembangan SRI adalah 200.000 ha dan 250.000 ha, sedangkan pada 2012 ditargetkan hanya 35.000 ha dari asalnya 11.920 ha tahun 2011 (Makarim, 2012).
Untukmeningkatkanhasilproduksi (khususnyapadi) biasanya petani mengupayakannya dengan meningkatkan biaya produksi diantaranya berupa peningkatan penggunaan kuantitas dan kualitasbenih,pupuk dan pestisida / insektisida. Pada awalnya penambahan biaya produksi ini bias memberikan peningkatan kepada hasil pertanian,namun untuk selanjutnya tingkat produksi kembali menurun.Salah satu harapan sebagai solusi terbaik bagi pertanian di Indonesia dalam peningkatan hasil produksi yaitu melalui pola pertanian dengan System of Rice Intensification (SRI). SRI merupakan salah satu pendekatan dalam praktek budidaya padi yang menekankan pada manajemen pengelolaantanah, tanamandan air melalui pemberdayaan kelompok kearifan lokal yang berbasis pada kegiatan ramah lingkungan(Anonim a, 2011).
1.2 Rumusan Masalah
• Bagaimana Awal mula muncul adanya Budidaya Padi dengan Metode SRI?
• Mengapa metode ini disebut metode SRI?
• Apa prinsip utama metode SRI?
• Bagaimana Perbedaan Metode SRI dengan Metode Konvensional?
1.3 Tujuan
• Memperbaiki kualitas/ kesuburan lahan sawah melalui pemberian asupan bahan organik.
• Mengefisiensikan penggunaan saprodi dan pemanfaatan air.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sejarah
System of Rice Intensification (SRI) ditemukan oleh Henri de Laulanie, pastur Jesuit asal Perancis yang tinggal di Madagaskar. Pada 1961 Henry yang berimigrasi ke negara di seberang timur di Benua Afrika itu berusaha mencari metode bertani untuk mendongkrak produktifitas padi guna meningkatkan kesejateraan petani. Metode temuan Henry tersebut kemudian diperkenalkan ke dunia luar mulai tahun 1990‐an, diantaranya oleh Prof. Norman Uphoff dari Universitas Cornell, Amerika Serikat. Sampai sekarang, SRI telah diaplikasikan di 32 negara, Cina mulai melakukan berbagai penelitian berkaitan dengan SRI ini. Pada akhir tahun 90‐an dan awal tahun 2000‐an, di Indonesia mulai dilakukan penelitian tentang System of Rice Intensification . Saat ini SRI sedang dikembangkan secara luas di Jawa Barat oleh Kementerian Pekerjaan Umum, salah satu didelegasikan kepada Direktur Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk Cisanggarung, pejabat pembuat komitmen Irigasi dan Rawa 1 yang berkedudukan di Cirebon, bekerja sama Teknis dan Fasilitas pelatihan dan Tim Pengembang SRI Jawa Barat.(Anonim a, 2011)
2.2 Pengertian Budidaya Padi Metode SRI
System of Rice Intensification (SRI) adalah cara budidaya padi pada lahan sawah beririgasi dan lahan tadah hujan yang ketersediaan airnya terjamin secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah, tanaman dan air melalui pemberdayaan petani / kelompok tani / P3A / Gapoktan dan kearifan lokal (Anonim a. 2014). Menurut Suitna (2010) pola tanam SRI mengubah struktur tanaman padi yaitu kerapatan serta jumlah akar dan anakan dengan merubah cara-cara dalam pengaturan tanaman padi, tanah tempat tanaman tersebut tumbuh dan air yang diterima tanaman melalui irigasi sehingga tanaman padi dapat lebih produktif.
Metodologi ini menekankan pada pentingnya mengeluarkan dan memanfaatkan potensi genetik tanaman padi dan memadukan dengan penciptaan lingkungan yang baik bagi tanaman. Hal terpenting dalam penciptaan lingkungan adalah bagaimana merangsang aktivitasmikroorganisme dalam membantu penyediaan unsur hara bagi tanaman (Suharto et al, 2011).
2.3 Dasar-Dasar Budidaya Padi dengan Metode SRI
Dasar‐dasar yang digunakan dalam pelaksanaan metodologi SRI adalah :
1. Tanaman padi akan berproduksi tinggi bila siklus hidupnya dimulai dengan bibit muda yang dipindah tanamkan secara hati‐hati dengan jarak tanam relatif lebar.
2. Tanaman padi akan berproduksi tinggi bila tumbuh ditanah yang memiliki drainase baik dan memiliki aerasi (pertukaran udara dalam tanah) yang baik selama periode pertumbuhan.
3. Tanaman padi dapat tumbuh dengan baik, jika tanah tempat tumbuhnya merupakan tanah yang sehat secara biologis. Yakni tanah yang memiliki keragaman mikroorganisme tanah.
4. System of Rice Intensification (SRI) mengharuskan adanya suatu sinergi dalam budidaya tanaman. Sinergitas dalam budidaya tanaman ini didasari atas pemikiran bahwa setiap perlakuan atau tindakan yang dikenakan pada suatu bagian akan memberikan sumbangan dan mempengaruhi pada perkembangan bagian lainnya. Demikian juga sebaliknya. Misalkan, drainase dan aerasi tanah yang baik memiliki sumbangan terhadap munculnya lingkungan yang baik dan berpengaruh terhadap perkembangan tumbuhan. Drainase dan aerasi tanah yang baik, akan dipengaruhi dan mempengaruhi pada seberapa banyak jumlah bahan organik yang harus dimasukkan kelahan pertanian (Suharto et al, 2011).
2.4 PerbedaanPrinsip Budidaya Padi Metode SRIdenganKonvensional
A. Pengolahantanah
Pengolahan tanah untuk Tanaman Padi metode SRI tidak berbeda dengan cara pengolahan tanah untuk tanam padi secara konvesional yaitu dilakukan untuk mendapatkan struktur tanah yang lebih baik bagi tanaman, terhindar dari gulma. Pengolahan dilakukan dua minggu sebelum tanam dengan menggunakan traktor tangan, sampai terbentuk struktur lumpur. Permukaan tanah diratakan untuk mempermudah mengontrol dan mengendalikan air.( Mutakin,2012)
B. PengujianBenih
Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Larutan air garam yang cukup untuk menguji benih adalah larutan yang apabila dimasukan telur, maka telur akan mengapung. Benih yang baik untuk dijadijan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam dalam air biasa selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari, kemudian disemaikan pada media tanah dan pupuk organic (1:1) di dalam wadah segi empat ukuran 20 x 20 cm(pipiti) selama 7 hari. Setelah 7 – 10 hari benih padi sudah siap ditanam.Pada pertanian konvensional tidak ada teknik khusus untuk menyeleksi benih. Benih hanya direndam di dalam air selama 1 hari 1 malam, selanjutnya benih diperam selama 2 hari 2 malam, dan benih siap untuk disemaikan.
C. KebutuhanBenihdanPersemaian
Padapertaniankonvensionalpersemaiandilakukanlangsung di lahansawahdengankebutuhanbenih yang banyakyaituantara 30-40 kg/ha.sedangkanpadaumurpersemaian system konvensionaldilakukanpadaumur 20-30 harisetelahsemai.Padametode SRI persemaianbisadilakukandenganmenggunakanwadahdengankebutuhanbenih yang sedikityaituantara 5-7 kg/ha.Sedangkanpadaumurpersemaiannyametode SRI di lakukanpadaumur 7-10 harisetelahtanam.
D. Umurpersemaian
Pada umumnya, petani terbiasa menggunakan bibit relatif tua, yakni sekitar
25 – 30 hari. Hal ini didasari pada keyakinan dari kebanyakan petani bahwa dengan menanam bibit tua akan menghasilkan tanaman yang tahan terhadap hama dan lebih kuat mudah menanamnya disamping itu , pilihan pada bibit yang berumur tua didasarkan pada kemudahan dalam pencabutan bibit dan akan cepat hidup. Kenyataannya, penggunaan bibit berumur tua berakibat pada produksi jumlah anakan padi yang tidak maksimal. Selain itu, umumnya pertumbuhan mengalami tanaman keterlambatan. Karena pada saat pemindahan tanaman, terjadi kondisi stagnasi dan adaptasi sehingga daya jelajah akar dalam mencari makanan terbatas.Sedangkanpada bibit umur muda dalam prakteknya, menanam bibit padi yang berumur 5–15 hari menghasilkan pertumbuhan tanaman lebih cepat karena akar tercabut semua daya jelajah akar lebih jauh perkembangan akar menjadi maksimal pada akhirnya kebutuhan nutrisi tanaman tercukupi. Bahkan, ketika tanaman padi telah berumur 13 hari setelah tanam, jumlah anakan sudah mencapai rata‐rata 5 batang. Jumlah anakan ini berpotensi untuk terus bertambah sesuai dengan perkembangan umur tanaman. Praktek yang sudah dilakukan dengan menggunakan bibit tanaman umur 10 hari, menghasilkan jumlah anakan maksimal 30‐50 batang dalam setiap rumpunnya.
E. Jarak Tanam Lebar
Kebiasaan yang dilakukan oleh petani dalam menanam padi, biasanya menggunakan jarak tanam yang rapat, yaitu 20 cm x 20 cm atau bahkan 15 cm x 15 cm. bahkan di beberapa wilayah di Indonesia tidak menggunakan jarak tanam atau ditanam secara acak. Kebiasaan ini didasarkan oleh bermacam‐macam alasan diantaranya adalah : kepemilikan yang sempit, sehingga muncul rasa kawatir atau merasa sayang. Dengan menggunakan jarak tanam yang sempit, petani Tanam Lebar/ Jajar Legowoberpikiran akan menghasilkan padi lebih banyak karena jumlah tanamannya lebih banyak. Alasan‐alasan tersebut, merupakan alasan yang sangat logis. Namun di dalam prakteknya, harapan yang dijadikan alasan oleh petani tersebut seringkali luput dari yang diharapkan, tanam jarak rapat menyebabkan tanaman lembab dan gelap sehingga akan disenangi hama seperti , wereng dan tikus disamping itu tanaman yang lembab sangat berpotensi berkembangnya jamur . Model SRI menggunakan prinsip jarak tanam yang lebar. Dalam berbagai literatur jarak tanaman yang dianjurkan adalah 35 – 40 cm. namun demikian, sebenarnya tidak ada jarak tanam yang baku. Jarak tanam ini harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi setempat. Pentingnya menggunakan jarak tanam yang cukup lebarkarenadidasarkan pada kebutuhan makanan bagi tanaman, mendorong pertumbuhan akar secara maksimal, dan memaksimalkan sinar matahari yang masuk secara optimal. Denganmenggunakan jarak tanam yang cukup, tanaman dapat tumbuh berkembang dengan baik dan menghasilkan produksi secara baik pula.
F. Penanaman
Dalam metode SRI menggunakan model penanaman hanya 1 bibit umur muda dalam setiap lubangnya (tancap). Dengan menanam 1 bibit umur muda dalam setiap lubang, memungkinkan tanaman tumbuh dengan cepat dan mampu memproduksi anakan secara maksimal.
Sedangkanpadametode SRI Pada umumnya, petani menggunakan jumlah bibit batang 3‐5 perlubang (dalam satu tempat tancapan) bahkan ada dan yang mencapai 6‐12 bibit per lubang. Hal ini didasarkan kepada pemikiran bahwa semakin banyak bibit yang digunakan akan semakin baik. Selain itu adanya asumsi yang menyatakan bahwa menanam padi dengan menggunakan bibit dalam jumlah banyak di setiap lubang akan menghasilkan malai lebih banyak. Umumnya petani menggunakan asumsi serangan hama, kalau ditanam banyak, maka ketika ada serangan hama seperti keong mas atau penggerek batang padi, masih ada yang tersisa. Padahal hama tidak pernah memiliki logika manusia. Karena kalau hama mau menyerang, dia tidak peduli dengan jumlah yang ditanam disamping itu petani merasa puas bila habis ditanam sawah kelihatan menghijau dan padat . Akibatmenggunakan bibit yang banyak dalam satu tancapan (lubang) adalahtanaman tidak bisa berkembang dengan baik. Hal ini dikarenakan terjadi persaingan dalam memperebutkan makanan dan kekurangan sinar yang diperlukan bagi tanaman.
G. Penggunaan Pupuk
Tanaman akan dapat tumbuh dengan baik, jika berada dalam lahan memiliki kualitas baik. Lahan yang berkualitas baik adalah lahan yang memiliki unsur hara mencukupi bagi tanaman, memiliki keanekaragaman mikroorganisme yang mampu menjaga kesuburan tanah, dan terbebas dari pencemaran. Penggunaan pupuk kimia dan pestisida (buatan pabrik) dalam jumlah yang tinggi, terbukti telah memberikan dampak atas turunnya kualitas tanah. Untuk itulah diperlukan perbaikan‐perbaikan. Penggunaan bahan organik atau pupuk organik merupakan syarat mutlak yang harus dilakukan dalam memperbaiki kualitas tanah tersebut. Penggunaan bahan organik telah terbukti mampu memberikan Penggunaan Pupuk Organiksumbangan terhadap perbaikan struktur tanah dan menyediakan unsur hara yang dibutuhkan bagi tanaman. Dalamprakteknyatidak harus memperbaiki tanah sampai selesaiterlebih dahulu, baru kemudian menanam padi dengan metode SRI. Namun bisa dilakukan dengan menanam padi dengan metode SRI, sambil memperbaiki kualitas tanah.Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan system konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim tanam. Setelah kelihatan kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan. Pemberian pupuk organic dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah. Pada pertanian konvensional menggunakan pupuk Urea, TSP, dan KCl.
H. Pengaturan Air
Tanaman padi memang membutuhkan air pada sebagian tahap kehidupannya. Sehingga dalam praktek budidaya, tanaman padi selalu diupayakan dalam genangan. Padi menyukai tanah yang lembab dan becek sebagai syarat tumbuh. Untuk itu, tanaman padi sebenarnya tidak perlu air yang melimpah (penggenangan), namun juga tidak dalam situasi tanah kering. Dengan demikian, diperlukan pengaturan air dengan bijaksana. Dalam praktek, air yang diperlukan adalah macak‐macak (becek). Dengan pengaturan air yang baik, akan terjaga aerasi tanah yang baik pula. Aerasi yang baik adalah syarat tumbuh yang baik bagi tanaman padi. Bila sawah selalu digenangi air maka aerasi (siklus udara dalam tanah) tidak masimal sehingga tanah menjadi asam , tanaman menjadi mengkrek (jawa asem –asemen) yang akhirnya dibutuhkan pengapuran dan pengeringan . Di bawah ini pola pengaturan air dengan metode SRI :
Pengairanpadametode SRI terputus (sawahtidakterusmenerusdigenangi air).Ada sistemdrainase yang baik di tiappetak-petaksawah. Ketikapadimencapaiumur 1-8 harisesudahtanam (HST), keadaan air di lahanadalah “macak-macak”.Sesudahpadimencapaiumur 9-10 HST airkembalidigenangkandenganketinggian 2-3 cm selama 1 malamsaja. Inidilakukanuntukmemudahkanpenyiangantahappertama.Setelahselesaidisiangi, sawahkembalidikeringkansampaipadimencapaiumur 18 HST.Padaumur 19-20 HST sawahkembalidigenangiuntukmemudahkanpenyiangantahapkedua. Selanjutnyasetelahpadiberbunga, sawahdiairikembalisetinggi 1-2 cm dankondisiinidipertahankansampaipadi “masaksusu” (± 15-20 harisebelumpanen). Kemudiansawahkembalidikeringkansampaisaatpanentiba.
I. Pengendalian hama dan gulma dengan metode organik
Pengendalian hama dalam metode SRI harus menerapkan cara organik dengan
konsep PHT yaitu pada dasarnya menjaga kesehatan tanam mengendalikan hama dengan memperhatikan sisi ekonomi serta melestarikan sumber daya hayati, pengunaan agentia hayati harus dibatasi agar tidak terjadi kekebalan hama, pengendalian gulma secara manual seperti wangkil, landak dan di jabut dengan tangan merupakan cara yang bijak pengunaan landak dapat memperlancar sistem aerasi tanah. Teknologi PHT akan lebih efektif dengan sistem jajar legowo karena padi akan kecukupan udara dan memudahkan perawatan tanaman.
Ada 4 prinsip dalam metode SRI (Anonim C, 2015) yaitu :
a. Early, quick and healthy plant estasblishment (Awal, cepat dan penyediaan bibit sehat)
b. Reduced pnt density (Kerapatan tanaman berkurang)
c. Improved soil conditions through enrichment with organic matter (Kondisi tanah ditingkatkan melalui pengayaan dengan bahan organik)
d. Reduced and controlled water aplication (Pengurangan dan pengendalian penggunaan air).
2.5 Perbedaan Budidaya Padi Metode SRI dengan Metode Konvensional
No Komponen Sistem konvensional Sistem organic SRI
1 kebutuhan benih
30-40 kg/ha
5-7 Kg/ha
2 pengujian benih tidak dilakukan
dilakukan pengujian
3 umur di persemaian 20-30 HSS 7-10 HSS
4 Pengolahantanah 2-3 kali (strukturlumpur) 3 kali (strukturlumpurdan rata)
5 Jumlahtanaman per lubang Rata-rata 3- 5 pohon Satupohon/lubang
6 Posisiakarwaktutanam Tidakteratur Posisiakar horizontal (L)
7 Pengairan Terus di genangi disesuaikan dengan kebutuhan
8 Pemupukan Mengutamakanpupukkimia hanya dengan pupuk organik
9 Penyiangan Diarahkankepadapemberantasangulma diarahkan kepada pengelolaan
perakaran
10 Rendemen 50-60% 60-70%
2.6 Kelebihan Metode SRI
1. Efisiensi penggunaan benih, dari 40‐60 kg/Ha menjadi 8‐10 kg/Ha.
2. Efisiensi biaya pembuatan persemaian dan cabut bibit, karena pesemaian
menggunakan media besek dan saat tanam besek langsung dibawa.
3. Memperbaiki kesuburan tanah, karena SRI tidak dilakukan penggenangan air secara
terus‐menerus sehingga tidak terjadi keasaman tanah dan aerasi tanah berjalan
dengan baik.
4. Batang tanaman kokoh dan kuat, sehingga tahan terhadap serangan hama penyakit
dan anakan produktif relatif lebih banyak. (Suharto, 2011)
BAB III
PENUTUP
1.4 Kesimpulan
• System of Rice Intensification (SRI) adalah cara budidaya padi pada lahan sawah beririgasi dan lahan tadah hujan yang ketersediaan airnya terjamin secara intensif dan efisien dalam pengelolaan tanah padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara.
• Prinsip Budidaya Padi dengan Metode SRI
o Early, quick and healthy plant estasblishment (Awal, cepat dan penyediaan bibit sehat)
o Reduced palnt density (Kerapatan tanaman berkurang)
o Improved soil conditions through enrichment with organic matter (Kondisi tanah ditingkatkan melalui pengayaan dengan bahan organik)
o Reduced and controlled water aplication (Pengurangan dan pengendalian penggunaan air)
• Metode SRI diklaim bisa meningkatkan produksi padi lebih dari 50 persen dengan kualitas beras yang dihasilkan lebih baik. Dinyatakan pula oleh penggagas metode ini bahwa penggunaan SRI dapat mengurangi input dan biaya yang dikeluarkan petani berupa efisisensi penggunaan bibit sebesar 80–90 persen, pemberian air irigasi antara 25–50 persen serta mengurangi ketergantungan pada penggunaan pupuk kimia
• Tahapan Pola Tanam Padi SRI
o Pengolahan Tanah
o Pembuatan Parit
o Pemilihan benih yang baik
o Persemaian benih
o Penyaplakan
o Penanaman metode SRI
o Pemupukan
o Pengelolaan air
o Penyiangan
o Pengendalian hama
o Panen
DAFTAR PUSTAKA
Masyhud, Akhmad Jani dan Wenny Mamilianti. 2013. KAJIAN PENERAPAN BUDIDAYA PADISRI DARI ASPEK SUSTAINABLE AGRICULTURE-1.Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan.
Anonim a. 2014 . Pedoman Teknis Pengembangan System Of Rice Intensification. Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan, Direktorat Jendral Prasarana dan Sarana Pertanian, Kementrian Pertanian.
Anonim b.2015. SRI Methodologies. http://sri.cals.cornell.edu/aboutsri/methods/index.html. Diakses tanggal 26 Februari 2016.
Anonim c. 2015. Mengenal Metode Padi SRI System Of Rice Intensification.http://www.agrotani.com/mengenal-metode-padi-sri-system-of-rice-intensification/.Diakses tanggal 11 Maret 2016.
Suharto, imam, dan Suswandi. 2011. Manual Pembelajaran Penerapan SRI (System Of Rice Intensification) di Lahan Tadah Hujan di Kabupaten Boyolali. System Of Rice Intesification Website.
Suitna, R Utju. 2010. Pola Tanam SRI. Go SRI. Health Rice. July
Saleh, Edward, Angela F. Nainggolan dan Lismaria Butarbutar.2012.Budidaya Padi Dalam Polibag dengan Irigasi Bertekanan untuk Antispasi Pesatnya Perubahan Fungsi Lahan sawah.Jurnal Teknotan. Vol. 6 : Nomor 1.
Mutakin,J.2012.Dasargagasandanpraktiktanampadimetode SRI(System Of Rice Intensification).Tesis.pascasarjana.Unpad Bandung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar