Selasa, 31 Mei 2016

PENGARUH KONSENTRASI GIBBERELLIN TERHADAP PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum L.) var. Granola

TUGAS MAKALAH ZAT PENGATUR TUMBUHAN
PENGARUH KONSENTRASI GIBBERELLIN TERHADAP PRODUKSI BIBIT KENTANG (Solanum tuberosum L.) var. Granola


                    Disusun Oleh:
                 NAMA              : ULFI SETYANINGRUM
                 NIM                   : 1410401047
                 KELAS               : A
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TIDAR
2016

BAB 1
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
    Kentang merupakan tanaman sumber makanan terbesar ke empat di dunia setelah padi, gandum, dan jagung. Di Indonesia, kentang merupakan komoditas yang mendapat prioritas tinggi di bidang penelitian dan pengembangan sayuran. Hal ini disebabkan kandungan kalori dan gizi kentang yang sangat berimbang yaitu terdiri dari karbohidrat, protein, mineral, dan vitamin C. Selain itu, kentang juga merupakan komoditas ekspor.

Permintaan kentang di Indonesia semakin meningkat baik untuk konsumsi maupun industri. Namun permintaan yang semakin tinggi ini tidak diimbangi dengan peningkatan produksi. Produksi kentang masih terkendala kelangkaan dan tingginya harga umbi benih. Kendala utama produksi kentang di Indonesia adalah kurangnya ketersediaan bibit ukuran M. Indonesia baru bisa memenuhi kebutuhan umbi benih kentang sebesar 4,79 % yaitu sekitar 5.508 ton dari total kebutuhan umbi benih kentang sebesar 114.894 ton sedangkan sisanya impor dari luar. Disamping itu, sekitar 95%-nya masih berasal dari benih asalan yang tidak diketahui asal-usulnya. Bibit merupakan variabel ongkos terbesar dalam produksi kentang yaitu berkisar antara 36% -50% dari total biaya produksi. Spesifikasi bibit yang diinginkan petani di Indonesia adalah bibit ukuran M dengan ukuran 31 - 60 gram. Kendala di penangkar adalah sulitnya menghasilkan bibit yang berukuran 31 – 60 gram dan sebagian besar bibit hasil perbanyakan berukuran lebih besar dari 60 gram.

 Granola merupakan varitas favorit di Indonesia yang mencakup 80% dari total areal penanaman dan merupakan satu-satunya varitas yang ditanam di Bali. Hal tersebut merupakan alasan utama pemilihan varitas dalam penelitian ini. Alasan konsumen memilih Granola karena hasil panennya tinggi, mudah dibudidayakan, dapat digunakan untuk bermacam-macam keperluan, misalnya untuk sup, perkedel, dan keripik. Granola juga resisten terhadap beberapa hama dan penyakit.

    Perbanyakan umbi bibit yang bertujuan untuk meningkatkan proporsi bibit ukuran 31 - 60 gram mengalami kendala karena adanya dominansi apical dalam keadaan ini, hanya tunas apikal yang tumbuh dan menghambat pertumbuhan tunas tunas lateral. Gibberellin (GA3) adalah zat pengatur tumbuh yang mempunyai efek fisiologis berupa pengurangan dominansi apical.

    Berdasarkan latar belakang di atas perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh konsentrasi gibberellin (GA3) terhadap produksi bibit kentang ukuran M.     Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Gibberellin. Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa gibberellin dihasilkan secara alami oleh tanaman yang memiliki fungsi sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa gibberellin dalam jumlah berlebihan. Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa gibberellin yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya misalnya GA6 . Gibberellin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan.

    Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai 2 m. Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA. Efek gibberellin tidak hanya mendorong perpanjangan batang, tetapi juga terlibat dalam proses regulasi perkembangan tumbuhan seperti halnya auksin. Pada beberapa tanaman pemberian GA bisa memacu pembungaan dan mematahkan dormansi tunas-tunas serta biji.
                                   

BAB 2
TINJUAN PUSTAKA

Kentang (S. tuberosum L.) adalah tanaman dari suku Solanaceae yang memiliki umbi batang yang dapat dimakan dan disebut "kentang" pula. Tanaman ini berasal dari daerah subtropika, yaitu dataran tinggi Andes Amerika Utara. Daerah yang cocok untuk budi daya kentang adalah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 1.000-1.300 meter di atas permukaan laut, curah hujan 1.500 mm per tahun, suhu rata-rata harian 18-21oC, serta kelembaban udara 80-90 persen. Tanaman kentang adalah salah satu tanaman semusim. Kentang membentuk umbi di bawah permukaan tanah dan menjadi sarana perbanyakan secara vegetatif (Gklinis, 2009).

Kentang merupakan tanaman dikotil bersifat musiman, berbentuk semak/herba dengan filotaksis spiral. Tanaman ini pada umumnya ditanam dari umbi (vegetatif) sehingga sifat tanaman generasi berikutnya sama dengan induknya. Stolon tumbuh secara horizontal sepanjang 12,5-30 cm, menebal bagian ujungnya untuk membentuk umbi. Periode inisiasi pembentukan umbi terjadi pada 5-7 minggu setelah tanam. Pada saat ini, tinggi bagian tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah berkisar antara 15-30 cm. Jumlah umbi yang tinggi memerlukan kondisi yang baik selama minggu pertama dan kedua periode inisiasi pembentukan umbi (Adiyoga, 2004).

Ukuran umbi kentang baik untuk umbi benih maupun konsumsi sesuai standar kelas mutu umbi kentang yang berlaku di pasaran yaitu ukuran SS (7 - 10 g), S (11 - 30 g), M (31 - 60 g), L1 (61 - 90 g), L2 (91 - 120 g) dan ukuran konsumsi LL (> 121 g). Pemakaian umbi benih ukuran L pada budidaya kentang di dataran tinggi menghasilkan produksi umbi yang relatif sama dengan umbi benih ukuran M (Gunarto, 2003).

Secara morfologis, umbi kentang adalah modifikasi dari batang dan merupakan organ penyimpanan makanan utama bagi tanaman. Sebuah umbi mempunyai dua ujung, yaitu heel yang berhubungan dengan stolon dan ujung lawannya disebut apical/distal/rose. Mata tunas umbi kentang sebenarnya adalah buku dari batang. Jumlah mata umbi 2 - 14, tergantung pada ukuran umbi. Mata umbi tersusun dalam lingkaran spiral pada permukaan umbi dan berpusat pada ujung umbi (apical). Mata tunas umbi tersebut terletak pada ketiak dari daun yang berbentuk seperti sisik atau disebut alis (eyebrows) (Soelarso, 1997).

Umbi yang berasal dari ujung batang di bawah tanah yang disebut stolon, memiliki sifat-sifat batang normal, termasuk tunas dorman (“mata tunas”) yang terbentuk pada pangkal daun (dalam hal ini bersifat belum sempurna) dengan guratan daun yang mudah dikenali (“alis mata”). Lentisel atau pori batang dimana udara masuk ke bagian dalam batang juga ditemui pada umbi. Mata tunas terbentuk dalam pola spiral pada umbi, dengan jumlah yang sedikit pada pangkal umbi dan kebanyakan pada ujung umbi yang disebut ujung apikal. Tunas apikal yang memiliki dominansi akan secara normal tumbuh lebih dulu. Ketika tunas apikal dihilangkan, atau mati, tunas yang lain akan terstimulasi untuk tumbuh (Horton, 1987).

Penanaman benih umbi dapat dilakukan dengan pembelahan. Pembelahan umbi dilakukan menjadi 2-4 potong menurut mata tunas yang ada. Pembelahan dapat menghemat benih namun umbi yang dibelah menghasilkan umbi yang lebih sedikit dari pada yang tidak dibelah (Mangdeska, 2009).

Umbi yang ukurannya besar (diatas 60 g) bila akan dipakai sebagai benih dapat dibelah menjadi 2 - 4 belahan dengan jumlah mata 2 - 4 buah/belahan. Umbi belahan didiamkan terlebih dahulu untuk merangsang terjadinya penggabusan pada bidang-bidang luka. Pada waktu pemotongan, tunas diusahakan berada di tepi pemotongan. Tunas yang banyak akan menghasilkan ukuran umbi yang relative kecil-kecil. Sedangkan tunas yang sedikit akan menghasilkan ukuran umbi relative besar (Soelarso, 1997).

Pembelahan umbi benih kentang merupakan salah satu upaya penghematan untuk menekan biaya produksi kentang. Namun pembelahan umbi benih kentang ini menyebabkan adanya bagian umbi yang terbuka yang memungkinkan masuknya cendawan. Serangan yang berat menimbulkan adanya penyakit pada umbi benih tersebut. Penyakit yang sering menyerang umbi benih kentang di gudang penyimpanan adalah penyakit busuk kering (Dry Hot). Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. Gejala pada umbi diawali dengan adanya bercak coklat pada kulit umbi. Bercak kemudian meluas menjadi busuk kering, keriput dan muncul serbuk putih (miselia) pada bagian busuk (Soelarso, 1997).

Masalah luka umbi benih kentang akan lebih parah pada belahan umbi yang lebih besar karena dengan pembelahan bagian terbuka semakin lebar. Dengan demikian, energi simpanan akan lebih banyak digunakan untuk penyembuhan luka dan sisanya untuk mendukung pertumbuhan baru. Kemunculan tunas akan lebih lambat dan tanaman menjadi tidak vigor. Hal yang harus dilakukan adalah meminimalkan permukaan yang terluka pada tiap belahan umbi (Johnson, 2008).

Gibberellin merupakan pengatur pertumbuhan paling aktif. Efeknya yang paling nyata adalah memodifikasi pertumbuhan. Senyawa gibberellin dapat diurai menjadi serangkaian senyawa yang aktif secara fisiologis. Secara kimia gibberellin memiliki bagian penting yaitu rangka gibban. Aktivitas GA3 dalam daun tinggi pada saat pembentukan stolon kentang, kemudian turun drastis pada saat inisiasi umbi. Rendahnya kadar GA3 pada tanaman dapat
disebabkan oleh adanya hari pendek (Nurma, 2009).

Samanhudi (2008) mengemukakan bahwa pada inisiasi umbi, peranan fitohormon dalam dormansi dapat ditentukan oleh gibberellin. Terdapat bukti bahwa dormansi umbi selama penyimpanan dapat dipatahkan dengan aplikasi GA3 secara eksogen. ABA yang diketahui sebagai anti GA3 pada akhir periode konsentrasinya menurun. Pada fase pertumbuhan tanaman selanjutnya, konsentrasi GA3 menurun selama induksi umbi, dan tanaman yang pengumbiannya distimulasi oleh lingkungan, proses pengumbian dapat dihambat oleh aplikasi GA3 secara eksogen. Kegiatan meristem apikal tidak seluruhnya terpisah dari gibberellin. Dibawah kondisi lingkungan tertentu, tunas apikal pada banyak tanaman tahunan menjadi dorman dan kegiatan mitosis terhenti. Dormansi ini dapat dipatahkan dengan penambahan gibberellin. (Cleland, 1989).

Gibberellin dapat menyebabkan sintesis de novo α-amilase, dan juga menstimulasi aktivitas hidrolase yang lain seperti: ribonuklease, protease, ATPase, GTPase dan phytase. Dalam hubungannya dengan α-amilase, dalam selambat-lambatnya 5 - 6 jam, gibberellin menginduksi sintesis α-amilase dan diperlukan dalam keberlangsungan pengaturan peningkatan aktivitas enzim. Pertumbuhan yang didorong oleh GA3 tidak secara langsung melalui perubahan tingkat respirasi, besarnya respirasi sebanding dengan pertumbuhannya. Terjadinya peningkatan respirasi pada pemberian perlakuan GA3 dikarenakan oleh reaksi sintetik metabolisme pertumbuhan yang menghasilkan phosphat berenergi tinggi dalam bentuk ATP, dan tingkat respirasi minimal yang dibutuhkan GA3 untuk menginduksi respon pertumbuhan (Krishnamoorthy, 1975).
   
Karbohidrat yang dapat larut, khususnya sukrosa, sangat diyakini sebagai inducer yang sangat kuat terhadap pengumbian. Untuk mengendalikan mikrotubul, konsentrasi GA3 dapat mengontrol metabolisme karbohidrat dan mengatur penggunaan sukrosa menuju tempat penyimpanan (pembentukan umbi pada GA3 rendah) atau sintesis dinding sel (dilanjutkan dengan pertumbuhan stolon pada GA3 tinggi) (Samanhudi, 1999).

Gibberellin sangat efektif dalam mematahkan dormansi umbi kentang. Rapport Weaver (1972), menemukan bahwa dormansi mata tunas kentang ‘White Rose’, ‘Kenebec’ dan ‘Russet Burbank’ dipatahkan dengan perlakuan perendaman GA3 selama 5 - 90 menit pada konsentrasi 50 sampai 2000 ppm. Terjadi percepatan sprouting hingga 2 - 3 minggu. Uji yang dilakukan baik dengan kentang dorman maupun bertunas menunjukkan bahwa kemunculan tunas lebih cepat dari umbi yang diberi perlakuan giberelin daripada yang tidak diberi perlakuan (Weaver, 1972). Meskipun demikian, vigor tunas dari umbi yang bertunas mendapatkan pengaruh gibberellin yang lebih kecil daripada umbi yang dorman (Weaver, 1972).


BAB 3
PEMBAHASAN

    Gibberellin mempercepat munculnya tunas di permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat. Tinggi tanaman tidak dipengaruhi oleh gibberellin. Hal ini karena gibberellin diberikan pada umbi bibit sebelum ditanam sehingga pengaruhnya hanya pada fase awal pertumbuhan yaitu berupa pemacuan pertumbuhan tunas lateral. Pengaruh tersebut tidak terbawa ke fase pertumbuhan selanjutnya sehingga tinggi tanaman tidak terpengaruh. Gibberellin meningkatkan jumlah batang per tanaman dan konsentrasi paling optimum adalah 15 mg/L dari 3,7 menjadi 5,7. Peningkatan jumlah batang oleh gibberellin mungkin melalui pengurangan dominansi apical. Tunas - tunas apical pada umbi kentang menghambat pertumbuhan tunas-tunas lateral. Pemberian gibberellin mengurangi dominansi apical yang menyebabkan tunas lateral bisa tumbuh lebih banyak sehingga jumlah batang meningkat.

    Gibberellin mampu memecahkan dormansi mata tunas pada kentang. Pada penelitian ini digunakan bibit yang belum semua matanya bertunas. Hal ini karena pertunasan kentang dari tiap-tiap mata terjadi pada waktu yang tidak bersamaan. Gibberellin mendorong pertunasan dari mata yang belum bertunas sehingga dihasilkan lebih banyak batang per tanaman. Gibberellin meningkatkan jumlah total umbi per tanaman dan konsentrasi 15 mg/L menghasilkan umbi terbanyak. Peningkatan jumlah umbi disebabkan oleh peningkatan jumlah batang. Pangkal batang merupakan tempat tumbuhnya stolon dan stolon merupakan tempat inisiasi umbi. Jadi semakin banyak batang dan semakin banyak stolon yang tumbuh, semakin banyak pula umbi yang diproduksi oleh tanaman kentang. Terdapat korelasi positif antara jumlah batang dan jumlah umbi.

    Gibberellin mempengaruhi distribusi ukuran umbi ke arah peningkatan jumlah umbi ukuran kecil serta penurunan jumlah umbi ukuran besar. Umbi ukuran M (31 - 60 g) yang merupakan ukuran ideal untuk bibit utuh dan yang paling banyak diminati petani, persentasenya paling tinggi. Peningkatan total jumlah umbi per tanaman dan peningkatan jumlah umbi ukuran M per tanaman yang disebabkan oleh pemberian gibberellin ada hubungannya dengan peningkatan jumlah batang dan peningkatan jumlah umbi per tanaman yang selanjutnya menimbulkan kompetisi. Semakin banyak jumlah batang, kompetisi antar batang terhadap hara, air, dan cahaya meningkat. Peningkatan jumlah batang meningkatkan jumlah umbi. Peningkatan jumlah ubi menimbulkan kompetisi antar umbi terhadap fotoasimilat sehingga dihasilkan lebih banyak ubi berukuran kecil (ukuran M) yang merupakan ukuran ideal untuk bibit.
BAB 4
KESIMPULAN

1.    Gibberellin mempercepat munculnya tunas pada batang didekat permukaan tanah. Hal ini disebabkan karena GA3 memacu aktivitas enzim–enzim hidrolitik khususnya α amilase yang menghidrolisis cadangan pati sehingga tersedia nutrisi yang cukup untuk tunas supaya bisa tumbuh lebih cepat.
2.    Gibberellin mampu memecahkan dormansi mata tunas pada kentang. Hal ini karena pertunasan kentang dari tiap-tiap mata terjadi pada waktu yang tidak bersamaan. Gibberellin mendorong pertunasan dari mata yang belum bertunas sehingga dihasilkan lebih banyak batang per tanaman
3.    Peningkatan total jumlah umbi per tanaman dan peningkatan jumlah umbi ukuran M per tanaman yang disebabkan oleh pemberian gibberellin ada hubungannya dengan peningkatan jumlah batang dan peningkatan jumlah ubi per tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Gklinis. 2009. Kentang : Sumber Vitamin C dan Pencegah Hipertensi. http:// www.gizi.net/   cgi-bin/berita/fullnews.cgi?newsid1084847086,80496.

Adiyoga, W., et al. 2004. Profil Komoditas Kentang. Balai Penelitian Tanaman Sayuran Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. http://www.scribd.com/ doc/15249535/Profil-komoditas kentang?autodown=pdf.
Gunarto, A. 2003. Pengaruh penggunaan ukuran bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu umbi kentang bibit G 4 (Solanum tuberosum L.). Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 5(5):173-179 Agustus. Humas-BPPT/ANY.
Soelarso, B. 1997. Budidaya Kentang Bebas Penyakit. Penerbit Kanisius, Jogjakarta.

Mangdeska. 2009. Tugas Budidaya Tanaman Hortikultura. http://mangdeskablog. blogspot.com/2009/08/tugas-budidaya-tanaman-hortikultura.html.

Horton, D. 1987. Potatoes; Production, Marketing, and Programs for Developing Country. Westview Press, USA.
Johnson, S.B. 2008. Selecting, cutting and handling potato seed. The University of Maine Bulletine number 2412. http://www.umext.maine.edu/onlinepubs/htm pubs/2412.htm.

Nurma. 2009. Tinjauan Pustaka. http://www.damandiri.or.id/file/nurmayulibab2. pdf.

Samanhudi. 2008. Perkembangan umbi: studi pada pembentukan umbi kentang (Solanum tuberosum L). Agrosains, Jurnal Penelitian Agronomi 10(1):34-40. Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Cleland, R.E. 1989. Gibberellins, hal.53-96. dalam M.B. Wilkins (edt.). Physiology of Plant Growth. Diterjemahkan oleh M.M. Suteja dan A.G. Kartasapoetra. Fisiologi Tanaman. Bina Aksara, Jakarta.

Krishnamoorthy, H.N. 1975. Gibberellins and Plant Growth. Haryana Agricultural University, Hissar.

Weaver, R.J. 1972. Plant Growth Substances in Agriculture. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar