Selasa, 31 Mei 2016

KEHIDUPAN MIKORIZA DI DALAM TANAH

TUGAS MAKALAH PENELITIAN
KEHIDUPAN MIKORIZA DI DALAM TANAH


I.PENDAHULUAN

Tanah merupakan tempat tumbuh bagi tanaman yang perlu dijaga. Karena di dalam tanah terdapat banyak jasad mikroorganisme yang sangat berguna bagi pertumbuhan tanaman. Salah satu contoh dari mikroorganisme tersebut adalah cendawan. Cendawan dibedakan menjadi tiga tipe, yaitu Endomikoriza, Ektomikoriza, dan Ekstendomikoriza. Cendawan ini dapat menghasilkkan material yang mampu mendorong agregasi tanah sehingga tanaman dapat meningkatkan proses aerasi, penyerapan air dan stabilitas tanah. Selain itu, cendawan mikoriza dapat berperan dalam mengendalikan penyakit pada tanaman. Hal ini disebabkan karena cendawan mampu memanfaatkan karbohidrat lebih banyak yang diperoleh dari akar sebelum dikeluarkan dalam bentuk eksudat akar, memacu perkembangan mikroba saprofiti di sekitar perakaran, dan menghasilkan antibiotik.
Mikroorganisme yang menghuni tanah dapat dikelompokkan menjadi bakteri, fungi, alga, dan protozoa. Jumlah dan jenis mikroorganisme tanah dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal dengan waktu yang seefisien mungkin dalam kegiatan pertanian maka diwujudkanlah hal tersebut dengan penggunaan pestisida selama aktifitas pertanian berlangsung. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan, baik ditempat pemberian pupuk maupun di lokasi akumulasi bahan kimia tersebut. Penggunaan pestisida sintetis pada pertanian merupakan dilema,di satu sisi sangat dibutuhkan dalam rangka penyediaan pangan, di sisi lain tanpa disadari mengakibatkan berbagai dampak  negatif, baik terhadap manusia, hewan mikroba maupun lingkungan.
Meningkatnya kesadaran manusia terhadap terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh aktivitas pertanian telah mendorong timbulnya paradigma baru dalam sistem pertanian yang merupakan koreksi terhadap paradigma sebelumnya. Dimana paradigma sebelumnya menekankan pada hasil yang sebesar-besarnya dengan menggunakan bahan kimia sebanyak-banyaknya. Maka paradigma baru mulai memikirkan cara bagaimana mendapatkan hasil pertanian secara maksimal tanpa merusak lingkungan, salah satu cara untuk menggantikan sebagian atau seluruh fungsi pupuk buatan tersebut adalah dengan memanfatkan pupuk hayati Cendawan Mikoriza Vesikular Arbuskular.







II. PEMBAHASAN
Istilah mikoriza diambil dari Bahasa Yunani yang secara harfiah berarti jamur (mykos = miko) dan akar (rhiza). Jamur ini membentuk simbiosa mutualisme antara jamur dan akar tumbuhan. Jamur memperoleh karbohidrat dalam bentuk gula sederhana (glukosa) dari tumbuhan. Sebaliknya, jamur menyalurkan air dan hara tanah untuk tumbuhan.Jamur mikoriza pertama kali ditemukan oleh Frank, seorang ilmuwan dari Eropa pada tahun 1885 dan diartikan sebagai root fungus (jamur akar) karena kemampuannya mengambil unsur hara seperti layaknya fungsi akar tanaman.
Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Walau ada juga yang bersimbiosis dengan rizoid (akar semu) jamur. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak. Jamur mikoriza berperan untuk meningkatkan ketahanan hidup bibit terhadap penyakit dan meningkatkan pertumbuhan (Hesti L dan Tata, 2009)
Mikoriza yang umum ditemukan adalah mikoriza vesikula arbuskula. Mikoriza Vesikula Arbusklua (MVA) adalah suatu simbiosis yang ditemukan antara cendawan (Zygomycetes) dan akar, dan merupakan salah satu tipe beberapa tipe mikoriza yang dikenal. Beberapa jenis mikoriza yang telah ditemukan adalah ectomycoorhizae (ECM), vesikular-arbuskular mycoorhizae (VAM/endomikoriza), ectendomycoorhizae, Ericoid mycoorhizae, Orchid mycoorhizae, dan Arbutoid mycoorhizae (didasarkan pada struktur mikoriza).
Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar. Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Phosphates (P) (Syib’li, 2008).
Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baik cendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini. infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yang lebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya (karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang (Anas, 1997).
Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan tipe asosiasi mikoriza yang tersebar sangat luas dan ada pada sebagian besar ekosistem yang menghubungkan antara tanaman dengan rizosfer. Simbiosis terjadi dalam akar tanaman dimana cendawan mengkolonisasi apoplast dan sel korteks untuk memperoleh karbon dari hasil fotosintesis dari tanaman (Delvian, 2006).
CMA termasuk fungi divisi Zygomicetes, famili Endogonaceae yang terdiri dari Glomus,Entrophospora,Acaulospora,Archaeospora,Paraglomus,Gigaspora dan Scutellospora. Hifa memasuki sel kortek akar, sedangkan hifa yang lain menpenetrasi tanah, membentuk chlamydospores (Morton, 2003).
Marin (2006) mengemukakan bahwa lebih dari 80% tanaman dapat bersimbiosis dengan CMA serta terdapat pada sebagian besar ekosistem alam dan pertanian serta memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan, kesehatan dan produktivitas tanaman. Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
Hampir sebagian besar jenis tumbuhan berasosiasi dengan jamur tipe AM (Arbuskul Mikoriza), mulai dari paku-pakuan, jenis rumput-rumputan, padi, hingga pohon rambutan, mangga, karet, kelapa sawit, dll. Sedangkan beberapa keluarga (family) pohon tingkat tinggi yang biasa dijumpai pada tahap suksesi akhir bersimbiosa dengan jamur EM (Ekto Mikoriza), misalnya jenis-jenis meranti, kruing, kamper (jenis-jenis Dipterocarapaceae), pasang, mempening (jenis-jenis Fagaceae), pinus, beberapa jenis Myrtaceae (jambu-jambuan) dan beberapa jenis legum. Struktur anatomi AM berbeda dengan EM. Akar yang bersimbiosa dengan EM memiliki struktur khas berupa mantel (lapisan hifa) yang dapat dilihat dengan mata telanjang. Struktur mikoriza tersebut berfungsi sebagai pelindung akar, tempat pertukaran sumber karbon dan hara serta tempat cadangan karbohidrat bagi jamur.
Hifa jamur EM tidak masuk ke dalam dinding sel tanaman inang. Sedangkan akar yang bersimbiosa dengan AM, harus diamati dibawah mikroskop, karena struktur arbuskular atau vesicular terbentuk di dalam sel tanaman inang dan hanya dapat diamati di bawah mikroskop setelah dilakukan perlakuan khusus dan pewarnaan. Struktur arbuskular dan vesicular berfungsi sebagai tempat cadangan karbon dan tempat penyerapan hara bagi tanaman. Miselium eksternal terdapat pada tipe EM dan AM, merupakan perpanjangan mantel ke dalam tanah. Suatu simbiosis terjadi apabila cendawan masuk ke dalam akar atau melakukan infeksi. Proses infeksi dimulai dengan perkecambahan spora didalam tanah. Hifa yang tumbuh melakukan penetrasi ke dalam akar dan berkembang di dalam korteks. Pada akar yang terinfeksi akan terbentuk arbuskul, vesikel intraseluler, hifa internal diantara sel-sel korteks dan hifa ekternal. Penetrasi hifa dan perkembangnnya biasanya terjadi pada bagian yang masih mengalami proses diferensissi dan proses pertumbuhan. Hifa berkembang tanpa merusak sel (Anas, 1998).
Hampir semua tanaman pertanian akarnya terinfeksi cendawan mikoriza. Gramineae dan Leguminosa umumnya bermikoriza. Jagung merupakan contoh tanaman yang terinfeksi hebat oleh mikoriza. Tanaman pertanian yang telah dilaporkan terinfeksi mikoriza vesikular-arbuskular adalah kedelai, barley, bawang, kacang tunggak, nenas, padi gogo, pepaya, selada, singkong dan sorgum. Tanaman perkebunan yang telah dilaporkan akarnya terinfeksi mikoriza adalah tebu, teh, tembakau, palem, kopi, karet, kapas, jeruk, kakao, apel dan anggur (Rahmawati, 2003).
Cendawan ini membentuk spora di dalam tanah dan dapat berkembang biak jika berassosiasi dengan tanaman inang. Sampai saat ini berbagai usaha telah dilakukan untuk menumbuhkan cendawaan ini dalam media buatan, akan tetapi belum berhasil. Faktor ini merupakan suatu kendala yang utama sampai saat ini yang menyebabkan CMA belum dapat dipoduksi secara komersil dengan menggunakan media buatan, walaupun pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman sangat mengembirakan. Spora cendawan ini sangat bervariasi dari sekitar 100 mm sampai 600 mm oleh karena ukurannya yang cukup besar inilah maka spora ini dapat dengan mudah diisolasi dari dalam tanah dengan menyaringnya (Pattimahu, 2004).
Cendawan CMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskul (arbuscule), vesikel (vesicle) dan spora. Berikut ini dijelaskan sepintas lalu mengenai struktur dan fungsi dari organ tersebut serta penjelasan lain (Pattimahu, 2004). 1. Vesikel (Vesicle) Vesikel merupakan struktur cendawan yang berasal dari pembengkalan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan cendawan. Tipe CMA vesikel memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe cendawan mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan probabilitas tanaman (Pattimahu, 2004). 2. Arbuskul Cendawan ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskular. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang (Pattimahu, 2004).
Arbuskul merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel, peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang dibenamkan Arbuskul. Arbuskul berperan dua arah, yaitu antara simbion cendawan dan tanaman inang.
Mosse dan Hepper (1975) mengamati bahwa struktur yang dibentuk pada akar-akar muda adalah Arbuskul. Dengan bertambahnya umur, Arbuskul ini berubah menjadi suatu struktur yang menggumpal dan cabang-cabang pada Arbuskul lama kelamaan tidak dapat dibedakan lagi. Pada akar yang telah dikolonisasi oleh CMA dapat dilihat berbagai Arbuskul dewasa yang dibentuk berdasarkan umur dan letaknya. Arbuskul dewasa terletak dekat pada sumber unit kolonisasi tersebut. 3. Spora Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis cendawannya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai sekarang beberapa tahun. Namun untuk perkembangan CMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1981).
Mirip dengan cendawan patogen, hifa cendawan CMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Kadang-kadang terbentuk pula jaringan hifa yang rumut di dalam sel-sel kortokal luar. Setelah proses-proses tersebut berlangsung barulah terbentuk Arbuskul,vesikel dan akhirnya spora (Mosse, 1981).
Schubler et al. (2001) dengan menggunakan data molekuler telah menetapkan kekerabatan diantara CMA dan cendawan lainnya. CMA sekarang menjadi filum tersendiri, yang memiliki perbedaan tegas, baik ciri-ciri genetika maupun asal-usul nenek moyangnya, dengan Ascomycota dan Basidiomycota.Taksonomi CMA berubah menjadi filum Glomeromikota yang memiliki empat ordo yaitu 1) Archaeosporales (famili Arachaeosporaceae dan Geosiphonaceae), 2) Paraglomerales (famili Para-glomerace), 3) Diversisporales (famili Acaulosporaceae, Diversisporaceae, Gigaspora-ceae, dan Pacisporaceae) dan 4) Glomerales (famili Glomerace). Dewasa ini filum Glomeromikota disepakati memiliki dua belas genus yaitu Archaeo-spora, Geosiphon, Paraglomus, Gigaspora, Scutellospora, Acaulospora, Kuklospora, Intraspora, Entrophospora, Diversipora, Pacispora, dan Glomus sp.
CMA tidak memiliki inang yang spesifik. Fungi yang sama dapat mengkolonisasi tanaman yang berbeda, tetapi kapasitas fungi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman bervariasi. Satu spesies fungi dipertimbangkan efisien ketika pada beberapa kondisi lingkungan yang berbeda: 1) dapat mengkolonisasi akar secara cepat dan ekstensif, 2) mampu berkompetisi dengan mikroorganisme yang lain untuk tempat menginfeksi dan mengabsorpsi nutrisi. 3) segera membentuk miselium secara ekstensif dan ekstraradikal, 4) mengabsorpsi dan mentransfer nutrisi ke tanaman, 5) meningkatkan keuntungan non nutrisi kepada tanaman, seperti agregasi dan stabilisasi tanah. Walaupun demikian, biasanya evaluasi hanya mencakup respon tanaman terhadap inokulasi fungi yang berbeda. Oleh karena itu, jarang sekali satu spesies akan efisien pada semua kondisi lingkungan, sehingga memungkinkan bahwa inokulasi multi-spesies menunjukan hasil yang terbaik dibandingkan dengan hanya satu spesies. Hal ini menunjukan adanya kerjasama coexist secara harmonis di dalam akar (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
CMA beradaptasi secara edaphoclimatic serta dengan kondisi kultur teknis tanaman. CMA yang beradaftasi dengan baik tersebut merupakan fungi indigen yang terseleksi dari ekosistem pada tanaman tersebut. Selanjutnya fungi indigen yang terisolasi harus dievaluasi dalam kaitan respon inokulasi untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang berbeda. (Sagin Junior & Da Silva, 2006).
Hal ini sejalan dengan penelitian lapangan yang dilakukan Lukiwati (2007) dan Sieverding (1991) bahwa keberhasilan inokulasi CMA tergantung kepada spesies CMA indegen serta potensi dari inokulan sendiri. Lebih jauh dikemukakan bahwa keefektifan populasi CMA indigen berhubungan dengan beberapa faktor seperti status hara tanah, tanaman inang, kepadatan propagula, serta kompetisi antara CMA dan mikroorganisme tanah lainnya. Kepadatan CMA tidak dipengaruhi oleh jenis tanaman penutup tetapi dipengaruhi interaksi antara jenis tanaman penutup dengan interval kedalaman tanah. Kepadatan CMA tertinggi terdapat pada tanaman penutup herba (Chromolaena odorata dan Stoma malabathricum) dengan interval kedalaman 0 – 5 cm. Sedangkan kepadatan terendah terdapat pada tanaman penutup rumput dengan kedalaman 5-15 cm. Hal ini menunjukan bahwa kedalaman tanah merupakan faktor penting dalam identifikasi dan isolasi propagula CMA (Handayani et al., 2002).
Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat CMA pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada spesies tanaman inang, kondisi tanah serta spesies CMA indigen. Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Sieverding, 1991).


JENIS MIKORIZA
Berdasarkan struktur tumbuh dan cara simbiosisnya, Mikoriza terbagi ke dalam 3 golongan besar, yaitu:
1.      EKTOMIKORIZA
Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
Ciri dari Ektomikoriza
•    Struktur organ fungi  dapat dilihat tanpa mikroskop (terlihat ada mantel hifa yang menyelimuti ujung akar tanaman).
•    Infeksi tidak menembus sel-sel akar (hanya pada rongga antar sel) membentuk Hartig net.
•    Bersimbiosis dengan tanaman tertentu: Pinus, Ekaliptus, Merbau, Dipterocarpaceae (keluarga meranti) Saninten, dan Melinjo.
•    Dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman (Miselia dapat ditumbuhkan pada media kultur agar dan cair).
    2.      ENDOMIKORIZA
Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antar sel. Jenis mikoriza ini banyak ditemukan pada tumbuhan semusim yang merupakan komoditi pertanian penting, seperti kacang-kacangan, padi, jagung, beberapa jenis sayuran dan tanaman hias. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
 Berdasarkan tipe infeksinya, dikenal tiga kelompok endomikoriza: ericaceous (Ericales dengan sejumlah Ascomycota),orchidaceou(Orchidaceae dengan sekelompok Basidiomycota), dan vesikular arbuskular (sejumlah tumbuhan berpembuluh dengan Endogonales, membentuk struktur vesikula (gelembung) dan arbuskula dalam korteks akar) disingkat MVA.
Ciri dari Endomikoriza
•    Struktur organ fungi  = mikro.
•    Hifa internal dan eksternal, arbuskula, vesikula dan spora umumnya terbentuk di dalam / menembus akar.
•    Bersimbiosis dengan 90% famili tanaman darat kehutanan, pertanian (pangan dan hortikultura),perkebunan, dan tanaman pakan ternak.
•    Belum dapat dikulturkan pada media buatan tanpa kehadiran tanaman atau akar tanaman.
•    Genus (berdasarkan morfologi spora dan DNA)
•    Glomus,Acaulospora,Entrophospora,Gigaspora,Scutellospora,Archaeospora, Paraglomus,Geosiphon,Intraspora, Kuklospora, Appendicispora, Diversispora, dan Pacispora.
    3.      EKTENDOMIKORIZA
Ektendomikoriza merupakan bentuk antara (intermediet) kedua mikoriza yang lain. Ciri-cirinya antara lain adanya selubung akar yang tipis berupa jaringan Hartiq, hifa dapat menginfeksi dinding sel korteks dan juga sel-sel korteknya. Penyebarannya terbatas dalam tanah-tanah hutan sehingga pengetahuan tentang mikoriza tipe ini sangat terbatas.
Mikoriza vesikular-arbuskular
Kita sudah mengenal Mikoriza Vesikular Arbuskular sebagai salah satu pupuk hayati yang mampu meningkatkan serapan unsur hara makro P dalam tanah, bahkan dapat meningkatkan pula serapan terhadap unsur hara mikro seperti Cu dan Zn. Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan asosiasi antara cendawan tertentu dengan akar tanaman dengan membentuk jalinan interaksi yang komplek. Mikoriza dikenal dengan jamur tanah karena habitatnya berada di dalam tanah dan berada di area perakaran tanaman (rizosfer). Selain disebut sebagai jamur tanah juga biasa dikatakan sebagai jamur akar.Keistimewaan dari jamur ini adalah kemampuannya dalam membantu tanaman untuk menyerap unsur hara terutama unsur hara Pospat (P). Mikoriza merupakan suatu bentuk hubungan simbiosis mutualistik antar cendawan dengan akar tanaman. Baikcendawan maupun tanaman sama-sama memperoleh keuntungan dari asosiasi ini.infeksi ini antara lain berupa pengambilan unsur hara dan adaptasi tanaman yanglebih baik. Dilain pihak, cendawan pun dapat memenuhi keperluan hidupnya(karbohidrat dan keperluan tumbuh lainnya) dari tanaman inang.
Menurut Siti dalam Wikipedia, 2011,Vesikular merupakan suatu struktur berbentuk lonjongatau bulat yang mengandungcairan lemak dan berfungsi sebagai organ penyimpanan makanan atau berkembangmenjadi klamidospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan strukturtahan. Sedangkan yang dimaksud dengan Arbuskular adalah struktur hifa yangbercabang-cabang seperti pohon kecil yang mirip haustorium (membentuk poladikotom) berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara tanaman inangdengan jamur. Endomikoriza tidak membentuk mantel yang menyelimuti akar, karenajamur ini berada di dalam korteks akar. Tipe jamur ini, adalah dengan adanyaarbuskula yang berada di dalam korteks akar. Arbuskula ini digunakan untukmenyerap nutrisi yang berada di area perakaran.
Mikoriza Viscular Arbuskula (MVA) dan ektomikoriza berguna bagi pertanian dan kehutanan. Ektomokoriza dapat ditumbuhkan secara aksenik di laboratorium sehingga mudah dikembangkan. MVA sulit ditumbuhkan secara aksenik (media buatan) sehingga MVA dianggap merupakan simbion obligat (wajib).
Vesikula berbentuk butiran-butiran di dalam sitoplasma yang mengandung lipid dan menjadi alat reproduksi vegetatif mikoriza, khususnya bila sel pecah akibat rusaknya korteks akar. Arbuskula berwujud kumpulan hifa yang menembus plasmalema dan membantu transportasi hara di dalam sel tumbuhan. Pembentukan vesikula dan arbuskula dalam sel menunjukkan bahwa simbiosis telah terjadi dengan sempurna dan tanaman sudah dapat menikmati hasil kerja sama dengan mikoriza berupa meningkatnya ketersediaan unsur hara yang diserap dari dalam tanah.
Selain vesikula dan arbuskula, terbentuk hifa eksternal yang dapat membantu memperluas ruang penyerapan hara oleh akar. Pada bawang merah, misalnya, panjang hifa eksternal dapat mencapai 80 cm per satu cm panjang akar. Di luar akar, hifa dapat membentuk sporangium yang menghasilkan spora sebagai alat reproduksi.
MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S). Selain itu, MVA memperluas ruang tanah yang dapat dijangkau oleh tanaman inang. Jeruk, umpamanya, dikenal responsif terhadap inokulasi MVA. Inokulasi ini dapat mengarah pada menurunnya penggunaan pupuk P. Selain meningkatkan ketersediaan hara, MVA meningkatkan toleransi tumbuhan terhadap kurangnya pasokan air. Luasnya jaringan hifa di tanah membantu akar menyerap air. MVA memengaruhi ketahanan tumbuhan inang terhadap serangan penyakit. MVA, tergantung jenisnya, dapat mengurangi pengaruh serangan jamur patogen. Demikian pula, juga dapat mengurangi serangan nematoda. Sebaliknya, tumbuhan yang terinfeksi MVA menurun ketahanannya terhadap serangan virus.
Pengaruh MVA lain yang pernah teramati adalah dukungannya terhadap simbiosis antara bakteri bintil akar dan polong-polongan, produksi giberelin oleh Gibberella mosseae, memengaruhi sintesis fitohormon tertentu, dan memperbaiki struktur agregasi tanah.
Manfaat Umum MVA
Beberapa manfaat yang dapat diperoleh tanaman inang dari adanya asosiasi mikoriza adalah sebagai berikut (Rahayu dan Akbar, 2003) :
    1.      Meningkatkan Penyerapan Unsur Hara
Tanaman yang bermikoriza biasanya tumbuh lebih baik dari pada yang tidak bermikoriza, dapat meningkatkan penyerapan unsur hara makro dan beberapa unsure hara mikro. Selain itu akar tanaman yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terikat dan tidak tersedia untuk tanaman (Serrano, 1985 dalam Suhardi, 1992 dalam Rahayu dan Akbar, 2003). De la Cruz (1981) dalam Atmaja(2001) dalam Rahayu dan Akbar, 2003 melaporkan lebih banyak lagi unsur hara yang serapannya meningkat dari adanya mikoriza. Unsur hara yang meningkat penyerapannya adalah N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Mn dan Zn. Hubungan antara MVA dengan organisme tanah tidak bisa diabaikan, karena secara bersama-sama keduanya membantu pertumbuhan tanaman.
    2.      Tahan Terhadap Serangan Patogen
Mikoriza dapat berfungsi sebagai pelindung biologi bagi terjadinya infeksi patogen akar. Mekanisme perlindungan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Adanya lapisan hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai pelindung fisik untuk masuknya patogen
2.Mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya, sehinga tidak cocok bagi patogen.
3. Fungi mikoriza dapat melepaskan antibiotik yang dapat menghambat perkembangan patogen.
Menurut Ridiah, 2010, terbungkusnya permukaan akar oleh mikoriza menyebabkan akar terhindar dari serangan hama dan penyakit. Infeksi patogen akar terhambat.Mikoriza menggunakan semua kelebihan karbohidrat dan eksudat akar lainnya,sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen. Dilain pihak,cendawan mikoriza ada yang dapat melepaskan antibiotik yang dapat mematikan patogen.
Demikian pula mikoriza telah dilaporkan dapat mengurangi serangan nematoda. Jika terhadap jasad renik berguna, MVA memberikan sumbangan yang menguntungkan, sebaliknya terhadap jasad renik penyebab penyakit MVA justru berperan sebagai pengendali hayati yang aktif terutama terhadap serangan patogen akar. Interaksi sebenarnya antara MVA, patogen akar, dan inang cukup kompleks dan kemampuan MVA dalam melindungi tanaman terhadap serangan patogen tergantung spesies, atau strain cendawan MVA dan tanaman yang terserang
    3.      Memperbaiki Struktur Tanah dan Tidak Mencemari Lingkungan
Fungi mikoriza yang berasosiasi dengan akar berperan dalam konservasi tanah, hifa tersebut sebagai kontributor untuk menstabilkan pembentukan struktur agregat tanah dengan cara mengikat agregat-agregat tanah dan bahan organic tanah Mikoriza dapat meningkatkan struktur tanah dengan menyelimuti butir-butir tanah. Stabilitas agregat meningkat dengan adanya gel polysakarida yang dihasilkan cendawan pembentuk mikoriza., karena bukan merupakan bahan kimia pupuk ini tidak mencemari lingkungan.
4.      Mikoriza dapat Memproduksi Hormon dan Zat Pengatur Tumbuh
Fungi mikoriza dapat memberikan hormon seperti auxin, sitokinin, giberellin, juga zat pengatur tumbuh seperti vitamin kepada inangnya.
Manfaat Tambahan
Penggunaan inokulum yang tepat dapat menggantikan sebagian kebutuhan pupuk. Sebagai contoh mikoriza dapat menggantikan kira-kira 50% kebutuhan fosfor, 40% kebutuhan nitrogen, dan 25% kebutuhan kalium untuk tanaman lamtoro. Penggunaan mikoriza lebih menarik ditinjau dari segi ekologi karena aman dipakai, tidak menyebabkan pencemaran lingkungan. Bila mikoriza tertentu telah berkembang dengan baik disuatu tanah, maka manfaatnya akan diperoleh untuk selamanya. Mikoriza juga membantu tanaman untuk beradaptasi pada pH yang rendah. Demikian pula vigor tanaman bermikoriza yang baru dipindahkan ke lapang lebih baik dari yang tanpa mikoriza. Mikoriza selain dari segi fisik dengan adanya hifa eksternal mikoriza banyak mengandung logam berat, dan daerah tambang memberikan harapan tersendiri untuk digunakan pada proyek rehabilitasi/reklamasi daerah bekas tambang.

MEKANISME PENYERAPAN FOSPAT OLEH MIKORIZA
Peranan MVA tersebut dalam meningkatkan ketersediaan dan serapan P dan unsur hara lainnya melalui proses sebagai berikut :
1.      Modifikasi Kimia oleh mikoriza dalam proses kelarutan P tanah Pengaruh Mikoriza Arbuskula Pada Ketersediaan dan Penyerapan Unsur Hara Pada tahap ini, terjadi modifikasi kimia oleh mikoriza terhadap akar tanaman, sehingga tanaman mengeksudasi asam-asam norganik dan enzim fosfatase asam yang memacu proses mineralisasi P. Eksudasi akar tersebut terjadi sebagai respon tanaman terhadap kondisi tanah yang kahat P, yang mempengaruhi kimia rizosfer.
2.      Perpendekan jarak difusi oleh tanaman bermikoriza. Mekanisme utama bagi pergerakan P ke permukaan akarah melalui difusi yang terjadi akibat adanya gradien konsentrasi, serta merupakan proses yang sangat lambat. Jarak difusi ion-ion fosfat tersebut dapat diperpendek dengan hifa eksternal CMA, yang juga dapat berfungsi sebagai alat penyerap dan translokasi fosfat.
3.      Penyerapan P tetap terjadi pada tanaman bermikoriza meskipun terjadi penurunan konsentrasi minimum P. Konsentrasi P yang ada di larutan tanah dapat menjadi sangat rendah dan mencapai konsentrasi minimum yang dapat diserap akar, hal ini terjadi sebagai akibat terjadinya proses penyerapan ion fosfat yang ada di permukaan akar. Di bawah konsentrasi minimum tersebut akar tidak mampu lagi menyerap P dan unsur hara lainnya, sedangkan pada akar bermikoriza, penyerapan tetap terjadi sekalipun konsentrasi ion fosfat berada di bawah konsentrasi minimum yang dapat diserap oleh akar. Proses ini ini terjadi karena afinitas hifa eksternal yang lebih tinggi atau peningkatan daya tarikmenarik ion-ion fosfat yang menyebabkan pergerakan P lebih cepat ke dalam hifa MVA


MANFAAT / FUNGSI MIKORIZA BAGI TANAMAN
1.      Fungsi yang pertama dan yang paling utama adalah bisa meningkatkan pertumbuhan tanaman. Dengan adanya mikoriza diperakaran, tanaman akan tumbuh lebih subur. Bahkan ada peneliti yang mengatakan jika pada akan tanaman tahunan tertentu diberi mikoriza maka tanaman tersebut bisa tumbuh 6-15 kali lebih besar pada umur 2 tahun. Demikian juga tanaman yang lain juga akan tumbuh lebih subur jika diberikan mikoriza seperti jagung, kedelai, padi, cabai, tomat, terong dll.
2.      Meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit akar/ penyakit tanah dan serangan nematoda akar (hewan sejenis cacing kecil yang merusak tanaman). Dengan pemberian mikoriza biasanya tanaman akan lebih tahan terhadap serangan mikroorganisme yang merugikan tanaman seperti Fusarium sp penyebab layu, Phytopthora sp penyebab layu, Pytium sp penyebab rebah kecambah pada pembenihan. Mikoriza mampu menghasilkan minyak atsiri yang bersifat racun bagi jamur penyakit. Selain itu mikoriza juga akan mengambil persediaan makanan bagi jamur penyebab penyakit tersebut.
3.      Meningkatkan kemampuan tanaman dalam menyerap unsur hara yang ada dalam tanah, terutama unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K, dan Mg. Kerjasama yang saling menguntungkan antara mikoriza dan tanaman dilakukan dengan cara tanaman memberikan sisa karbohidrat dan gula yang tidak terpakai kepada mikoriza, dan ditukar dengan unsur-unsur P, Ca, N, Cu, Mn, K dan Mg oleh mikoriza.
4.      Mikoriza menghasilkan ZPT (Zat Perangsang Tumbuh) di perakaran tanaman sehingga tanaman bisa tumbuh lebih subur dan tidak mudah stres ketika mendapat cekaman lingkungan. Cuma ZPT apa saja yang diberikan mikoriza maspary juga belum tahu, tapi menurut penelitian demikian adanya.
5.      Mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara oleh akar karena dibantu oleh miselium jamur mikoriza eksternal dengan memperluas permukaan penyerapan akar. Miselium mikoriza mampu masuk dalam celah/ pori tanah yang berukuran sangat kecil yang tidak dapat dimasuki bulu-bulu akar tanaman.
6.      Mengurangi stres tanaman dalam kondisi kekurangan air, karena akar tanaman dibantu mikoriza dalam penyerapan air sehingga akar memiliki jangkauan lebih panjang dalam tanah. Menurut informasi jangkauan miselium mikoriza bisa mencapai 10-15 m. Sehingga mikoriza sangat bagus digunakan untuk budidaya tanaman perkebunan seperti jabon, jati, akasia dll
7.      Mikoriza dapat meningkatkan aerasi (ketersediaan udara) dalam tanah. Menurut maspary fungsi ini berhubungan dengan kemampuan mikoriza dalam memperbaiki agregat tanah.
8.      Memacu perkembangan mikroba saprofitik non patogenik disekitar perakaran sehingga tanaman lebih sehat dan lebih subur
PERANAN MIKORIZA
Mikoriza memberikan berbagai macam manfaat bagi tanaman inang. Menurut Imas et al. (1989) ; Fakuara (1988) mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara terutama P dan hara lainnya (N, K, Ca, Mg, Cu, Mn dan Zn), produksi hormon dan zat pengatur tumbuh, serta ketahanan kekeringan dan serangan patogen akar. Mikoriza juga dapat mengurangi kandungan logam berat disekitar perakaran, selain sebagai proteksi terhadap patogen akar dan nematoda (Paul dan Clark, 1996).
Menurut Imas et al. (1989) mekanisme peningkatan penyerapan unsur hara terjadi karena adanya selubung hifa yang tebal, peningkatan metabolisme akar akibat peningkatan konsumsi oksigen, dan enzim phospatase. Mikoriza dapat mengeluarkan suatu enzim phospatase yang dapat mengurai hara dari keadaan tidak tersedia menjadi tersedia bagi tanaman dan menyerap hara khususnya fosfat yang konsentasinya rendah dalam larutan tanah (Fakuara, 1988). Mikoriza dengan adanya selubung hifa tebal dapat meningkatkan luas permukaan sistem perakaran sehingga meningkatkan bidang penyerapan (Islami dan Utomo, 1995). Menurut Dighton (2003) adanya hifa cendawan memberikan keuntungan dalam pengam-bilan unsur hara, yaitu dapat menembus tanah dengan mudah, memberikan ruang jelajah yang lebih luas akibat diameter yang lebih ketcil, serta memberikan bidang penyerapan nutrisi yang lebih luas.
Mikoriza dapat meningkatkan hormon pertumbuhan dan zat pengatur tumbuh seperti auksin, sitokinin, giberelin dan vitamin. Auksin dapat mencegah penuaan dan suberinisasi pada akar sehingga memperlama fungsi akar sebagai penyerap hara dan air (Imas et al., 1989). Sitokinin dapat mempengaruhi aktivitas fotosintesis dan transpirasi, penyerapan P dan transpor ion (Paul dan Clark, 1996).
Tanaman bermikoriza akan lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Menurut Zak (1967) dalam Imas et al. (1989), ada tiga mekanisme perlindungan mikoriza. Mekanisme pertama yaitu adanya lapisan hifa sebagai pelindung fisik. Mekanisme kedua yaitu adanya lingkungan yang tidak cocok bagi pertumbuhan patogen, karena mikoriza menyerap semua kelebihan karbohirdrat dan eksudat akar. Mekanisme ketiga adalah adanya antibiotik yang dihasilkan cendawan.
Peningkatan ketahanan terhadap logam berat merupakan salah satu manfaat yang penting dari mikoriza. Oleh karena itu mikoriza sering digunakan untuk memperbaiki kondisi lahan bekas tambang. Logam berat tersebut diikat dan dikelilingi oleh gugus karboksil dari senyawa pektat (hemiselulose) yang dihasilkan diantara matriks cendawan dan tanaman inang (Paul dan Clark, 1996).
a.       Bagi Tanaman:
1.    Meningkatkan penyerapan hara, khususnya P
2.    Meningkatkan penyerapan air di daerah kering
3.    Meningkatkan ketahanan terhadap penyakit
4.    Meningkatkan toleransi tanaman terhadap tanah salin atau terkontaminasi logam berat
5.    Mempercepat umur berbunga/berbuah dan memperlama masa berbuah
b.      Bagi Ekosistem
1.    Sebagai indikator lingkungan
2.    Membantu dalam siklus hara, konservasi hara
3.    Memperbaiki struktur tanah
4.    Menyalurkan karbohidrat dari tanaman ke mikroba tanah lainnya (populasi dan diversitas bakteri yang hidup di rizosfir tanaman bermikoriza lebih tinggi dibandingkan pada rizosfir tanaman tidak bermikoriza
5.    Dapat digunakan untuk rehabilitasi lahan bekas tambang
c.       Bagi manusia
1.    Bahan pangan (edible mycorrhiza)
2.    Sebagai Sumber Daya Alam (bermanfaat bagi tanaman dan ekosistem = bagi manusia

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTUMBUHAN MIKORIZA
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza, antara lain:
1.      Suhu
Suhu yang relative tinggi akan meningkatkan aktifitas cendawan. Proses perkecambahan pembentukkan MVA melalui tiga tahap yaitu perkecambahan spora ditanah, penetrasi hifa kedalam sel akar dan perkembangan hifa didalam konteks akar.
2.      Kadar air tanah
Untuk tanaman yang tumbuh didaerah kering, adanya MVA menguntungkan karena dapa tmeningkatkan kemampuan tanaman untuk tumbuh dan bertahan pada kondisi yang kurang air.
    3.      pH tanah
Perubahan pH tanah melalui Pengapuran biasanya berdampak merugikan bagi perkembangan MVA asli yang hidup pada tanah tersebut sehingga pembentukan mikoriza menurun. Untuk itu tindakan pengapuran dibarengi tindakan inokulasi dengan cendawan MVA yang cocok agar pembentukan mikoriza terjamin.
4.      Bahan organik
Bahan organic merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora MVA berhubungan erat dengan kandungan bahan organic didalam tanah.
    5.      Cahaya dan ketersediaan hara
Intensitas cahaya yang tinggi, kekahatan sedang, nitrogen atau fosfor akan meningkatkan jumlah karbohidrat didalam akar sehingga membuat tanaman lebih peka terhadap infeksi cendawan MVA.
    6.      Logam berat dan unsure lain
Beberapa spesies MVA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng(Zn), tetapi sebagian besar spesies MVA peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula bahwa strain-strain cendawan MVA tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al dan Na yang tinggi.
    7.      Fungisida
Fungisida dapat membunuh mikoriza, dimana pemakaian fungisida ini menurunkan pertumbuhan dan kolonisasi serta kemampuan mikoriza dalam menyerap P.
PERAN MIKORIZA DAN FAUNA DALAM REHABILITASI LAHAN TERDEGRADASI (LAHAN PASCA TAMBANG)
Degradasi lahan merupakan sebuah proses yang diakibatkan oleh ulah manusia atau alam yang berdampak negative terhadap kapasitas lahan untuk dapat berfungsi secara efektif di dalam suatu ekosistem (Nawir, 2008). Indonesia merupakan bagian dari ekosistem tropika basah yang tergolong sangat rentan terhadap degradasi jika pengelolaannya tidak tepat. Kegiatan pertambangan batubara merupakan suatu kegiatan yang potensial di Indoneisa dan tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi nasional. Namun kegiatan ini mempunyai dua sisi yang saling berlawanan, sebagai sumber ekonomi dan perusak lingkungan. Tanah bekas tambang batubara menjadi tidak dapat ditanami dan dapat menimbulkan resiko bencana alam serta bentuk degredasi lingkungan lainnya (Siregar, 2009).
Untuk mengurangi dampak negatif dari lahan terdegradasi pasca tambang, maka pengembalian produktivitas lahan bekas tambang yang pada umumnya dalam kondisi rusak berat harus dilakukan upaya perbaikan lahan (direklamasi). Selain itu, reklamasi juga diperlukan karena pertambahan penduduk dan sebagai etika konservasi (Ferdinand, 2005). Reklamasi harus sudah diperhitungkan pada lahan terdegradasi seperti dalam kegiatan pasca tambang, sehingga areal bekas penambangan tidak ditinggalkan begitu saja dalam keadaan rusak. Sebelum kegiatan revegetasi dilakukan terlebih dahulu dilakukan penataan lahan agar siap untuk ditanami (Ernawati, 2008).
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sebagian wilayahnya telah rusak akibat penambangan batubara, masih minim melakukan upaya reklamasi. Di Kalimantan Selatan, hanya sekitar 30% dari total lahan bekas tambang batubara yang seharusnya direklamasi. Lahan yang dibuka perusahaan pertambangan batubara seluas 3.446 hektar, namun hanya 1.274 hektar yang sudah direklamasi (Siregar, 2009).
Upaya perbaikan lahan bekas tambang batubara di Indonesia mungkin telah banyak dilakukan masyarakat dan pemerintah, seperti penanaman sejumlah pohon akasia. Namun upaya tersebut belum membuahkan hasil yang optimal. Salah satu metode untuk mengembalikan kondisi lingkungan dengan cara mengeliminasi kontaminan yaitu dengan pemanfaatan mikroorganisme seperti fungi atau jamur yang ramah lingkungan (Widyati, 2007).
Terhadap lahan yang terdegradasi diperlukan suatu tindakan rehabilitasi dengan perbaikan sifat kimia dan biologi tanah. Pemberian bahan organik jerami atau mucuna sebanyak 10 Mg/ha dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, yaitu meningkatkan aktivitas mikroba (Andriani, E. 2009). Kemampuan mikroorganisme dalam mendekomposisi polutan telah banyak dicoba secara luas baik berupa bakteri dan jamur. Imanudin (2010) menyatakan bahwa masalah logam berat yang banyak terdapat di lahan bekas tambang dan berbahaya bagi manusia, dengan memanfaatkan mikroorganisme yang mampu mengurainya dapat dilakukan sebagai upaya mencegah degradasi lingkungan atau pencemaran tanah.
Filosofi dasar yang dianut untuk memperbaiki ekosistem yang terdegradasi adalah kembali ke alam (back to nature) dan ramah terhadap lingkungan. Prinsip kembali kepada alam berupa pemanfaatan kekayaan mikoriza sebagai salah satu mikroorganisme bermanfaat serta menggunakannya kembali mikoriza dan fauna telah diseleksi dan diinokulasi kembali ke bibit tanaman untuk rehabilitasi lahan terdegradasi.
A.    Mikoriza Dalam Rehabilitasi Lahan Terdegradasi
Saat ini beberapa jenis fungi telah dimanfaatkan untuk mengembalikan kualitas atau kesuburan tanah. Hal ini karena secara umum fungi mampu menguraikan bahan organik dan membantu proses mineralisasi di dalam tanah, sehingga mineral yang dilepas akan diambil oleh tanaman. Beberapa fungi juga mampu membentuk asosiasi ektotropik dalam sistem perakaran pohon-pohon hutan yang dapat membantu memindahkan fosfor dan nitrogen dalam tanah ke dalam tubuh tanaman, seperti mikoriza yang bersimbiosis mutualisme dengan tanaman (Faad et al., 2010).
Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga  hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia. Selanjutnya hasil penelitian, hampir satu abad lebih menjadi inspirasi peneliti di bidang mikrobiologi hutan, bagaimana teknologi mikoriza turut memberikan andil menjadi input teknologi dalam mempercepat pertumbuhan pohon dan merehabilitasi lahan hutan terdegradasi akibat pembukaan hutan untuk kegiatan pertambangan, illegal logging, dan kebakaran hutan. Teknologi mikoriza merupakan terknologi pemanfaatan jenis-jenis cendawan yang hidup dalam jaringan korteks akar atau sering disebut cendawan mikoriza dan keberadaannya sangat berlimpah di lantai-lantai hutan tropis Indonesia.
Pada saat ini introduksi mikoriza merupakan teknologi yang tidak bisa ditawar lagi untuk meningkatkan keberhasilan rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi di Indonesia. Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik. Penggunaan mikoriza akan bermanfaat apabila telah diketahui tingkat efektivitas jenis mikoriza yang terbentuk pada setiap jenis pohon yang akan diproduksi.
Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006). Unsur fosfat (P) adalah unsur esensial kedua setelah N yang ber¬peran penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Salah satu alternatif untuk meningkatkan efisiensi pemupukan fosfat dalam rehabilitasi habitat adalah penggunaan mikoriza. Fungi Mikoriza Arbuskulu (FMA) yang berperan dalam penyerapan unsur hara fosfor yang tidak dapat diserap oleh tanaman karena diikat oleh Fe dan Al, melalui bantuan enzim alkalin fosfat yang dihasilkan oleh FMA. Menurut Karyaningsih (2009), Ketahanan tanaman terhadap patogen akar akan meningkat dengan adanya lapisan hifa mikoriza yang merupakan pelindung fisik masuknya patogen. Dalam proses kolonisasinya cendawan ini akan melepaskan antibiotik mematikan selain itu pula semua hasil eksudat tanaman yang dikeluarkan akan dimanfaatkan sehingga tercipta lingkungan yang tidak cocok bagi patogen.
Cendawan mikoriza arbuskula (CMA) merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman- CMA ini memungkinkan tanaman memperoleh hara dan air yang cukup pada kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun, dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah.
Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu, disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar (rambut akar), kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan rambut akar, dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah (setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar). CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P-tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akartanaman. CMA juga berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal.
Satu spesies CMA dapat berasosiasi dengan berbagai tanaman sehingga satu macam CMA dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman. Pada saat ini telah dihasilkan berbagai inokulan CMA,umumnya dari spesies Glomus, Gigaspora, dan Acaulospora (Nursanti  et al, . 2009).
B.     Aplikasi mikoriza
Untuk memacu pertumbuhan pohon di persemaian dan lapangan, diperlukan pemahaman kondisi biologi di sekitar sistem perakaran beserta interaksi biogeokimia dalam proses penyerapan unsur hara oleh tanaman. Cendawan mikoriza merupakan mikroba penting dalam ekosistem hutan. Bagian tubuh cendawan mikoriza yang cocok dengan inang dapat dimanfaatkan dalam bentuk produk inokulum. Cendawan mikoriza merupakan salah satu alternatif teknologi rehabilitasi hutan dan lahan terdegradasi yang dapat diterapkan di Indonesia. Aplikasi cendawan mikoriza dimungkinkan dengan cara memanfaatkan cendawan mikoriza lokal yang cocok dengan inang (pohon) yang akan diintroduksi dalam skala besar. Bibit bermikoriza lebih tahan kering daripada bibit yang tidak bermikoriza. Kekeringan yang menyebabkan rusaknya jaringan korteks, kemudian matinya perakaran, pengaruhnya tidak akan permanen pada akar yang bermikoriza. Akar bermikoriza akan cepat pulih kembali setelah periode kekurangan air berlalu. Hifa cendawan masih mampu menyerap air pada pori-pori tanah pada saat akar bibit sudah tidak mampu lagi. Selain itu penyebaran hifa di dalam tanah sangat luas, sehingga dapat memanen air relatif lebih banyak. Sebagai contoh Pinus merkusii yang banyak ditanam di Indonesia sejak awal merupakan salah satu jenis tanaman cepat tumbuh yang pertumbuhannya sangat memerlukan mikoriza, maka untuk meningkatkan keberhasilan penanaman P. merkusii di lapangan, dibutuhkan bibit dengan mikoriza pada perakarannya.
Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman. Karena mikoriza merupakan mahluk hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman sampai dewasa (Novriani dan Madjid, 2011).
Kondisi lingkungan tanah yang cocok untuk perkecambahan biji akan mendukung pula untuk perkecambahan spora mikoriza. Jamur mikoriza mempenetrasi epidermis akar melalui tekanan mekanis dan aktivitas enzim dan selanjutnya tumbuh menuju korteks. Pertumbuhan hifa secara eksternal terjadi jika hifa internal tumbuh dari korteks melalui epidermis. Pertumbuhan hifa secara eksternal tersebut terus berlangsung sampai tidak memungkinnya untuk terjadi pertumbuhan lagi. Bagi jamur mikoriza, hifa eksternal berfungsi mendukung fungsi reproduksi serta untuk transportasi karbon serta hara lainnya ke dalam spora, selain fungsinya untuk menyerap unsur hara dari dalam tanah untuk digunakan oleh tanaman.
Suhu yang relatif tinggi dapat meningkatkan aktivitas mikoriza. Pada daerah tropika basah seperti Indonesia, hal ini menguntungkan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam tergantung jenisnya. Pada umumnya infeksi oleh cendawan mikoriza meningkat dengan naiknya suhu. Suhu yang tinggi pada siang hari (35°C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis mikoriza. Peran mikoriza hanya menurun pada suhu di atas 40°C. Jadi, suhu bukan merupakan faktor pembatas utama dari aktivitas mikoriza. Justru sebaliknya, suhu yang sangat tinggi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman inang(Kurnianto,2009).




III.PENUTUP

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan antara lain:
1.      Mikoriza merupakan jamur yang hidup secara bersimbiosis dengan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi. Asosiasi antara akar tanaman dengan jamur ini memberikan manfaat yang sangat baik bagi tanah dan tanaman inang yang merupakan tempat jamur tersebut tumbuh dan berkembang biak.
2.      Berdasarkan struktur dan cara cendawan menginfeksi akar, mikoriza dapat dikelompokkam ke dalam tiga tipe : 1. Ektomikoriza 2. Ektendomikoriza 3. Endomikoriza.
3.      Ektomikoriza menginfeksi permukaan luar tanaman dan di antara sel-sel ujung akar. Akibat serangannya, terlihat jalinan miselia berwarna putih pada bagian rambut-rambut akar, dikenal sebagai hartig net. Serangan ini dapat menyebabkan perubahan morfologi akar. Akar-akar memendek, membengkak, bercabang dikotom, dan dapat membentuk pigmen. Infektivitas tergantung isolat dan kultivar tumbuhan inang.
4.      Endomikoriza menginfeksi bagian dalam akar, di dalam dan di antara sel-sel ujung akar (root tip). Hifa masuk ke dalam sel atau mengisi ruang-ruang antarsel. Infeksi ini tidak menyebabkan perubahan morfologi akar, tetapi mengubah penampilan sel dan jaringan akar.
5.      Cendawan mikoriza sangat bermafaat bagi tanaman terutaman pada tanah kering antara lain : 1. Meningkatkan transportasi air ke akar, 2. Ketersediaan unsur P tanaman meningkat, 3. Hifa eksternal ( jamur mikoriza ) membuat tanaman lebih mampu mendapatkan ait dan P, 4. Kebutuhan air untuk memproduksi bobot kering lebih sedikit, 5. tanaman lebih tahan kekeringan, 6. secara tidak langsung menigkatkan kemampuan tanah menyimpan air
6.      Manfaat dari MVA dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu manfaat dalam ekosistem, manfaat bagi tanaman, dan manfaatnya bagi manusia. Manfaat mikoriza MVA dalam ekosistem sangat penting, yaitu berperan dalam siklus hara, memperbaiki struktur tanah dan menyalurkan karbohidrat dari akar tanaman ke organisme tanah yang lain, sedangkan manfaat bagi tanaman yaitu dapat meningkatkan penyerapan unsur hara, terutama P. MVA ini dapat mengeluarkan enzim fosfatase dan asam-asam organik, khususnya oksalat yang dapat membantu membebaskan P.
7.      MVA banyak membawa keuntungan bagi tumbuhan simbionnya. Ia memperbaiki hasil tumbuhan dan mengurangi masukan pupuk pada tanaman pertanian. Ini terjadi karena MVA meningkatkan ketersediaan beberapa hara di tanah yang diperlukan tanaman, terutama fosfat. Peningkatan penyerapan fosfat diiringi dengan peningkatan penyerapan hara lain, seperti nitrogen (N), seng (Zn), tembaga (Cu), dan belerang (S).
8.      Beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Mikoriza antara lain: 1) Suhu, 2) Kadar air tanah, 3) pH tanah, 4) Bahan organic, 5) Cahaya dan ketersediaan hara, 6) Logam berat dan unsure lain, 7) Fungisida.
9.      Mikoriza berperan dalam rantai makanan di rizosfer akar dan memacu pertumbuhan hampir semua jenis tanaman di hutan tropika Indonesia, sehingga  hutan tropika kaya akan nutrisi. Dengan fenomena alam ini menjelaskan bahwa mikoriza termasuk dalam rantai makanan ekosistem pemasok makanan dan turut membesarkan pohon-pohon raksasa di hutan tropis Indonesia.
10.  Kendala utama yang dihadapi dalam kegiatan rehabilitasi lahan adalah rendahnya unsur hara, toksisitas aluminium, fiksasi P yang tinggi, pH sangat asam, dan rendahnya bahan organik, seperti yang terdapat pada lahan pasca tambang batubara (Santoso et al., 2006).
11.  Penggunaan mikoriza efektif digunakan pada saat tanaman masih di persemaian, di mana akarnya belum mengalami penebalan. Pada kondisi seperti ini peluang mikoriza akan lebih besar untuk menginfeksi akar tanaman. Pemberian mikoriza diberikan dengan cara menaburkannya pada lubang sebelum penanaman, menempelkan pupuk/akar terinfeksi pada akar tanaman muda atau mencampur mikoriza pada tanah untuk pembibitan tanaman.




































DAFTAR PUSTAKA

Dedikurniawan.2013.bioteknologi pertanian mikoriza. http://dedykurniawan88.blogspot.co.id/2013/06/bioteknologi-pertanian-mikoriza.html di unduh 15 september 2015
Syib’li. M. A. 2008. Jati Mikoriza, Sebuah Upaya Mengembalikan Eksistensi Hutan dan Ekonomi Indonesia.
Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan. Mikoriza Arbuskula. Karya Tulis. Departemen. Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera.
Morton. 2012. Keperawatan Kritis Pendekatan Asuhan Holistik. Vol 1. Jakarta. EGC.
Anas. 1998. Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada).
Cetakan keempat. PT. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta. Amalia, Rachmawati. 2003. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Persen Lemak Tubuh Pada.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang. Sesuai Kaidah Ekologi.
Anas, I., E. Premono dan R. Widyastuti. 1997. Peningkatan Efisiensi Pemupukan P Dengan Menggunakan Mikroorganisme Pelarut P. IPB Press. Bogor.
Madjid, A. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online. Fakultas Pertanian Unsri & Program Studi Ilmu Tanaman, Program Magister (S2), Program Pascasarjana, Universitas Sriwijaya. Palembang. Propinsi Sumatera Selatan. Indonesia.
Pattimahu, D.V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambang Sesuai Kaidah Ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains. Sekolah Pasca Sarjana, IPB : Bogor
Mosse, S. 1981. Vesicular Arbuscular Mycorizarescarh for Tropical Agriculture. Ress. Bull
Lukiwati, D. R. 2007. Peningkatan produksi bahan kering dan kecernaan Pueraria phaseoloides dan Centrosema pubescensdengan batuan fosfat dan inokulasi Mikoriza arbuskular.Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9: 1-5.
Sieverding, E. 1991. Vesicular Arbuscular Mychorrhiza Management in Tropical Agrosystem. Eschbom: Deutsche GHTZ Gmbh
Siti Kabirun dalam Wikipedia, 2011, Mikoriza, dikutip dari http://id.wikipedia.org/wiki/Mikoriza, pada tanggal 15 September 2015
Rahayu, Novi., dan Ade Kusuma Akbar. 2003. Pemanfaatan Mikoriza dan Bahan Organik Dalam Rangka Reklamasi Lahan Pasca Penambangan. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Pertanian Universitas Tanjungpura. Pontianak
Imas et al. 1989. Mikrobiologi Tanah. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor : Bogor.
Paul, E. A. dan F. E. Clark. 1996. Soil Microbiology and Biochemistry. Academic Press, Inc, California.
Widyati, E. 2007. Formulasi inokulum mikroba: MA, BPF dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit Acacia crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Biodiversitas, 8 (3):238-241.
Andriani, E.    2009. Lingkungan hidup bumiku, bumimu, bumi kita degradasi tanah. https://uwityangyoyo.wordpress.com/2009/04/12/degradasi-tanah/.
Kurnianto, Mundirun. 2009. Mikoriza, Pupuk Hayati Super. http://www.Harian Pikiran Rakyat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar